Jalur kereta api Solo-Wonogiri bukan hanya jadi andalan orang-orang dari kedua kota tersebut bepergian. Jalur yang hanya dilewati Kereta Api Batara Kresna ini juga menghadirkan pengalaman berbeda. Selain menyusuri rute yang dibangun 100 tahun lalu, penumpang juga bisa menikmati suasana tengah kota hingga pemandangan alam pedesaan.
***
Sejarah mencatat, tahun 1922, pernah ada jalur trem Solo-Wonogiri yang dibangun oleh Nederlandsch-Indische Maatschappij (NISM). Trem punya punya lokomotif dan gerbong yang ukurannya lebih kecil. Kecepatan juga lebih rendah dari kereta pada umumnya.
Pada laman Heritage KAI disebutkan, pembukaan jalur trem juga diputuskan oleh residen setempat. Lain halnya dengan KA yang diputuskan oleh pemerintah pusat yang berkedudukan di Den Haag maupun Jakarta.
Selepas masa trem, jalur ini dilalui kereta api yang melintas dari Stasiun Purwosari di Surakarta hingga Baturetno. Rute yang membelah daerah urban Solo sampai hamparan persawahan dan perbukitan dari Sukoharjo hingga Wonogiri.
Rute ini dulunya menjadi primadona karena selain mengangkut penumpang juga memenuhi kebutuhan pabrik gula seperti Pabrik Gula Tasikmadu, Gondang Baru, Colomadu, dan Pabrik Gula Mojo.
Pada perjalanannya, trayek ke Baturetno ditiadakan karena pembangunan Waduk Gajah Mungkur pada 1978. Perjalanan rute bersejarah ini sekarang hanya sampai Stasiun Wonogiri yang terletak di Giripurwo dengan ketinggian 144 meter di atas permukaan laut.
Menariknya, saat ini hanya ada satu kereta penumpang dari PT KAI yang melintas persis di jalur yang 100 tahun lalu diresmikan ini yakni KA Batara Kresna. KA Perintis Batara Kresna diresmikan sejak 2015 dengan kapasitas 117 penumpang per perjalanan. Sempat berhenti beroperasi pada 2020 karena pandemi, 2021 hingga sekarang ia sudah kembali melayani penumpang.
Kereta ini punya sejumlah keunikan. Mulai dari bentuknya memiliki konsep railbus, lajunya yang tidak secepat kereta komersial lain, hingga lintasan yang ia lewati berdampingan dengan kendaraan di jalan raya.
Jalur ini bertahan karena masih jadi andalan bagi banyak orang yang sering bepergian dari Solo ke Wonogiri dan sebaliknya. Selain itu juga karena sisi sejarahnya yang sudah panjang yang sayang jika hilang begitu saja.
Beruntung, saya sempat menjajal menaiki kereta dengan segenap keunikan dan keistimewaannya bersama rombongan wartawan dalam acara sosialisasi yang digelar PT KAI Daerah Operasional (DAOP) 6. Selasa (29/11), saya bertolak dari Stasiun Purwosari pada pukul 10.00 tepat. Batara Kresna melaju perlahan.
Beberapa menit berjalan, bukannya semakin melaju kencang, kecepatan Batara Kresna justru disesuaikan. Kereta ini melaju perlahan setelah melintasi rel bengkong, memasuki Jalan Slamet Riyadi, sebuah jalan yang penuh keramaian dan deretan destinasi wisata di Solo.
Saat melintasi rel bengkong, kendaraan di sekitar berhenti sejenak mendahulukan kereta yang melaju pelan hanya sekitar 10 kilometer per jam. Saat berada di Jalan Slamet Riyadi kecepatan kereta ini memang dibatasi maksimal hanya 20 kilometer per jam.
