Curhatan Mereka yang Bernasib Sial karena Tertipu Konser Bodong

Ada yang kapok beli tiket konser jauh-jauh hari.

Curhatan Mereka yang Bernasib Sial karena Tertipu Konser Bodong. MOJOK.CO

Ilustrasi Curhatan Mereka yang Bernasib Sial karena Tertipu Konser Bodong. MOJOK.CO

Bayangkan saja, sudah jauh-jauh hari beli tiket, booking hotel, eh tinggal beberapa hari ada pengumuman konser batal. Lebih sial lagi, janji refund tiket dari konser bodong ini cuma janji omong kosong.

***

Tiga konser yang batal semua

Diandra Ika (26) benar-benar marah dengan konser bodong yang menipunya. Tidak tanggung-tanggung, 3 konser di Jogja yang ia beli tiketnya batal semua. 

Tiga konser itu Rock2RoadShow, Serasa Nada, dan CrowdLand Festival. Jika ditotal, ia rugi sekitar Rp800 ribu-Rp900 ribu. Uang refund dari promotor hanya janji-janji kosong, sampai saat ini belum ada kepastian.

Mengenai Rock2RoadShow, acara ini sebenarnya akan berlangsung di Bali, Palembang, dan Yogyakarta. Tadinya di Palembang dan Yogyakarta, konser akan berlangsung Maret 2023. Kemudian promotor mengumumkan konser bergeser menjadi Mei 2023. Namun, pada akhirnya pertunjukan ini berujung pada konser yang batal.

Sedangkan di Bali konser ini meski terlaksana, tapi banyak sekali cibiran yang mengiringinya.

“Rock2RoadShow yang di Bali udah jalan. Tapi pas aku baca komen-komen di Instagram itu nggak ada penjagaan yang ketat. Itu kan eventnya di pantai. Jadi yang punya tiket dan nggak itu nggak ada bedanya. Bahkan pihak tenantnya banyak yang rugi karena banyak yang nggak beli,” kata Diandra.

Awalnya perempuan yang suka datang ke konser itu ingin sekali menonton Superman Is Dead di Road2RockShow, Yogyakarta pada 07 Mei 2023. Tapi sialnya malah pihak penyelenggarakan membatalkan H-4 sebelum acara berlangsung. Bukan hanya Diandra saja yang kegocek, setidaknya ada 7 orang temannya yang telah membeli tiket Road2RockShow di Yogyakarta.

Minta penjelasan malah kena blokir penyelenggara

Pihak penyelenggara memang telah menjanjikan refund di tanggal 01 juni – 30 Agustus. Tapi hingga kini ia dan kawan-kawannya belum sepenuhnya mendapatkan kejelasan. Diandra telah menuntut uang refund melalui narahubung dan Instagram Road2RockShow, hanya saja pihak penyelenggara malah memblokirnya.

Pengumuman dari promotor atau penyelenggara Rock2roadshow di Instgram mereka.

Bahkan Diandra sebenarnya sudah mengantongi sejumlah nama-nama orang yang terlibat di event ini beserta pekerjaannya, tapi ia sendiri cukup pesimis lantaran event ini skalanya masih kecil.

“Ini Rock2roadshow aku udah up ke media dan bikin thread segala macem tapi peminatnya juga dikit. Jadi mau viral itu susah apalagi aku nggak ada power,” imbuhnya kepada Mojok, Kamis, (13/07). 

Selain Rock2RoadShow, ia juga kena tipu konser Serasa Nada dan CrowdLand Festival. Bahkan untuk CrowdLand Festival ia mengaku telah menyiapkan segala keperluan termasuk OOTD. Ia mendadak beli kaos band The SIGIT yang rencananya akan ia kenakan 30 Juli mendatang. “Eh malah acarane cancel, ra sido ngayari,” keluhnya.

Pengumuman batal konser H-1

Bukan hanya Diandra saja yang tertipu konser Serasa Nada yang akan berlangsung pada 27-28 Mei 2023. Banyak korban lain juga, salah satunya adalah Indah (27). Perempuan kelahiran Pacitan ini awalnya mengatakan sudah mempersiapkan segala macam untuk menghadiri Serasa Nada di Yogyakarta. Tapi nasib apes datang, H-1 muncul pengumuman konser batal.

Teman-teman Indah sudah mewanti-wantinya agar berhati-hati untuk membeli tiket Serasa Nada. Karena temannya itu telah tertipu konser Suara Berkala, yang pihak penyelenggaranya masih sama, yaitu Juwana Creative.

