Mungkinkah Dukcapil Buka Sampai Malam dan di Akhir Pekan?

Dukcapil mojok.co

Mengetahui tujuan saya, Pak Purnomo, pengemudi ojek online yang menjemput di Terminal Jombor, bertanya sambil menawarkan bantuan. “Kesusu (terburu-buru) ya, Mas? Ini saya ngebut ya,” ujarnya. “Sudah mau tutup lho.”

Saya hendak ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Sleman, Kamis (25/11), siang bolong itu. Jam menunjukkan 11.25 WIB. “Nggak kok, Pak. Biasa saja,” jawab saya.

Patokan saya cuma pengumuman jadwal layanan di situs Dinas Dukcapil Sleman. Pak Purnomo mungkin juga belum baca jadwal baru itu, bahwa sejak Senin (22/11) layanan dinas itu dibuka pada jam 08.00-14.00 untuk Senin sampai Kamis dan 08.00-11.00 di hari Jumat.

Kantor Dukcapil Kab. Sleman. Foto oleh Arif Hernawan/Mojok.co.

Seperti kebanyakan dari kita, Pak Purnomo menganggap jam 12 siang adalah batas akhir layanan publik di pemda. Lewat dari itu, siap-siap harus kembali esok hari untuk mengurus data penduduk, seperti KTP, akta, dan kartu kelahiran.

Itu pula yang dirasakan warganet, seperti diwakili akun Twitter @prima_sulistya saat hendak mengurus kartu keluarga (KK) baru. Ia menyoal durasi layanan Dinas Dukcapil dan susahnya mengakses layanan secara daring.

“Jam pelayanan kantor pemerintah kok dari jam 8-12, bahkan jam 8-10. Lawak,” begitu salah satu cuit Prima, Rabu (17/11).

Cuitan itu ramai direspons puluhan ribu warganet hingga viral. Unggahan tersebut juga menjadi momen pelepasan keluh kesah dan sambat atas layanan kantor publik— bukan hanya dukcapil, tak hanya di Sleman.

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, pun ikutan menanggapi. “Sy membaca semua masukannya, sangat membantu. Maturnuwun,” cuit dia lewat akun @KustiniKSP.

“Jam kerja semua pegawai tetap sama, sampai sore, juga tidak WFH. Volume layanan tetap paling banyak se-DIY. Saat ini pelayanan Dukcapil Sleman diarahkan via online.”

Cuitan Kustini diikuti perubahan jadwal layanan Dinas Dukcapil Sleman yang buka hingga lebih siang tersebut. Saat dikonfirmasi wartawan, Kustini menjelaskan lebih lanjut bahwa layanan dinas dibatasi di tengah pandemi Covid-19.

“Memenuhi protokol kesehatan masa PPKM jam pelayanan tatap muka di Dinas Dukcapil memang dibatasi untuk mencegah kerumunan,” kata dia melalui jawaban tertulis.

Meski dibatasi, kata dia, layanan juga dibuka secara online dan berupa jemput bola ke kelurahan dan tempat publik.

Menurutnya, cuitan Prima bukanlah komplain, melainkan sebuah pertanyaan karena ketidaktahuan. Tidak semua komplain di medsos, kata dia, adalah aduan, bisa jadi juga konsultasi dalam mengurus administrasi penduduk.

Kendati begitu, sejak “pertanyaan” itu viral, Kustini meminta layanan Dukcapil Sleman diperpanjang. “Jam pelayanan mulai Senin, tanggal 22 November 2021 akan ditambah durasinya yaitu Senin-Kamis jam 08.00-14.00,” kata dia.

Ia mendorong warga memanfaatkan layanan secara daring. Sebelum pandemi, beberapa layanan juga sudah diarahkan secara online. Langkah ini, menurut dia, sebagai upaya Pemkab Sleman menuju Smart City—seperti ditunjukkan dari sejumlah baliho di kabupaten ini.

