Merekam kesuksesan mahasiswa UGM
Meski sekarang usahanya sudah berkembang jauh dari masa-masa awal, keduanya hampir tak pernah absen membantu berjualan. Seringnya mereka berdua ikut berjualan seperti yang terlihat hari ini. Jika Sukamto sedang ada urusan lain, maka Sartilah harus tetap ke warung. Begitu pula sebaliknya.
“Kalau lagi sama-sama nggak bisa jaga, mending libur saja,” terangnya.
Bukan karena tidak percaya pada para karyawan, namun mereka melakukan hal ini lantaran ingin bisa berinteraksi langsung dengan pelanggan. Mereka senang bisa turut hadir dan membantu memberikan pelayanan yang baik. Terutama bagi para pelanggan setianya, mahasiswa UGM.
Sejak dulu mahasiswa UGM memang punya tempat tersendiri di hati dua pengusaha ini. Mereka adalah pelanggan yang meramaikan sejak awal berjualan. Buat Sukamto, mahasiswa ini sudah seperti kawan sendiri.
“Sama mahasiswa ya sering guyonan bareng, akrab, ya seperti teman lah,” ujarnya.
Selain kombinasi mie ayam dengan batagor dan siomay yang membuatnya khas, tempat ini menghadirkan menu-menu dengan harga yang terjangkau. Untuk menikmati seporsi mie ayam dan es teh tawar, tadi saya hanya perlu merogoh kocek Rp11 ribu.
Menu-menu lain semuanya di bawah Rp10 ribu. Kecuali untuk varian komplit perpaduan mie ayam, siomay, batagor, dan telur. Harga terjangkau ini tentu membuat kantong mahasiswa tetap aman sehingga mereka jadikan langganan.
“Mungkin mahasiswa kan sukanya yang murah tapi banyak, jadi saya usahain itu,” terang Sukamto.
Ingatannya merekam banyak hal tentang mahasiswa yang jadi pelanggan. Banyak di antara mereka yang menurut Sukamto masih kerap datang setelah lama lulus dan meninggalkan Jogja. Para alumni yang sudah tinggal Jakarta hingga Kalimantan masih kerap mampir saat ke Jogja.
“Selain datang untuk makan ya kadang kumpul kecil-kecilan sama teman kuliah dulu,” ujarnya bungah.
“Saya hafal banget ada yang dari Surabaya yang sudah kerja di Pemda Jawa Timur, kalau ke Jogja pasti hubungi dulu, buka apa nggak. Kalau buka mampir ke sini sama istrinya,” sambungnya.
Hal-hal inilah yang membuat Sukamto dan Sartilah ingin terus membersamai para pegawai di warungnya. Mereka ingin bisa berkomunikasi sebaik mungkin dengan pembeli.
“Agar supaya kalau sudah lulus nanti masih ingat dan datang lagi kemari,” tuturnya.
Mereka berdua mengaku punya mimpi agar bisa menyediakan tempat yang bersih yang nyaman untuk para pelanggan. Namun, berdagang di kaki lima membuat mereka tak punya banyak pilihan. Keduanya bersyukur telah mendapat ruang dari UGM. Sehingga mereka ingin terus bisa mengganjal perut lapar mahasiswa agar semangat dalam menempuh studinya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono