Perempuan sakti
Dalam alam sejarah, mungkin, Nyi Ageng Serang adalah sosok paling terkenal dari keluarga Pangeran Serang. Namanya melintang jauh melebihi suaminya, Pangeran Serang I dan anaknya, Pangeran Serang II. Dua nama ini sejatinya juga berada di barisan Diponegoro dalam Perang Jawa.
Carey, dalam Kuasa Ramalan, menuliskan bahwa Pangeran Serang II telah memimpin pasukan berisi 500 orang di Kawasan Serang-Demak dalam masa-masa awal Perang Jawa. Sosok pangeran ini juga pernah diangkat Diponegoro sebagai salah satu panglima perang.
Kembali ke Nyi Ageng Serang, sosok ini disebut dalam berbagai literatur memimpin perang dengan cara bertandu. Hal ini mengingat usianya yang sudah renta tatkala Perang Jawa dimulai. Laman Kundha Kabudayan DIY menuliskan bahwa Nyi Ageng Serang telah berusia 73 tahun pada 1825. Ia disebut meninggal pada tahun 1838.
Sementara di Kuasa Ramalan, Carey menyebut masa hidup perempuan hebat ini merentang dari sekitar tahun 1769 hingga 1855. Jika merujuk ke pendapat ini, maka pada tahun 1825 tatkala perang dimulai, Nyi Ageng Serang telah berusia 56 tahun dan meninggal di usia 89 tahun. Ia juga disebut-sebut memiliki masa hidup lebih lama dibanding putra dan suaminya.
Carey juga memberikan penjelasan menarik soal kenapa perempuan ini begitu disegani dalam palagan Perang Jawa. Perempuan pertapa, demikian sebut Carey. Ia terkenal dengan kasekten luar biasa yang didapatkannya lewat laku semadi dalam waktu yang panjang di gua-gua pantai selatan Jawa.
Carey juga menuliskan bagaimana ia sering membagi-bagikan jimat berupa, lempeng tipis tembaga, timah, dan perak tempaan sepanjang tiga inci dan lebar satu inci yang dibalut dengan ayat-ayat suci.
Dalam percakapan kami, Suwaldi mengatakan bahwa mulanya ada wacana untuk memakamkan Nyi Ageng Serang di Astana Girigondo. Namun, pernyataan ini tentu aneh jika mengingat bahwa Nyi Ageng Serang meninggal sebelum dibangunnya Astana Girigondo pada tahun 1900.
Satu hal yang pasti, perempuan sakti yang namanya kini diabadikan menjadi nama rumah sakit ini tidak meninggal karena pertempuran perang. Ia meninggal karena usia tua. Tempat yang disebut Bukit Traju Mas ini, sebut Suwaldi, dipilih sebagai makam karena di tempat inilah dulunya Nyi Ageng Serang pernah mendirikan markas semasa berjuang dalam Perang Jawa.
***Â
Dua rombongan telah keluar dari area makam utama. Kini saatnya saya masuk dan berziarah. Saya sengaja masuk ke ruangan utama tempat makam Nyi Ageng Serang berada. Setelah rangkaian doa saya ucapkan, saya beranjak keluar dan berniat berbincang lebih lama dengan Suwaldi.
Tanpa diduga, suasana selasar yang tadinya cukup ramai telah sepi. Rombongan peziarah sebelumnya telah pergi, begitupun dengan Suwaldi dan cucunya. Saya berputar-putar di area makam untuk menemukan sosok sang juru kunci tadi dan hasilnya nihil.
Sore itu, saya meninggalkan area makam dengan kawalan tatapan tajam lukisan Nyi Ageng Serang yang tergantung di dinding luar. Tatapan tajam dari sosok perempuan pertapa yang kelak memiliki keturunan hebat bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara.
Reporter: Syaeful Cahyadi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Panembahan Seloning, Adu Mancing, dan Pelarian Majapahit yang Memilih Bertapa