Sate Buntel Mbok Galak Solo, Kesukaan Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi

Ilustrasi Orang Bantul Dihajar Sate Buntel Mbok Galak Solo Kesukaan Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Orang Jogja kalau baru pertama kali makan di Sate Buntel Mbok Galak Solo sebaiknya hati-hati. Warung sate langganan Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi ini menawarkan keplek ilat yang berbeda dengan sate-sate Jogja pada umumnya.

***

Salah satu sate di Kota Solo yang belum saya cicipi adalah Sate Buntel Mbok Galak. Maka ketika ada kesempatan untuk melancong ke Kota Solo, kuliner legendaris yang terkenal karena sate buntelnya ini masuk daftar yang harus saya kunjungi.

Selesai menghadiri sebuah acara, Sabtu (24/2/2024) siang, saya datang ke warung ini. Lokasinya di pinggir Jaan Ki Mangun Sarkoro, salah satu jalur penghubung Solo dengan kota-kota lain. 

Rombongan orang Bantul yang tergila-gila Sate Buntel Mbok Galak Solo

Tanpa melihat lebih detail lembar menu, saya memesan tiga menu, sate buntel, sate daging, dan gulai jeroan, tanpa nasi.

Suasana warung di akhir pekan sangat ramai. Saya dapat tempat paling pojok. Tak lama, tiga orang datang ke tempat saya. Mereka orang Jogja yang pulang menghadiri resepsi pernikahan. Dari obrolan dan saling berkenalan, tiga orang ini termasuk saya ternyata sama-sama orang Bantul.

Warung Sate Mbok Galak terletal di Jalan Ki Mangun Sarkoro, Surakarta MOJOK.CO
Warung Sate Mbok Galak terletal di Jalan Ki Mangun Sarkoro, Surakarta. (Agung P/Mojok.co)

Kedatangan tiga orang tersebut bersamaan dengan datangnya menu yang saya pesan. Saya kaget, dengan banyaknya tiap porsi pesanan saya! 

Satu porsi sate, ternyata jumlahnya tidak seperti di Jogja. Sate daging kambing di Jogja rata-rata satu porsi hanya 5 tusuk. Bahkan sate klatak rata-rata disajikan hanya dua tusuk. Sementara, di Warung Sate Buntel Mbah Galak satu porsi sate berisi 10 tusuk sate kambing. 

“Saya sudah pesan ke teman-teman, pas resepsi jangan makan, karena porsi di sini memang banyak,” kata Arum (61) tertawa melihat saya yang kaget dengan porsi yang saya pesan. 

Arum sebenarnya memesan sate ati, tapi sayangnya habis. Padahal itu salah satu kesukaannya di warung ini. Pelayan menyarankan untuk telepon dulu atau pesan, sehingga nanti akan disisihkan.

Porsi yang tidak biasa untuk yang belum terbiasa

Dari lembar menu itu baru saya melihat lebih detail. Harga sate buntel misalnya harganya Rp60 ribu, sedangkan sate daging Rp60 ribu. Harga sate ini hampir dua kali lipatnya harga sate di Jogja yang rata-rata harganya Rp35 ribu per porsi. 

“Ya sebenarnya sama saja sih harganya, hanya di sini porsinya lebih besar,” kata Arum.

Satu porsi sate buntel berisi dua tusuk, yang masing-masing tusuk setara dengan 5 tusuk sate daging. Artinya sama saja saya harus menghabiskan 20 tusuk sate kambing dan seporsi gulai jeroan. 

Saya meminta tiga orang kawan baru ini, Arum (60), Restu (27), dan Wanto (40) untuk membantu saya menghabiskan tiga menu yang pesan. Namun, tak lama muncul pesanan menu ketiganya yang tak kalah jumbo. Dua porsi sate campur, tengkleng, dan gulai. Sate campur satu porsinya berisi 5 tusuk sate daging dan dua tusuk sate buntel.

Tidak seperti sate di Jogja pada umumnya, sajian menu di Sate Mbok Galak dalam jumlah yang lebih besar. (Agung P/Mojok.co)

Arum, pensiunan PNS di Dinas Kesehatan Bantul mengatakan, ia langganan Warung Sate Buntel Mbok Galak sejak zaman baheula. Sejak zaman masih muda. 

“Saya aslinya Jombang, Mas. Kalau pulang kampung atau balik dari Jombang, pasti mampir ke sini,” kata Arum.

Sate Buntel Mbok Galak yang empuk dan ndlewer

Menurut Arum cita rasa sate Solo dengan Jombang mirip. “Kalau di Jombang itu sate jodohnya gulai, maka kalau pesan sate pasti juga dapat gulai,” kata Arum. Namun, tetap saja favoritnya di Warung Sate Mbok Galak adalah sate buntel. 

Sate buntel di warung sate ini memang saya akui juara. Daging kambing giling dengan bumbu rempah serta balutan lemak, empuk dan sungguh juicy, ndlewer… 

“Kalau saya sukanya sate sama gulai,” kata Wanto. Ketiganya sepakat jika cita rasa kuliner kambing di Solo lebih kaya rasa dibanding Jogja. Layak kalau kuliner di Solo punya sebutan keplek ilat atau memanjakan lidah.

Arum mengatakan, kalau di Jogja, punya sate klatak dengan bumbu minimalis yaitu garam dan bawang putih, kuliner kambing di Solo bumbunya lebih beragam. 

