Modin Perempuan, Pengurus Jenazah Perempuan yang Kian Dibutuhkan

Modin perempuan mojok.co

Kegitan Siti Asmaiyah saat mengurus jenazah. (Nurfitriani/Mojok.co)

Modin biasa kita temui di kampung-kampung. Tugasnya berhubungan dengan aktivitas keagamaan. Mulai dari pengajian, pernikahan, hingga pengurusan jenazah. Jika dibandingkan dengan modin laki-laki, tugas modin perempuan jauh lebih sedikit. Tugas yang paling krusial dari modin perempuan adalah mengurus jenazah perempuan.

***

Ketua MUI Kabupaten Gresik Mansoer Shodiq suatu ketika pernah mengungkapkan bahwa Gresik kekurangan modin perempuan. “Di sejumlah pemukiman baru, kalau ada yang meninggal dan kebetulan wanita, seringkali kesulitan tenaga yang merawat jenazah,” tutur Mansur, seperti dilansir Liputan6.com.

Sosok modin sendiri di sebuah desa tugasnya amat penting. Modin berperan sebagai perangkat desa yang berkaitan dengan dakwah Islamiyah. Di beberapa daerah sebutan yang familiar dari modin kita kenal sebagai Pak Kaum.

Yang paling kentara, modin selalu dibutuhkan dalam dua momen penting, yaitu pada saat pernikahan dan kematian. Tugas modin dalam pernikahan mencakup pendaftaran administrasi di KUA hingga kedua mempelai tercatat sebagai pasangan suami istri yang sah dan diakui oleh negara.

Sedangkan perihal mengurus kematian, modin berperan dalam hal memandikan, mensalatkan, hingga talqin (mengingatkan kembali sesuatu kepada orang yang baru saja dikubur) jenazah pada saat dimakamkan. Pada momen kematian ini, terdapat perbedaan khusus antara jenazah laki-laki dan perempuan. Jenazah laki-laki harus dimandikan dan disalatkan oleh modin laki-laki begitupun sebaliknya. Nah, di sinilah pentingnya peran modin perempuan.

Yang Penting Tatag

“Dulu bersedia karena modin perempuan sebelumnya meninggal, terus tidak ada lagi yang mau, akhirnya saya merasa terpanggil untuk jadi modin perempuan,” kenang Sri Sunarti (55) saat saya berbincang dengannya ihwal awal mula menjadi modin perempuan di kelurahan Singosari, Kebomas, Gresik.

Sejak tahun 2002, Sri Sunarti memiliki tanggung jawab untuk memandikan jenazah perempuan yang meninggal di kelurahannya. Meski tidak tercatat secara dalam struktural di kelembagaan desa seperti modin laki-laki, namun posisinya sebagai modin perempuan telah diakui oleh masyarakat.

Jika modin laki-laki memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam semua kegiatan keagamaan, mulai dari kelahiran, pernikahan hingga kematian, maka modin perempuan hanya terlibat saat mengurus kematian jenazah perempuan.

Bicara mengenai tugas modin, profesi ini menuntut waktu 24 jam untuk melayani masyarakat. Sebanding dengan meningkatnya jumlah penduduk, selalu ada yang menikah dan meninggal setiap waktu. Segala kebutuhan administrasi diupayakan modin untuk dapat melangsungkan pernikahan dengan lancar.

Modin perempuan saat menyiapkan kain kafan untuk jenazah. (Nurfitriani/Mojok.co)

Selain itu seorang modin harus siap bila sewaktu-waktu ada permintaan untuk mengurus jenazah saat ada kematian. Inilah yang dirasakan oleh Moch. Shodiq (64) sebagai modin laki-laki di Kelurahan Singosari, Kebomas, Gresik.

“Meski posisinya malam hari, kalau ada yang meninggal dan keluarga minta segera untuk dimandikan ya kita harus berangkat,” paparnya.

Berbekal cairan antiseptik, sarung tangan medis, baju koko, kostum APD (jika jenazah covid), Moch. Shodiq siap melaksanakan tugasnya. Keluarga jenazah cukup menyiapkan kain kafan, tempat memandikan, kapur barus, minyak wangi dan tikar sebelum jenazah dimandikan dan dikafani.

