Deretan konser musik di bawah promotor Juwana Creative dinyatakan batal. Janji pengembalian tiket tak kunjung diberikan. Sebetulnya ada masalah apa, dan kenapa kebanyakan terjadi Jogja?
***
Sejak Oktober 2022 hingga Juli 2023, promotor ini menggelar delapan konser musik dengan skala cukup besar. Tiga terlaksana, empat konser gagal, dan satu sisanya pada akhir Juli nanti juga hampir pasti urung berlangsung.
Ketiga konser yang berhasil digelar yakni Serasa Nada 1, Jogja Koplo Festival 1, dan Sudut Baya. Empat yang jelas batal yakni Serasa Nada 2, Jogja Koplo Festival 2, Suara Berkala, dan Groovy Land. Terdekat, gelaran konser bertajuk Crowdland pada 29-30 Juli juga terancam gagal.
Setelahnya, pada Agustus-November 2023, masih ada tiga konser lagi yang berpotensi mengalami permasalahan. Ada Geh Fest pada 5-6 Agustus di Lampung, Soul of October 14-15 Oktober dan Sebaya Fest 18-19 November di Surakarta.
Terhitung, dalam durasi 13 bulan, promotor ini menginisasi 11 konser musik berskala festival. Lima di antaranya bertempat di Jogja, 2 Surakarta, 1 Lampung, 1 Surabaya, 1 Semarang. Beberapa di antaranya berlangsung selama dua hari.
Rekam jejak promotor musik yang konsernya gagal
Rekam jejak Juwana Creative pertama kali muncul ke publik pada gelaran Serasa Nada 1 di Sportorium UMY pada 22 Oktober 2022 silam. Konser itu terbilang sukses.
Menurut catatan penyedia jasa tiket Yesplis, tiket terjual mencapai 3.765. Total pendapatan dari tiket terjual melalui jasa Yesplis mencapai Rp774.881.000. Belum termasuk jika ada penjualan tiket dari platform lain.
Konser itu menghadirkan solois terkenal seperti Rizky Febian, Ardhito Pramono, hingga Mahalini. Hampir 4.000 penonton yang hadir membuat Sportorium UMY yang berkapasitas 6.000 orang cukup padat dan gegap gempita.
Kesuksesan itu mendorong manajemen Juwana Creative yang digawangi Syatia Alfarabi (Abi) dan Syatia Primananda (Nanda) untuk membuat deretan konser baru. Pada 18-19 Februari 2023 mereka kembali meraih kesuksesan dengan Jogja Koplo Festival 1 di Stadion Kridosono.
Menggandeng vendor tiket Artatix, festival koplo pertama di Jogja ini mencatat lebih dari 5.000 penonton per hari. Tidak mengherankan, belum ada acara yang menghadirkan band-band beraliran dangdut koplo dua hari penuh di Jogja. Sehingga animo pun begitu besar.
Persiapan gelaran Jogja Koplo Festival 1 sebenarnya berjalan seiringan dengan dua konser lain yakni Suara Berkala 24 Februari dan Groovy Land 4 Maret. Sayang, keduanya batal terlaksana. Kabar batalnya acara itu terbilang mendadak.
Kepada Mojok, salah satu personel Olski, Sohih Febriansyah yang menjadi salah satu bintang tamu di Suara Berkala mengungkapkan bahwa kabar batal konser justru ia dapat dari performer lain yang mengundurkan diri dari acara itu.
Juwana Creative sempat berhasil menggelar konser Sudut Baya di Pagoda Tian Ti Surabaya, 13-14 Mei 2023. Sebelum akhirnya perhelalatan acara lainnya secara berturut-turut mengalami kegagalan.
Kejanggalan bagi pihak vendor tiket
Penyedia jasa layanan tiket online, Yesplis menjalin kerja sama sejak gelaran Serasa Nada 1, konser musik pertama di bawah Juwana Creative. CEO Yesplis, Brian Ellia Aryanto mengungkap bahwa penjualan tiket acara cukup memuaskan.
“Pada saat itu kalau kami hitung, untuk operasional dan pembayaran artis, masih untung. Artinya event ini masih bagus,” ungkapnya saat Mojok konfirmasi, Sabtu (15/7/2023).
Hal itu menjadi landasan pihak Yesplis melanjutkan kerja sama dengan Juwana Creative pada beberapa agenda selanjutnya. Festival kedua Juwana Creative, Jogja Koplo Fest 1 memang menggandeng vendor lain yakni Artatix.
Namun, festival kedua itu masih terlihat menjanjikan. Mendapat animo luar biasa dari penonton. Sehingga, Yesplis kembali berkolaborasi dengan Juwana Creative pada Jogja Koplo Festival 2.
“Landasan kami Jogja Koplo Festival 1 trennya positif. Kami coba untuk Jogja Koplo Festival 2. Ternyata setelah jalan terbongkar, banyak keruwetannya,” terang Brian.
Sebagai informasi, pada gelaran Jogja Koplo Festival 2 yang akhirnya batal, tiket yang terjual lewat Yesplis sejumlah 2.130 dengan pendapatan Rp249.120.000. Menurut Brian, jumlah itu tidak mencukupi untuk kebutuhan operasional.
“Buat bayar produksi saja kalau itu tidak akan cukup,” paparnya.
Sulitnya komunikasi dengan penyelenggara
Salah satu kejanggalan yang ia temui selama bekerja sama dengan Juwana Creative adalah proses komunikasi. Menurutnya, ada beberapa pergantian pihak yang menjadi narahubung secara dadakan.
Terlebih, Brian mengaku saat beberapa konser besutan Juwana mulai batal, ia sulit menghubungi penanggung jawab acara. Ia memperlihatkan beberapa riwayat pesan yang menunjukkan kesulitan Yesplis untuk mengonfirmasi beberapa hal ke promotor.
Selama proses kerja sama, Yesplis menyediakan grup koordinasi untuk mengkomunikasikan berbagai kebutuhan acara. Termasuk penarikan uang untuk kebutuhan produksi konser. Namun, kerap pihak dari Juwana meminta penarikan dana lewat pesan pribadi.
“Untuk penarikan dana, ini kita syaratkan hanya untuk biaya produksi. Jadi kami mencegah pemasukan tiket nantinya untuk refund tiket,” katanya.
“Misal saat itu, mereka menyampaikan bukti penarikan untuk membayar guest star NDX AKA, maka kami cairkan dananya. Kalau tidak untuk produksi kita nggak berikan,” imbuhnya.
Itu merupakan langkah preventif Yesplis untuk mencegah kegagalan konser akibat dana teralih ke kebutuhan lain. Sebab, Yesplis masih memberikan ruang bagi penyelenggara acara untuk menarik dana sebelum acara berlangsung.
Bermasalah dalam mengelola dana konser
Brian melihat, yang membuat Juwana terlilit persoalan salah satunya karena menggarap terlalu banyak acara dalam kurun waktu yang singkat. Ada pendapatan dari konser tertentu yang dibebankan ke acara lain sehingga saling tindih.
“Berantakan karena mereka punya satu beban, lalu beban dibagikan ke tempat lain yang ternyata punya beban juga,” paparnya.
“Ini bukan gali lubang tutup lubang tapi gali lubang lalu ketimbun,” sambungnya.
Senada, Direktur jasa layanan tiket Artatix, Panji Pamungkas juga menemukan sejumlah permasalahan selama proses kerja sama dengan Juwana Creative. Artatix terlibat dalam beberapa pelaksanaan konser yakni Jogja Koplo Festival 1, Serasa Nada 2, Suara Berkala, dan Sudut Baya.
Artatix juga mengawali kerja sama dengan kesuksesan di acara Jogja Koplo Festival 1. Panji mengungkapkan, perhelatan selanjutnya selalu berjalan penuh persoalan.
Ia mulai menyadari persoalan saat Juwana Creative, secara sepihak membatalkan kerja sama penyediaan tiket pada acara Groovy Land yang akhirnya batal. Berlanjut, pada Suara Berkala, Artatix juga mengalami kerugian karena sudah memberikan bonus mencetak gelang tiket, tapi acara batal.
Panji juga menyoroti persoalan pengelolaan dana, Juwana Creative melakukan penarikan dana dari beberapa konser menuju rekening yang sama. Satu rekening itu digunakan untuk mengelola pemasukan dari beberapa acara berbeda. Sehingga ada potensi tumpang tindih pengelolaan antar-konser
“Dari situ terlihat bahwa manajemen keuangannya enggak beres,” katanya.
Mereka memutuskan untuk menghentikan kerja sama dan memasukkan Juwana Creative ke daftar hitam pasca-batalnya Serasa Nada 2.
Permasalahan internal yang memengaruhi konser
Salah satu persoalan yang terjadi pada gelaran acara Juwana terjadi karena di tengah jalan terdapat beberapa perpindahan penanggung jawab acara. Seperti diketahui, beberapa konser awal berada di bawah naungan Juwana Creative. Namun, konser Crowdland hingga Sebaya Festival berada membawa nama Sunshine Crv.
Brian mengungkapkan, saat kerja sama terjadi, semua konser itu berada di payung Juwana. Namun, pada perjalanannya perpindahan tanggung jawab antar-orang.