Tak heran jika sepanjang jalan, mobil dan motor bisa melaju lebih kencang, mendahului kereta yang umumnya bisa melaju dengan kecepatan 100 kilometer per jam. Suara deru dan klakson kereta berbunyi memberi peringatan sepanjang jalan. Batara Kresna jadi satu-satunya KA di Indonesia yang punya keistimewaan melalui rel tanpa sekat di jalan raya seperti ini.
Dari dalam gerbong kereta, penumpang bisa melihat hiruk pikuk Kota Solo yang memanjakan mata. Bangunan-bangunan tua yang ikonik tampak dari balik kaca. Mulai dari Solo Grand Mall, Benteng Vastenburg, Gedung Djoeang 45 Solo, dan sejumlah landmark menarik lain. Mata para penumpang dengan saksama menikmati jalanan di sekitar sembari merekam kenangan lewat ponselnya.
Selepas melalui Jalan Slamet Riyadi, Batara Kresna tiba di pemberhentian pertamanya yakni Stasiun Solo Kota. Stasiun Solo Kota merupakan stasiun kereta api kelas III/kecil yang diresmikan NISM pada 1922 yang jadi salah satu penanda hidupnya jalur Solo-Wonogiri.
Setelah stasiun tersebut, perlahan pemandangan yang dilalui Batara Kresna mulai berubah menjadi hamparan sawah hijau dan permukiman yang tidak terlalu padat. Ini adalah salah satu daya tarik yang membuat orang ingin menumpangi kereta ini. Laju kereta mulai bertambah kencang.
Mendekati Stasiun Sukoharjo, para penumpang menengok ke kaca. Kereta ini melewati jembatan panjang yang membelah sungai Bengawan Solo yang tersohor berkat tembang karya musisi keroncong Gesang. Salah satu titik dari sungai dengan panjang hingga 600 kilometer ini jadi keindahan yang tidak ingin mereka lewatkan.
Batara Kresna sampai di Stasiun Sukoharjo tepat pukul 10.50. Setelah pemandangan-pemandangan tadi, salah satu kawasan yang memikat mata penumpang adalah Gunung Gandul. Batara Kresna melintasi kaki gunung tersebut sebelum mendekat ke pemberhentian akhir Stasiun Wonogiri.
Batara Kresna menempuh lintasan sepanjang 37 kilometer dan melewati lima stasiun. Jika bertolak dari Solo, titik awal keberangkatan ada di Stasiun Purwosari kemudian berlanjut ke Stasiun Solo Kota, Stasiun Sukoharjo, Stasiun Pasar Nguter, dan berakhir di Stasiun Wonogiri.
Dalam sehari ada 4 kali jadwal keberangkatan kereta yang siap membantu mobilitas masyarakat dan juga wisatawan. Dua kali keberangkatan dari Stasiun Purwosari dan dua kali keberangkatan dari Stasiun Wonogiri. Durasi perjalanan dari Purwosari hingga Wonogiri memakan waktu 1 jam 45 menit.
Keindahan dan kemudahan yang membuat penumpang betah
Durasi yang tidak terlalu cepat itu, tidak menjadi masalah bagi sejumlah penumpang lantaran kenikmatan perjalanan yang dirasakan. Seorang penumpang bernama Joko Wahono (70) mengaku bahwa kenikmatan menaiki kereta ini justru karena bisa menikmati pemandangan sepanjang perjalanan.
Lelaki asal Keprabon, Solo ini mengaku sejak lama berencana naik kereta ini hanya sekadar untuk berwisata. Ia mengajak sanak saudara yang baru datang dari luar kota untuk coba menikmati sensasinya.
“Enak, fasilitas nyaman. Gerbongnya bersih dan dingin,” ujarnya saat dijumpai di perjalanan.
Hal yang membuatnya semakin menikmati perjalanan adalah harga tiketnya yang sangat terjangkau. Hanya Rp4 ribu untuk sekali perjalanan.