Sama seperti Sri Sunarti, pengangkatan Moch. Shodiq menjadi modin pada mulanya bersifat kultural. Modin sebelumnya meninggal, kebutuhan akan pengganti mendesak. Berbekal pengetahuan saat di pesantren, ia akhirnya ia memulai profesi sebagai modin pada tahun 1990.

Dua tahun setelahnya, baru pihak kelurahan memasukkannya ke dalam struktur. Beberapa rangkaian kegiatan diikutinya untuk mendapatkan surat keputusan (SK). Mulai dari kegiatan seleksi kemampuan oleh KUA, hingga menjadi perwakilan mengikuti kegiatan penataran tingkat Provinsi Jawa Timur.

Jika Moch. Shodiq melewati beberapa tahap hingga mendapatkan SK sebagai modin kelurahan atau desa, maka tidak dengan Sri Sunarti. Ia hanya mendapatkan beberapa kali pelatihan dalam pengurusan jenazah. Meski diakui oleh masyarakat, namun kedudukannya tidak tercatat secara struktural di kelurahan.

“Mau dicatat atau nggak di kelurahan ya saya enggak ngurus itu, wong emang niat kita beneran untuk bantu jenazah,” tutur Sri Sunarti.

“Yang penting itu tatag (kuat). Doa bisa dipelajari, tapi kalau kita enggak tatag menghadapi jenazah bisa-bisa ya pingsan,” tutur Sri Sunarti saat ditanya syarat terpilih menjadi modin perempuan.

Beberapa kali ia menemui kondisi jenazah yang sudah tidak utuh dan memprihatinkan. Hal ini tentu menuntut keberanian dan ketahanan dirinya untuk melaksanakan tanggung jawab dalam mengurus jenazah.

Tingginya kebutuhan modin perempuan

MUI Gresik sudah berupaya meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat agar bersedia menjadi modin perempuan dengan mengadakan pelatihan pengurusan jenazah. Tingginya angka kematian dan meningkatnya pemukiman baru menuntut kebutuhan akan modin perempuan di tiap RW.

Tiap RW diminta untuk mendelegasikan 2 warganya untuk mengikuti pelatihan. Meski begitu, tetap saja tidak semua peserta bersedia menjadi modin sepulang dari pelatihan tersebut.

Siti Asmaiyah (55), yang tak lain adalah istri dari Moch. Shodiq, butuh waktu beberapa tahun untuk memberanikan diri mengikuti jejak suami. Dikarenakan kebutuhan di RW mendesak dan dukungan dari suami, akhirnya Siti bersedia.

Sebelumnya, ia sering turut serta mendampingi Sri Sunarti saat ada panggilan mengurus jenazah. Bermodal kesadaran, tekad dan pengalaman sebelumnya, lambat laun Siti dapat memandu pemandian dan pengkafanan jenazah sendiri.

Kegitan Siti Asmaiyah saat mengurus jenazah. (Nurfitriani/Mojok.co)

Moch. Shodiq dan Sri Sunarti masih menjabat posisi sebagai modin kelurahan di Singosari Kebomas Gresik hingga saat ini. Beruntung saat ini beberapa RW sudah memiliki modin sendiri sehingga jika modin kelurahan berhalangan hadir untuk mengurus jenazah, dapat ditangani oleh modin RW. Namun untuk urusan membacakan talqin seringkali beberapa dari modin RW belum berani dan masih mengandalkan modin kelurahan.

Kamis pagi (20/1) ada salah satu warga yang meninggal. Berhubung jenazahnya perempuan, keluarga menghubungi 2 modin kelurahan, baik laki-laki maupun perempuan. Sri Sunarti menyiapkan diri untuk bertugas. Setelah kain kafan, tikar dan tempat pemandian disiapkan, ia memulai ritual.

Sri Sunarti mengajak beberapa keluarga jenazah yang bersedia. Tiga orang anak perempuannya mengusulkan diri untuk membantu kegiatan pemandian. Pada tempat pemandian yang bagian atas dan samping tertutup, jenazah dibaringkan dengan ditutupi selembar kain.