“Semua acara kita tandatangan dengan pihak Juwana. Ada perpindahan ke Sunshine itu, saat itu kami sudah ajukan MoU ulang tapi mereka belum merespons,” terangnya.
Bersamaan dengan proses kerja sama Jogja Koplo Festival, menurutnya sudah berjalan penandatanganan MoU beberapa event lanjutan seperti Crowdland, Geh Festival, Soul of October, hingga Sebaya Festival. Baru setelah permasalahan di Jogja Koplo Festival 2 mencuat, Yesplis menonaktifkan semua konser kerja sama dengan Juwana.
Yesplis sempat mengaktifkan kembali laman pembelian tiket Crowdland. Hal itu lantaran penjelasan dari Abi dari Juwana menerangkan kalau sudah ada pergantian tanggung jawab sehingga acara akan aman.
“Ternyata memang kepemilikannya masih sengketa akhirnya kita nonaktifkan lagi. Kita preventif, daripada banyak orang yang kena tipu,” ujarnya.
Untuk mencegah potensi kerugian pembeli tiket, saat ini, Yesplis telah menutup semua laman pembelian tiket untuk konser dari Juwana maupun Sunshine yang akan datang. Pada beberapa konser, sudah ada dana dari pembeli yang masuk.
Terdekat untuk Crowdland sudah ada 1.490 tiket terjual. Lalu pada Geh Festival di Lampung Agustus mendatang sudah ada 1.751 tiket terjual. Sementara untuk Sebaya Fest sudah ada 553 tiket.
Konser gagal karena salah kalkulasi bisnis
Mojok sudah mencoba menghubungi kontak-kontak Juwana Festival untuk mengonfirmasi sejumlah temuan ini. Namun hingga tulisan ini tayang, belum ada jawaban dari mereka.
Dua pentolan Juwana Creative, Abi dan Nanda hanya pernah memberikan pernyataan terbuka sekali pada konferensi pers dengan 23 Grup pada Kamis (13/7). Saat itu, Abi mengungkapkan bahwa kegagalan penyelenggaraan konser-konser ini disebabkan kesalahan kalkulasi bisnis.
“Gagal semata karena kesalahan dari kalkulasi bisnis kita,” ucapnya pada konferensi pers.
Ia mengaku sudah melakukan pembayaran uang muka kepada hampir semua bintang tamu yang ia undang. Selain itu, Abi juga mengaku bahwa konser Crowdland semula merupakan inisiasinya. Namun, di tengah jalan ada peralihan kepengurusan.
“Itu memang saya pesimis setelah kegagalan di Serasa Nada 2. Akhirnya saya mencoba menawarkan ke Gilang dan Fahmi,” terangnya.
Pada konferensi pers tersebut, pemilik 23 Grup, Calvin Bagus Pratama juga mengaku menjadi korban investasi. Ia sempat menaruh modal Rp750 juta untuk penyelenggaraan beberapa acara Juwana Creative.
Dari beberapa poster acara, tampak bahwa 23 Guard, jasa keamanan milik Calvin menjadi layanan keamanan konser. Selain itu sang owner juga menaruh modal pada acara besutan Abi dan Nanda.
“Kami ada bukti transfer, yang saya transfer ke rekening Abi dan Mas Nanda. Lalu saya juga ada surat perjanjian dan masih ada lagi bukti-bukti lainnya,” terang Calvin. Selepas itu, Mojok mencoba mewawancarai Calvin untuk meminta keterangan lebih lanjut mengenai skema kerja sama yang ia jalani. Namun sampai tulisan ini tayang, Calvin belum berhasil kami wawancara.
Konser gagal, refund belum tahu kapan
Sampai saat ini, masih ada lebih dari seribu pembeli tiket yang belum mendapatkan refund. Salah satu korban terbanyak berasal dari acara Serasa Nada 2. Vira, perwakilan dari pembeli tiket Serasa Nada 2 mengungkapkan awalnya Abi memberi janji untuk segera mengembalikan uang tiket.
“Di Instagram ada pengumuman refund mulai tanggal 30 Mei, proses selama 14 hari kerja. Tapi sampai sekarang baru 20 orang yang mendapat pengembalian. Total saya berkoordinasi dengan dua grup WhatsApp korban dengan total anggota mencapai 2.000,” ujar Vira.
Mengenai hal tersebut, Abi mengaku belum bisa memastikan kapan proses pengembalian dana akan usai. Namun, ia mengungkapkan akan bertanggung jawab mengembalikan sepenuhnya hak-hak penonton.