Tapi ia tetap keukeuh karena melihat daftar guest star-nya bagus-bagus. Indah ingin sekali menyaksikan Tiara Andini yang baru-baru ini ia kagumi. 

Indah sudah mempersiapkan diri dengan maksimal. Motor yang akan ia gunakan perjalanan dari Pacitan ke Jogja sudah ia servis. Indah juga mengeluarkan uang Rp300 ribu untuk memesan hotel selama menginap di Jogja.

“Kesel banget sih. Kebetulan saya dari jam 1 malem mantengin story Instagram Serasa Nada, ternyata bener batal. Padahal udah mau berangkat H-1. Awal Mei juga udah prepare mau pakai apa, janjian sama temen,” curhatnya kepada Mojok, Jumat (14/07). Namun, karena acara batal, ia memilih tidak ke Jogja. Dengan berat hati, kamar hotel yang ia pesan juga tidak ia pakai. 

Refund tiket yang tak ada kepastian dari konser bodong 

Korban penipuan tiket konser bodong bukan hanya terjadi baru-baru ini. Setidaknya tahun lalu sudah ada beberapa event yang turut batal dan hingga kini uang penonton belum kunjung di-refund. Salah satunya adalah acara Gudfest yang akan berlangsung di Jakarta. 

Sebagai pekerja ibu kota, Mela Angelina menyatakan Gudfest ini problematik yang membuat ia dan teman-temannya tertipu tiket dengan total Rp5.400.000. Padahal pihak penyelenggara menjanjikan refund sampai dengan 30 April 2023.

“Awalnya akan berlangsung pada 18-20 November 2022, lalu diundur pada 19 Maret 2023 dan pada akhirnya batal. Bahkan sebelum batal, suguhan line up di Maret 2023 berbeda dengan line up Gudfest pada November 2022,” kata Mela Angelina kepada Mojok, Jumat, (14/07).

Terpantau dari komentar di IG Gudfest, sampai bulan Juli ini belum ada kejelasan refund tiket.

Sudah setahun sejak penjualan tiket, Gudfest masih belum menuntaskan uang refund kepada pembeli tiket. Mela mengatakan statement Gudfest yang menyatakan bahwa pihaknya telah merefund 50% uang pembeli tiket adalah kebohongan. 

Sebab di grup Telegram yang isinya adalah korban penipuan tiket konser itu dengan jumlah sekitar 2.000-an orang. Sebagian belum mendapat pengembalian tiket. “Mungkin sekitar 90% lebih yang belum di-refund,” tuturnya.

Mela juga mengatakan bahwa pentolan Gudfest, yakni Bimo merupakan orang yang tidak hanya menipu satu event saja. Bahkan selain Gudfest, Bimo Nugroho selaku Founder GUDlive (promotor Gudfest dan Loudlive) telah menipu pembeli tiket di acara Loudlive yang sebenarnya akan berlangsung di Yogyakarta pada 02-03 Desember di Prambanan, Yogyakarta.

Persiapan nonton konser sudah sempurna

Salah satu korban Loudlive bernama Risma Handayani (27) bercerita kepada saya bahwa dirinya rugi sekitar Rp4 jutaan akibat event itu. Karena sebagai pekerja di Jakarta, jauh-jauh hari ia menyiapkan segala keperluan untuk pergi ke Jogja.

Awalnya Risma berencana bersama teman kuliahnya untuk menonton Loudlive. Ia sangat mengincar untuk menonton Kodaline. Segala keperluan telah ia siapkan dari mulai cuti hingga memesan tiket transportasi. 

“Susahnya minta ampun mau ambil cuti di kantor saya. Karena saya kerja shift-shiftan, dan harus cari pegawai lain yg mau gantiin saya di hari itu.”

Lalu mengenai tiket transportasi, ia mengaku telah memesan tiket kereta dan pesawat. Kereta untuk keberangkatannya. Sedangkan pesawat untuk mengantarkannya kembali ke ibu kota karena harus buru-buru pulang keesokan harinya untuk berangkat kerja ke kantor.

Dan berhubung acara batal sekitar H-7, uang transportasi tidak bisa di-refund. Risma akhirnya tetap memaksakan berangkat ke Jogja. “Pas sampai sana (Jogja), saya makin emosi aja bawaannya, nggak bisa nikmatin liburan ke Jogja sama sekali,” katanya kepada Mojok, Minggu, (17/07) .

Minta usut tuntas promotor konser bodong!

