Kos dekat Kali Code Jogja jadi pengalaman tak terlupakan bagi dua saudara yang kini sudah lulus dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo. Mereka sempat alami berbagai hal unik saat tinggal di Jogja demi ikut bimbel intensif.
Fata (22) hingga sekarang masih terus mengenang salah satu penggalan hidupnya di pinggir Kali Code Jogja. “Momen paling terkenang dan unik dalam hidup,” kelakarnya saat Mojok wawancarai Sabtu (02/03/2024).
Saat itu, sebulan jelang SBMPTN, ia dan saudaranya memutuskan untuk pergi ke Jogja. Saudaranya mengikuti les di sebuah bimbel unggulan di kawasan Kotabaru sementara Fata sekadar menemani.
“Aku sebenarnya dulu cuma bimbel online. Kami ke Jogja niat utamanya biar lebih fokus aja, di rumah kan banyak distraksi,” kenangnya.
Memilik kos dekat Kali Code sekitar Tugu Jogja sebenarnya cukup logis. Pasalnya, tempat bimbel di Kotabaru bisa mereka jangkau dengan berjalan kaki lantaran tidak membawa motor.
Mereka ingin masuk UNS, selain karena kualitas kampusnya juga karena keluarganya punya rumah kosong peninggalan kakek di Solo. Sehingga jika lolos di UNS Solo bisa menghemat ongkos hidup.
Dulu mereka menyewa kos seharga Rp350 ribu untuk sebulan. Lokasinya berada di permukiman padat penduduk yang gangnya hanya bisa dilintasi kendaraan roda dua.
Kos berlantai dua itu berisi sekitar 10 kamar. Fata dan saudaranya jadi yang termuda lantaran pada 2019 silam penghuni kos itu rata-rata kalangan pekerja.
“Jarak kos dengan Kali Code itu paling lima meter, keluar kos ada gang dan di seberangnya ya sungainya itu,” ujarnya pemuda asal Banjarnegara ini tertawa.
Uniknya kos dekat Kali Code Jogja
Baru sebentar mereka kos dekat Kali Code, Ramadan datang. Momen itu jadi pengalaman unik. Meski permukiman padat dan lingkungannya terkesan “keras”, mereka merasakan sambutan hangat.
Saat jelang buka puasa, warga selalu menawarkan mereka makanan. Bahkan, Fata mengaku dilibatkan untuk menjadi mengisi kultum lantaran ia sering datang ke masjid.
“Pas ada tadarus baca Al-quran, aku juga dapat jatah mimpin. Ibaratnya orang-orang di sini itu ramah banget sebenanya. Warganya solid menghidupkan masjid saat Ramadan,” kenangnya.
Selain itu, sebagai anak paling muda di kos, ia sering ngobrol dengan penghuni lain yang kebanyakan pekerja. Mendapatkan wejangan tentang beratnya kehidupan merantau. Kehangatan ini membuat mereka merasa nyaman pada pengalaman pertama kali tinggal di kota asing jauh dari keluarga.
Keunikan lain adalah pemandangan saat pagi. Beberapa kali, mereka kaget, betapa mudahnya orang bisa melempar sampah ke sungai.
“Pagi-pagi itu lihat bapak-bapak, jalan keluar rumah sambil ngerokok, bawa plastik isi sampah dengan entengnya dilempar ke Kali Code,” kelakarnya.
Baca halaman selanjutnya…
Mandi di Masjid Syuhada atau pom bensin, gara-gara takut sama air kos yang bau
Rela mandi di Masjid Syuhada dan pom bensin karena airnya kos bau
Namun, ada hal yang lebih unik sekaligus memprihatinkan yang Fata rasakan. Selama kos dekat Kali Code Jogja. Selain pemandangan pagi melihat orang membuang sampah, begitu matahari beranjak terik, bau tak sedap menguar dari sungai.
“Nggak setiap hari, tapi kadang pagi saat mulai panas itu baunya kerasa kalau buka jendela kos,” tuturnya.
Hal yang agak mengganjal adalah persoalan air. Demi menghemat, Fata dan saudaranya membawa penanak nasi dari rumah. Namun, selama di sana mereka tak berani memasak nasi pakai air kran.
“Lha banyune mambu, wedi aku (air krannya bau jadi takut),” kelakarnya.
Niat hati ingin hemat, akhirnya mereka keluar ongkos tambahan membeli air mineral untuk menanak nasi. Selain itu, Fata mengaku kerap memilih mandi di masjid bahkan pom bensin karena tak nyaman dengan air sumur kos.
“Kalau pas lagi keluar dan kebetulan lewat pom bensin itu aku mandi di sana. Yang agak sering itu mandi di Masjid Syuhada, mandi pas mau buka puasa sekalian tarawih di sana,” tuturnya.
Namun, di balik segala hal itu Fata mengaku tak pernah menyesal kos dekat Kali Code. Pada akhirnya, 2019 silam ia dan saudaranya berhasil masuk UNS Solo. Sekarang, keduanya sudah lulus dan tak pernah melupakan kenangan yang tertinggal di Jogja.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Nestapa Perantau di Jogja Rela Bertahan dengan Kos Nyaris Ambruk karena Bapak Kosnya Baik
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News