Selain Serasa Nada 2, tercatat ada 2.130 pembeli tiket Jogja Koplo Festival 2 yang sedianya berlangsung 1 Juli lalu. Nasib pengembalian tiket mereka pun belum pasti.
Menghelat festival musik jangan pakai pendekatan bisnis kuliner
Terdekat, para calon penampil di Crowdland juga sudah memutuskan undur diri. Masih ada beberapa yang menunggu kepastian dari panitia, meskipun hampir pasti konser gagal.
Fahmi Muzaki, salah satu personel band Rebellion Rose yang sedianya akan tampil di Crowdland mengaku sampai saat ini terkendala komunikasi dengan pihak penyelenggara. Pihaknya lebih sering mengonfirmasi terlebih dahulu.
Hal senada juga disampaikan drummer band Skandal, Argha Mahendra. Sejauh ini, ia merasa panitia saling lempar tanggung jawab ketika ia tanya perihal kejelasan acara.
“Manajerku coba hubungi pihak Crowdland itu lempar-lemparan gitu,” jelasnya.
Menurut data Yesplis, tiket Crowdland sudah terjual sebanyak 1.490. Jika batal, pembeli berpotensi mengalami kendala pengembalian dana mengingat beberapa konser sebelumnya juga serupa.
Pegiat musik Jogja, Bayu Kristiawan berpendapat Crowdland merupakan titik puncak keresahan publik pada Juwana Creative. Baginya, potensi batalnya konser yang sedianya akan menampilkan deretan band beraliran rock ini memunculkan dugaan, bahwa sejatinya promotor tidak serius menghelat acara sejak awal.
“Jadi ada indikasi dia enggak serius. Kalo emang kesalahan bisnis harusnya yang belum tuntas diberesin dulu,” papar pengelola Koloni Gigs ini.
Persoalan yang terjadi di konser-konser garapan Juwana Creative menyita perhatian publik penikmat musik. Pengamat musik, Nuran Wibisono mengungkapkan bahwa promotor ini terbilang nekat.
Kesuksesan menghelat acara pertama tidak serta merta menjadi alasan yang tepat untuk membuat acara lanjutan secara beruntun. Godaan meraih keuntungan besar secara singkat menjadi salah satu hal yang mungkin promotor alami.
“Aku membayangkan mereka pakai pendekatan bisnis kuliner. Ramai dalam waktu enam bulan, langsung bikin cabang. Tapi ini kan dua bisnis yang berbeda, ya. Pendekatannya juga jelas sangat berbeda,” ujarnya.
Baginya, bisnis pertunjukan musik merupakan bidang yang tidak bisa dikerjakan cepat dan asal-asalan. Idealnya, festival musik dengan penyelenggaran yang rapih dan maksimal pengerjaannya mencapai setahun. Beberapa festival besar di Indonesia, seperti Prambanan Jazz hingga Synchronize Festival merupakan acara tahunan.
Jogja jadi lahan basah acara musik
Menilik Juwana Creative, lima dari sebelas acara mereka berlangsung di Jogja. Selain karena promotor ini bermarkas di Bantul, Jogja memang menjadi lokasi yang begitu ideal untuk perhelatan musik skala besar.
Nuran berpendapat Jogja punya lokasi yang strategis untuk dijangkau penonton dari berbagai daerah. Ada banyak moda transportasi memadahi untuk menuju ke lokasi ini.
Selanjutnya, Jogja punya pangsa pasar yang besar. Banyak anak muda yang tinggal di wilayah ini. Sebagian memang terkenal punya kegemaran pada dunia musik.
Hal itu diperkuat dengan potensi Jogja yang memiliki banyak wisata lain. Para penikmat musik yang datang bisa sekaligus menikmati beragam destinasi kuliner yang kota ini tawarkan.
“Jadi misal berangkat Jumat dari kotanya, Sabtu nonton musik, minggu bisa jalan-jalan. Entah itu kulineran, ke pantai, atau main ke tempat wisata lain,” katanya.
Potensi Jogja sebagai melting pot penikmat musik, menurut Nuran bisa tercoreng dengan keberadaan penyelenggara acara yang tidak cermat. Penonton bisa mengalami krisis kepercayaan untuk membeli tiket festival musik.
“Repotnya lagi kalau ada satu EO bermasalah yang kemudian dikaitkan dengan satu kota. Itu juga bisa merusak reputasi teman-teman EO di kota itu, yang sudah dulu berkiprah dengan baik. Nila setitik, rusak susu sebelanga dalam arti sebenarnya,” pungkasnya.
Reporter : Hammam Izzuddin, Khoirul Atfifudin
Penulis : Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mempersoalkan EO Konser Musik Luar Kota yang “Menjajah” Solo dan Faktor Gibran Rakabuming