“Sangat murah, bahkan tidak terasa di kantong,” cetusnya tertawa,
Saat kereta singgah di Stasiun Sukoharjo, saya juga sempat berbincang dengan Sri Wuryanti (66) yang sedang menunggu KA menuju Solo. Perempuan ini mengandalkan Batara Kresna sejak lama untuk mengunjungi salah satu dari tiga anaknya yang tinggal di Sukoharjo.
Durasi tempuh yang tidak terlalu cepat buatnya tidak jadi masalah. Justru itulah yang membuat perjalanan ini bisa dinikmati. Memandang hamparan sawah hijau yang membuatnya betah duduk di kursi.
PT KAI memang berupaya menjadikan KA Batara Kresna bisa dinikmati dari beragam aspek. Mulai dari aspek harga terjangkau, kemudahan akses, hingga fasilitas. Batara Kresna hadir untuk mereka yang ingin melakukan perjalan Solo-Wonogiri tanpa terbebani rasa lelah karena kemacetan.
“Bagi masyarakat yang menghindari macet ataupun capek ketika ingin bepergian dari daerah Solo ke Wonogiri atau sebaliknya dapat menggunakan KA Batara Kresna,” ujar Manajer Humas Daop 6 PT KAI, Franoto Wibowo.
Franoto melanjutkan, untuk membeli tiket KA Batara Kresna terbilang sangat mudah. Masyarakat dapat membeli tiketnya pada hari keberangkatan melalui KAI Access atau secara langsung di loket stasiun sesuai dengan jam buka loket.
“Masyarakat yang tidak ingin ribet harus datang ke stasiun, belum lagi antri dan masih harus nunggu loket buka, maka bisa memesan tiketnya secara online menggunakan aplikasi KAI Access. Cukup dari rumah, di pesan pada hari keberangkatan, ” jelasnya.
Kendati begitu, PT KAI dan Kementerian Perhubungan terus melakukan beragam upaya pembenahan untuk KA Batara Kresna. Salah satunya dengan upaya peningkatan kecepatan sehingga railbus ini nantinya bisa semakin diandalkan untuk kebutuhan mobilitas masyarakat.
Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jabagteng nantinya akan melakukan peningkatan jalur KA berupa penggantian rel R.42 (sebagian R.33) bantalan besi menjadi rel R.54 bantalan beton agar kecepatan operasional KA Batara Kresna makin optimal. Pembenahan itu diperkirakan bisa mempercepat laju KA ini menjadi 40-60 kilometer per jam. Waktu tempuhnya pun bisa dipangkas sampai 30 menit.
Kereta ini memang bukan sekadar kereta wisata. Hadir untuk membantu mobilitas masyarakat melalui moda transportasi massal yang terjangkau. Namun, di sisi lain, kehadirannya jadi alternatif perjalanan wisata yang menyenangkan dan sarat akan sejarah.
Abdurrohman dari BTP Jabagteng berharap KA Batara Kresna dapat semakin dimanfaatkan untuk penunjang mobilitas. Tapi tetap bisa dinikmati bagi mereka yang ingin sekadar berwisata. Maka dari itu evaluasi akan terus dilakukan.
“Kami inginnya ya bisa melayani beragam kalangan. Termasuk orang kerja dari Wonogiri dan sebaliknya. Kami evaluasi juga terus dari segi kecepatan, perubahan jadwal, misal dari Wonogiri ada jadwal pagi, dan sebagainya,” terangnya.
Sepanjang tahun ini, KA Batara Kresna sudah mengangkut 63.070 penumpang. Load factor atau persentase keterisian dari kapasitas total ada di angka 44,33 persen. BTP dan PT KAI terus berupaya untuk meningkatkan jumlah ini.
Harapannya, satu-satunya kereta komersil yang melintas di jalur legendaris yang usianya sudah seabad ini bisa dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. Semakin banyak pula yang bisa menikmati pemandangan Kota Solo sampai perbukitan di Wonogiri dengan harga yang terhitung sangat terjangkau.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono