Menjadi Pesepak Bola Putri di Kudus di Tengah Tabu dan Larangan Ibu, dari Bocah Desa Biasa Kini Bersiap Main di Singapura

Ilustrasi - Bocah-bocah desa di Kudus yang meniti jalan menjadi pesepakbola putri. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Mereka awalnya hanya bocah-bocah desa biasa di Kudus. Mereka bahkan tak menyana kalau kini tengah meniti jalan menjadi pesepak bola putri profesional.

***

Pertandingan tinggal menyisakan tiga menit dari waktu normal, tapi kedudukan masih 0-0. Giada Soebianto, pemain sepak bola putri dari All-Stars Kudus dengan nomor punggung 17 mengambil tendangan sudut.

Ia menendang bola ke tiang dekat. Bola bisa ditepis oleh penjaga gawang All-Stars Stars, Queenza Auradista. Tapi, tepisannya justru membuat bola membentur tiang dan menciptakan situasi berbahaya karena  membentur tiang. Bola kemudian memantul ke kerumuman pemain dan menciptakan kemelut di depan gawang All-Star Solo.

Asyifa, pemain nomor punggung 12, sekaligus kapten tim All-Stars Kudus kemudian menendang dengan bola. Meski, tendanganya pelan ke pojok kanan gawang, tapi bola tidak bisa dijangkau penjawa gawang. Gooool!! 

Hingga pertandingan berakhir, All-Stars Solo tidak bisa menyamakan kedudukan, dengan begitu, Kudus menjadi juara dalam Final MilkLife Soccer Challenge All-Stars 2025. Pertandingan yang berlangsung 2 x 15 menit tersebut mempertemukan All-Stars Kudus vs All-Stars Solo di Supersoccer Arena, Minggu (26/1/2025).

Asyifa, kemudian jadi pemain terbaik dalam turnamen sepak bola putri kelompok umur U-12 tersebut. Meski hanya mencetak tiga gol, di turnamen itu Asyifa terpilih sebagai best player. Prestasi ini melengkapi prestasi sebelumbya dalam MLSC Series 3 Kudus yang berlangsung September 2024 dimana ia menjadi best player sekaligus top scorer dengan lesakan 39 gol.

Bocah 12 tahun yang berwibawa

Namanya Asyifa Sholawa Farizqi. Perempuan 12 tahun asal Desa Bacin, Kabupaten Kudus. Saya menemuinya pada Jumat (28/2/2025) sore WIB, usai berlatih di Supersoccer Arena.

Bayangan saya soal Asyifa tidak meleset sama sekali. Saat melihat tayangan-tayangan pertandingan di kanal YouTube MilkLife Soccer, tampak betul kalau mental anak ini sudah cukup matang.

Asyfia, kapten All-Stars Kudus MOJOK.CO
Asyfia, kapten All-Stars Kudus. (Aly Reza/Mojok.co)

Asyifa tentu saja masih memiliki sisi jahil khas anak-anak. Itu kalau di luar lapangan. Tapi kalau sudah di dalam lapangan, memimpin tim sebagai kapten, wibawanya langsung keluar. Hal itu pun diamini oleh teman-teman Asyifa yang sesekali menjahilinya saat sedang berbincang dengan saya.

“Padahal nggak mengincar jadi kapten. Targetku dulu kan pokoknya bisa mencetak gol sebanyak-banyaknya. Tapi karena ditunjuk (jadi kapten), ya sudah, tanggung jawab,” kata pemain yang mengidolakan Cristiano Ronaldo itu.

“Adu mekanik” dengan pesepakbola putra di Kudus

Asyifa mulai menggemari sepakbola sejak kelas 2 SD. Hanya saja, waktu itu, tidak ada wadah khusus untuk sepak bola putri.

Alhasil, nyaris setiap sore Asyifa habiskan bermain bola bersama anak laki-laki. Asyifa bahkan sempat tergabung dalam SSB SKU (salah satu SSB putra terbaik di Kudus) dan SSB Djarum.

“Nggak takut lah adu mekanik (adu skill) sama cowok-cowok,” kata pemain yang berposisi sebagai gelandang serang itu. Dan memang terbukti dia bisa bersaing.

Beruntungnya, keluarga Asyifa tak melarangnya bermain bola. Meski di Kudus perempuan bermain bola masih dianggap sebagai hal tabu.

“Kakakku kan pesepak bola juga. Aku dulu sering ikut kakak latihan,” tutur Asyifa.