Dari keempat narasumber yang saya wawancarai, kurang-lebih sama bahwa mereka masih ada harapan agar pihak penyelenggara mengembalikan uang milik calon penonton konser. Tapi kalaupun tidak bisa, setidaknya dalang dan juga orang-orang di balik gagalnya berbagai event itu bisa diusut secara tuntas.

Mengenai bagaimana cara agar bisa membawa orang-orang yang bertanggungjawab ke jalur hukum, Rangga Widigda, Managing Partner RWP Law Firm, pernah membuat thread akan hal ini. Tapi yang jelas individu maupun kelompok bisa membuat aduan. 

“Pengajuan kalau yang mengajukan sendiri ya gratis, tapi kalau pakai kuasa hukum ya biaya ke kuasa hukumnya. Seingat saya gratis, atau minim kalau pun ada,” imbuhnya.

Hanya saja Rangga menambahkan bahwa ketika mendengar kata “hukum” ada kesan yang ribet dan berbelit-belit. “Kesannya (hukum) sesuatu yang ribet, melibatkan kepolisian dan segala macam. Padahal nggak selalu. Kemungkinan sih kalau dari saya karena pengetahuan dan stigma hukum,” ujarnya.

Kata pengamat soal tiket OTS sebagai solusi

Nuran Wibisono selaku pengamat musik turut memberikan tanggapan. Bahwa ia mengatakan banyak orang-orang yang tergiur untuk membuat acara musik. Tapi mereka tidak mau mempertimbangkan berbagai hal dan risikonya. Sehingga membuat acara musik itu menjadi gagal.

“Mereka yang gak punya pengalaman bikin acara besar, mendadak nekad bikin acara besar karena tergiur dengan keuntungan finansial di depan mata. Padahal pengalaman dan kemampuan belum sampai di level sana. Akhirnya ambyar,” ujarnya.

Padahal menurut Nuran, melihat gagalnya acara musik itu permasalahannya kurang lebih sama yaitu terkait dana berantakan, izin tidak turun, atau masalah-masalah serupa. 

Banyaknya konser bodong, membuat muncul fenomena membeli tiket on the spot (OTS). Keempat narasumber Mojok rata-rata akan selektif lagi untuk membeli tiket jauh-jauh hari. Membeli tiket konser on the spot adalah pilihan daripada tertipu atau konser batal. 

Nuran selaku pengamat musik mengakui ide itu cukup menarik. Namun, pilihan itu juga berisiko.

“Yang paling terlihat itu risiko kerumunan. Bayangkan kalau misalkan sebuah festival musik menarik sekitar 10 ribu pembeli. Kalau OTS (diasumsikan OTS hanya dijual di hari H), ada kerumunan 10 ribu orang yang antre beli tiket. Bisa jadi rawan dan menimbulkan chaos.”

Tapi melihat risiko itu, Nuran pun turut memberikan solusi, “Ini mungkin bisa diakali dengan sistem antrean. Misal pembeli dengan nomor antrean 1-3.500 beli tiket di H-3. Nomor 3.501 – 7.000 beli tiket di H-2, dan 7.001-10.000 bisa beli di H-1. Ini mungkin bisa lebih aman,” imbuhnya.  

EO harus membangun reputasi

Tapi tetap, walaupun ada solusi berupa membeli tiket OTS, para EO-EO yang baru ingin merintis bisnis ini harus membangun sebuah reputasi. Seperti halnya yang disampaikan Nuran. “Kota Roma kan gak dibangun dalam sehari. Bikin acara skala kecil dulu dengan sebaik mungkin, bangun fanbase dan kepercayaan publik, serta artisnya,” ujarnya.

Nuran pun melanjutkan ketika berhasil di skala kecil geser ke skala menengah.  Setelahnya, meningkat ke skala menengah dan kalau sukses beralih ke skala yang besar. Di mana dari situ EO sudah bisa belajar dengan baik soal manajemen pertunjukan.

“Nanti setelah beberapa kali bikin acara skala menengah dengan baik, mungkin bisa coba meningkat dengan bikin acara skala besar. Di situ memang tantangannya. Bisa gak dia mengaplikasikan gagasan, ide, dan eksekusinya yang selama ini di level menengah, untuk dijadikan di skala yang lebih besar,” tutupnya.

Reporter: Khoirul Atfifudin dan Hammam Izzuddin
Penulis: Khoirul Atfifudin

BACA JUGA Mengungkap Kejanggalan di Balik Deretan Konser Gagal di Jogja yang Rugikan Ribuan Korban

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version