***

Jelang tengah hari itu, Dinas Dukcapil Sleman masih ramai. Sekitar dua puluh orang masih duduk di teras kantor yang dilayani oleh empat petugas informasi administrasi kependudukan (adminduk). Petugas honorer berompi biru ini disiapkan kantor Dinas untuk “mencegat” para warga guna diperiksa kelengkapan syarat administrasi yang akan diurus.

Setelah syarat lengkap, mereka baru diberi nomor antrean untuk mengurus. Di dalam kantor, sekitar sepuluh warga menanti giliran panggilan. Sumiyati, warga Ngaglik, yang mengurus akta kelahiran untuk anaknya juga baru tahu, Dinas tak ditutup jam 12.00.

“Tadi datang jam 11-an. Ya, kesusu. Tapi baru tahu katanya lewat jam 12 masih bisa. Kalau nggak ngurus ini, ya nggak tahu (jadwalnya diperpanjang),” kata dia sambil tersenyum.

Suasana di Dukcapil Kab. Sleman. Foto oleh Arif Hernawan/Mojok.co.

Muhammad Didin, 23 tahun, yang hendak mengurus KTP elektroniknya yang hilang juga mengira jam layanan rampung persis saat matahari di atas ubun-ubun. Padahal, setelah mengurus surat bukti kehilangan, KTP itu bisa dicetak lagi di anjungan Dukcapil mandiri—mirip ATM—yang tak terikat jadwal kantor.

”Lha, tidak tahu cara ngurus dan jadwalnya. Di desa sama kecamatan malah lebih lama ngurusnya,” kata Didin, menunjukkan surat pengantar yang sebenarnya tak diperlukan itu.

Dinas Dukcapil Sleman memiliki sembilan loket layanan yang terbagi di dua gedung. Selain info nomor loket, terpampang call center nomor HP dari kepala Dinas dan petugas tiap bagian.

Namun, tak terlihat jam jadwal layanan di teras gedung. dan hanya sebagian syarat administrasi dipasang—info kompletnya tertulis di dalam kantor. Sebelum mengurus, warga umumnya bertanya pada petugas rompi biru.

Tepat jam 12.00, pelayanan masih berlangsung. Petugas pun tak terlihat meninggalkan tempat untuk makan atau salat secara serempak. Meski dibolehkan, petugas harus beristirahat secara gantian. Sejam kemudian, warga yang mengurus layanan masih bergantian datang dan mengantre. Jumlahnya belasan. Satu jam terakhir dari jadwal tutup, petugas layanan di teras kantor itu sudah mulai bisa menyambi ngobrol dengan rekan kerja dan warga.

Wawan, salah satu petugas informasi adminduk, bilang sudah biasa dengan komplain dari warga, baik secara langsung maupun di media sosial. “Setiap hari saya nglayani 250 orang dan tidak ada komplain. Kalau ada satu yang komplain, ya bandingkan saja sama yang tidak komplain,” kata dia.

Kebanyakan warga yang ke Dukcapil, menurut dia, “Psikologinya kesusu.” Soalnya mereka hendak mengurus dokumen yang sesegera mungkin digunakan untuk berbagai keperluan. “Jadi mau jam layanannya panjang atau pendek, sama saja sebenarnya, ya tetap saja selalu terburu-buru.”

Menurut dia, jangan bayangkan jika jam layanan usai jam 12 petugas langsung pulang atau santai-santai. “Kami tetap bantu petugas yang di dalam. Entry data,” ujar Wawan yang menutup pintu kantor tepat di jam 14.00.

Kepala Dinas Dukcapil Sleman, Susmiarto, juga menjelaskan, layanan jam 8-12 itu jadwal selama pandemi karena ada ketentuan protokol kesehatan dan pembatasan.

Dengan adanya pelonggaran pembatasan belakangan ini, Susmiarto menyebut sudah berencana mengembalikan jadwal layanan seperti sebelum pandemi, yakni tutup jam 14.00.

“Sebenarnya (jadwal mau dikembalikan pada) Desember. Tapi karena ada momentum (cuitan) itu, kami implementasikan sekalian,” kata Susmiarto kepada Mojok.co.

Menurut dia, jumlah permohonan dokumen kependudukan sebelum dan selama pandemi ini stabil. Demikian pula warga yang hadir ke Dinas Dukcapil tak banyak berubah, lebih dari 150 orang per hari—berkurangnya paling 20 persen karena situasi pandemi.

Pihak kelurahan sebenarnya telah didorong untuk membuka juga layanan kependudukan, tapi baru 8 kelurahan yang bisa dan itu pun bergantung petugasnya.

“Dulu datang ke Dukcapil lewat jam 12 orang kecele, sekarang layanan masih ada. Pegawai istirahatnya gantian,” katanya.

Susmiarto mengakui layanan online juga kerap terkendala, terutama kesulitan mendapat nomor token. “Kadang-kadang jaringan sinyal nggak bagus. Tidak keluar nomor token dan harus diulang. Ini kendala, akan kami perbaiki pada 2022,” tuturnya.

Dukcapil Kota Yogyakarta bahkan mengoptimalkan layanan daring melalui Whatsapp. Dari yang semula 24 jam, layanan ini kini ditentukan jam 8-10, meski dapat ditutup saat kuota terpenuhi—sekitar 200-250 untuk tiap pemohon KK dan KTP.

Bram Prasetyo, Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Dukcapil Kota Yogyakarta, menyebut warga biasanya belum paham bedanya jam layanan dan jam kantor dinas.

Jam layanan pun dibedakan lagi antara masa pendaftaran dan pemenuhan kelengkapan. Pemohon diberi kesempatan hingga jam 13.30 untuk melengkapi syarat permohonan yang kurang. Jika tidak terpenuhi, permohonan dibatalkan dan harus diulang.

Adapun jam kantor itu pada Senin-Kamis hingga 15.30—berbeda dari yang terpampang di situs yakni hingga jam 15.00. “Warga tetap datang biasanya untuk konsultasi atau komplain layanan online kok nggak bisa. Ini biasanya karena literasinya belum optimal,” kata Bram.

Baharuddin Kamba, Forum Pemantau Independen Kota Yogyakarta, menyebut layanan publik yang kerap dikeluhkan warga selama pandemi ini adalah soal bansos dan dukcapil. Layanan daring yang kerap disebut jadi andalan kenyataannya belum memuaskan.

“Kuotanya sering penuh, sering error dan susah diakses, sehingga warga tetap harus sering bolak-balik ke Dukcapil. Padahal ada warga DIY yang beda wilayah, jadi jauh dan makan biaya,” kata dia.

Selama ini warga juga masih menemukan layanan Dukcapil yang tak optimal. Antara lain jam layanan tak sesuai jadwal, hingga keterbatasan petugas karena terlalu sibuk bahkan tidak ada di tempat saat jam kerja untuk urusan pribadi seperti takziah.

Menurutnya, kondisi pandemi bukan jadi alasan untuk tidak memberi layanan terbaik pada warga. “Jam layanan itu harus sampai sore. Bahka bisa di malam hari atau akhir pekan, seperti lewat layanan drive-thru, dengan pertimbangan teknologi, SDM, dan sosialisasinya,” kata Kamba.

Atas usulan layanan di malam hari dan akhir pekan itu, seperti juga disampaikan sejumlah warga dan netizen, pihak Dukcapil tak keburu menampik, meski juga tak langsung oke.

“Usulnya bisa diterima, itu usulan bagus. Tapi tugas kami harus ditunjang sistem jaringan dan database yang aman dan itu harus di kantor. Sementara kami ada aturan jam kerja,” kata Bram dari Dukcapil Kota Yogyakarta.

Sementara Susmiarto menjawab usulan itu tergantung petugas Dukcapil Sleman. “Kalau malam, personel kami yang diandalkan terbatas. Kalau akhir pekan masih mungkin tapi perlu dukungan sumber daya yang memadai agar personel nyaman bekerja,” tuturnya.

BACA JUGA Sate Petir Pak Nano: Menatap Couple Goals Sambil Berurai Air Mata dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version