Kakak Asyifa bernama Deco Mahesa Bintang, pesepak bola yang cukup malang melintang di klub-klub junior Jawa Tengah (sempat juga bermain untuk Persiku (Kudus) Junior).

Ibu Asyifa pun mendukung penuh pilihan sang putri untuk menjadi pesepak bola. Bahkan setelah Asyifa tergabung di All-Stars Kudus binaan Bakti Olahraga Djarum Foundation, sang ibu selalu mengantar-menemani latihan dan tak pernah absen nribun dalam setiap pertandingan.

Tak menggubris larangan ibu

Beda cerita dengan Della Citra Ayu Anggraini (13), pemain All-Stars Kudus lain dari Dersalam. Dia saya ajak nimbrung untuk ngobrol bareng saya dan Asyifa.

Della malah lebih jahil dari Asyifa. Pembawaannya ceria. Obrolan kami akhirnya menjadi riuh karena saling menjahili satu sama lain.

“Kalau lagi main, Asyifa ini galak banget, Mas. Sering marah-marah,” ungkap Della menggambarkan sosok Asyifa sebagai kapten tim.

“Tapi dia memang bisa kasih motivasi buat teman-teman,” sambungnya.

Della, pemain All-Stars Kudus. (Aly Reza/Mojok.co)

Della mengaku sudah menyukai sepak bola sejak kecil. Hanya saja, orangtuanya—terutama sang ibu—tak begitu mendukung. Sang ibu lebih sering melarang saat tahu Della hendak ke lapangan. Karena seperti yang saya singgung sebelumnya, di Kudus, perempuan main bola adalah hal tabu.

“Tapi aku nggak pernah gubris kalau ibu marah-marah. Kan aku suka (sepak bola),” seloroh pemain yang berposisi sebagai gelandang bertahan itu.

“Dulu main bolanya ya sama laki-laki. Nah, kan malah sering dimarahi,” sambungnya.

Akan tetapi, hobi sepak bola membawa Della tergabung dalam All-Stars Kudus. Dan kini setelah All-Stars Kudus berprestasi, seiring juga semakin disorotnya sepak bola putri Indonesia, ibu Della berbalik memberi dukungan penuh. Tak pernah absen dalam laga-laga yang Della lalui.

Bocah-bocah desa di Kudus yang bersiap ke Singapura

Asyifa dan Della hanya dua saja dari bakat-bakat muda pesepak bola putri Kudus yang saya temui sore itu. Masih ada banyak lagi yang sore itu berlatih dengan gigih di lapangan Supersoccer Arena berlatar Gunung Muria.

Namun, Asyifa dan Della memang menjadi dua di antara beberapa pemain All-Stars Kudus yang dipanggil mewakili Indonesia di turnamen Junior Soccer School and League (JSSL) Singapura pada 7-20 April mendatang.

“Targetnya juara lah, Mas,” kata Della.

“Dengar-dengar lawan terkuat Filipina, tapi kami nggak takut,” sambung Asyifa.

Bocah-bocah perempuan yang berlatih di Supersoccer Arena. (Aly Reza/Mojok.co)

Azan Magrib berkumandang. Bocah-bocah itu lantas berhambur ke arah pelatih mereka, Coach Yayat Hidayat, untuk pembubaran sesi latihan sore itu.

Kepada Mojok, Ketua Pelaksana MLSC Budhi Tanoto mengungkapkan, Syifa adalah salah satu pemain sepak bola putri potensial yang dimiliki Kudus, bahkan Indonesia. Salah satu legenda Timnas Indonesia di tahun 1980-an ini mengatakan, saat ini makin banyak sekolah yang mengembangkan sepak bola putri. Berbeda dengan situasi beberapa tahun sebelumnya saat Djarum Foundation menginisiasi sepak bola putri.

Pada MLSC 2024, jumlah anak-anak atau remaja putri yang mengikuti turnamen seluruh Indonesia meningkat drastis mencapai 10.885 anak. Ia optimis, di masa depan, sepak bola putri akan bisa bicara banyak di pentas dunia. “Kami berharap makin banyak sekolah-sekolah dasar di Indonesia yang ada kegiatan sepak bola putrinya, ini untuk kemajuan sepak bola putri di Indonesia,” ujarnya.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Kudus: Kota Sekecil Itu Berjibaku agar Tak Jadi Kota Sampah di Jawa atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version