Arum kerap datang ke Solo untuk menikmati kuliner di kota itu. Selain Sate Buntel Mbok Galak ada beberapa warung sate lainnya yang ia sukai, tapi tetap saja yang paling cocok dengan selerenya adalah Warung Sate Buntel Mbok Galak. 

“Tahu nggak Bu, kalau Presiden Soeharto dan Pak Jokowi dulu hobinya makan di sini?,” tanya saya.

“Jelas tahu, tapi ya belum pernah ketemu pas makan di sini,” kata Arum tertawa. 

Setiap hari rata-rata warung ini menghabiskan sekitar 10 ekor kambing. (Agung P/Mojok.co)

Kami berempat yang orang-orang Bantul yang punya sebutan pusatnya sate klatak di Jogja benar-benar “dihajar” oleh menu-menu yang kami pesan di Sate Buntel Mbok Galak. Saya yang nggak pesan nasi pun merasa kenyang, padahal sate kambing belum saya sentuh sama sekali. 

Begitu juga rombongan dari Bantul yang duduk bersama saya. Saya lihat, sate buntel dan tengkleng, yang mereka pesan masih tersisa. Hanya gulai yang terlihat habis.

Endingnya, meski berusaha menghabiskan pesanan, kami tetap tak mampu. Akhirnya masing-masing membungkus menu-menu yang belum habis.

Awal mula berdiri

Saya akhirnya berpisah dengan rombongan dari Bantul. Mereka pulang duluan karena masing ingin main ke Taman Balekambang. 

Saya sendiri masih mencoba menenangkan perut dan leher yang terasa kencang. Kepada salah satu karyawan saya lantas bertanya, apa bisa saya bertemu dengan pengelola Sate Buntel Mbok Galak. Karyawan baik hati itu kemudian mengantar saya ke dapur, mempertemukan dengan Mas Muhtar Shidiq (40), anak laki-laki Mbok Galak.

Ia kemudian mengajak saya ke bagian belakang rumah. “Dulu itu terkenalnya bukan Sate Buntel Mbok Galak, tapi sate seng. Itu karena atapnya dari seng,” kata Muhtar Shidiq tertawa. 

Muhtar mengatakan, sejarah warung sate ini dimulai ketika kedua orang tuanya, Sakiyem dan Sudarto jualan sate dengan berkeliling. Tahun 1983, keduanya kemudian menetap di lokasi, tepatnya di perempatan lampu merah dekat Graha Saba Buana. 

Tak lama, keduanya membeli rumah di dekat SPBU Ki Mangun Sarkoro saat ini. 

Namun, tahun 1990-an ada proyek pelebaran jalan yang mengenai rumah mereka sehingga pindah ke tempat saat ini.

Sate buntel dalam balutan lemak sebelum dibakar. (Agung P/Mojok.co)

Menurut Muhtar, nama Mbok Galak bukan karena ibunya itu galak, tapi karena situasi warung yang berada di pinggir jalan membuat ibunya ngomong kencang agar terdengar oleh pelayan. 

“Kan pinggir jalan besar, jadi ngomongnya kenceng. Jadi nggak bener-bener galak,” kata Muhtar Sidiq. Nama itu disebut-sebut berasal dari seorang bos besar perusahaan rokok di kawasan Singosaren Solo yang kerap memborong ribuan tusuk sate pada setiap akhir tahun. 

Kisah Presiden Soeharto dan Presiden Joko Widodo yang langganan makan di Sate Buntel Mbok Galak

Muhtar Sidiq membenarkan jika keluarga Presiden Joko Widodo dan Presiden Soeharto langganan warung Sate Buntel Mbok Galak. “Pak Jokowi sudah sering ke sini sejak masih jadi Walikota Solo dan juga saat jadi Gubernur DKI,” kata Muhtar. 

Sate favorit Jokowi adalah sate campur, yaitu lima tusuk sate daging dan satu tusuk sate buntel. Jokowi juga suka dengan tengkleng buatan warung ini.

Menurut Muhtar, sejak menjadi presiden, Jokowi belum lagi datang ke warungnya. Salah satu alasannya karena faktor keamanan karena warung yang berada di pinggir jalan besar. 

Saat Presiden Soeharto masih berjaya, warung sate ini juga jadi langganan keluarga besar sang presiden. Biasanya, mereka akan memesan sate buntel dan menu lainnya kemudian dibawa Ndalem Kalitan yang merupakan kediaman Ibu Tien Soeharto. 

Mojok pernah menuliskan liputan khusus soal kuliner kambing di Solo dan Yogyakarta dalam Jogja Gila Kambing: Jejak Rasa Ribuan Ton Daging yang Tak Kalah dengan Surakarta. Dalam liputan tersebut, Sejarawan Universitas Sanata Dharma, Heri Priyatmoko, mengatakan variasi olahan kambing di Solo memang lebih beragam jika dibandingkan di Yogyakarta. Ia mencontohkan variasi olahan kambing di Solo seperti tengkleng, krengseng, tongseng, hingga sate buntel.

“Bahkan gulai kalau di Solo ada yang gulai goreng. Artinya Solo memang beragam sekali variasinya,” terang dosen Universitas Sanata Dharma yang mendalami sejarah kuliner Nusantara ini.

Sate buntel misalnya, hadir karena inovasi demi memudahkan para lansia untuk menikmati olahan kambing. Daging kambing pada sate buntel lebih empuk lantaran telah ditumbuk lalu dipadatkan pada tusukan sebelum proses pembakaran.

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Tahu Guling Mbah Joyo: Berani Tolak Ajakan Presiden Soeharto dan Kerabatnya Gara-gara Suka Mabuk

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version