Mulanya seluruh badan jenazah dibersihkan dengan air mengalir. Tak lupa Sri Sunarti membaca niat memandikan jenazah. Sarung tangan pertama digunakan pada tangan sebelah kiri untuk membersihkan semua kotoran. Kemudian tangan kanan dengan menggunakan sarung membasuh seluruh badan dan menggosoknya hingga bersih. Sang modin mencuci bagian kepala, menggosok gigi, membersihkan lubang hidung serta kuku tangan dan kaki jenazah dengan tetap mengenakan sarung tangan yang sama.

Anak-anak jenazah membantu memiringkan badan saat sisi kanan dan kirinya juga dibersihkan. Sembari memegang selang dan turut membantu modin perempuan tetap memandu hingga pemandian selesai. Basuhan diulang hingga tiga kali. Setelah bersih jenazah diwudhukan dan dikeringkan dengan handuk.

Berikutnya adalah kegiatan mengkafani. Terdapat tiga lapisan kain yang telah dibentangkan lengkap dengan kapur barus dan minyak wangi tiap lapisnya. Jenazah diposisikan terlentang di tengah kain dengan tangan kanan bersedekap di atas tangan kiri. Seluruh lubang pada tubuh jenazah ditutup dengan kapas yang telah ditaburi dengan kapur barus dan minyak wangi. Kemudian, seluruh kain dilipat ke badan jenazah satu per satu dan diikat agar tidak terlepas. Sri Sunarti mengajak keluarga untuk membacakan tahlil sebelum jenazah disalatkan.

Langkah seterusnyanya dilanjutkan oleh Moch. Shodiq. Ia memimpin salat jenazah berjamaah. Seusai salat, jenazah dipindahkan menuju keranda untuk segera dimakamkan. Sebelum berangkat ke makam, pihak keluarga memberi sambutan ucapan maaf atas segala kesalahan jenazah dan terimakasih pada para hadirin. Keranda diangkat menuju makam diiringi dengan bacaan talbiyah. Sampainya di makam, jenazah dimasukkan ke liang lahat. Seusai lubang ditutup dengan tanah, modin siap membacakan doa talqin.

Tak melulu materi

Selain sibuk menjadi modin, Sri Sunarti juga sibuk mengelola bisnis katering dan hantaran nikahan. Saat saya berkunjung ke rumahnya, terdapat beberapa kresek besar barang-barang  yang akan dikemas sebagai seserahan. Menjadi modin tidak bisa dijadikan profesi utama karena bagi Sri Sunarti ini adalah panggilan jiwa.

“Mau dibayar atau tidak, tujuan utama saya bukan materi. Ini kan panggilan Nurani saja. Kalau dikasih ya Alhamdulillah, enggak dikasih ya tidak apa-apa,” tutur Sri Sunarti.

Meski begitu, kebanyakan keluarga jenazah selalu menyediakan amplop sebagai ucapan terima kasih. Bahkan di beberapa RW ada panitia khusus yang keliling mengumpulkan iuran warga untuk membantu biaya pemandian dan pemakaman keluarga jenazah.

Begitu juga dengan Siti Asmaiyah, yang memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang sayur dan membuka toko kelontong kecil di rumahnya untuk bertahan hidup. Dibantu dengan pendapatan suami, Moch. Shodiq yang berprofesi sebagai modin kelurahan, ia bisa menyekolahkan tiga putranya hingga menjadi sarjana.

Berbeda dengan Sri Sunarti dan Siti Asmaiyah, Moch. Shodiq memiliki jadwal yang begitu padat sebagai seorang modin kelurahan. Berbagai undangan untuk memberi sambutan acara keagamaan, mengatur lancarnya acara pernikahan, memimpin kegiatan tahlil di beberapa lokasi dan mengurus keperluan administrasi pernikahan warga jika ada beberapa data yang masih kurang, membuatnya kesulitan jika harus berbagi dengan profesi sampingan lain.

Meskipun tidak sebanyak tugas modin laki-laki, modin perempuan memiliki peran yang tidak kalah penting. Bahkan beberapa kali Sri Sunarti dimintai tolong mengurus jenazah di luar kampungnya karena tidak ada modin perempuan di sana. Melihat kerja-kerja Sri Sunarti dan Siti Asmaiyah, apakah Anda berminat menjadi modin perempuan?

Reporter : Nurfitriani
Editor : Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Tukang Cukur Tradisional Vs Barbershop: Beda Kelas, Beda Kualitas? dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version