Kecap di warung soto punya kedudukan istimewa bagi pelanggannya maupun pemilik warung. Bukan sekadar hanya pelengkap, merek kecap di warung soto adalah jodoh dan penyempurna cita rasa makanan berkuah ini. Ini setidaknya dibuktikan dari beberapa warung soto legendaris di Yogyakarta yang tak mau berganti merek sejak puluhan tahun silam.
***
Hal yang paling menjual ketika membuka usaha soto adalah bagaimana kecakapan dalam meracik kuahnya. Ini tentu langsung bersentuhan dengan lidah pelanggan. Sebab tak ada soto yang tidak dinilai dari kuah. Soto-soto legendaris di Yogyakarta punya karakter rasa masing-masing.
Karakter rasa yang didapat dari kondimen yang sudah ada itu akan menimbulkan cita rasa yang lebih ‘ramai’ ketika ada kecap sebagai penyempurna. Warung soto legendaris di Yogyakarta ternyata tak main-main dalam menentukan merek kecap yang mereka gunakan.
Membaca tulisan Rahasia Soto Pak Marto yang Tak Mau Berganti Merek Kecap di Mojok, membuat saya penasaran, merek kecap yang digunakan oleh warung-warung soto legendaris di Yogyakarta.
Di Soto Pak Marto, Sutikno (65) yang merupakan anak pertama Pak Tukiran atau yang biasa dikenal sebagai Pak Marto tak mau berganti merek kecap. Ia meneruskan kebiasaan ayahnya yang menggunakan kecap merek Ayam Jago untuk warung soto yang berdiri sejak 1960. Ayam Jago adalah kecap lokal asal Yogyakarta.
“Ini kecap favorit bapak. Saya tidak mau ganti kecapnya,” katanya kepada Mojok, pertengahan Oktober 2022. Kecap merek Ayam Jago menurut Sutikno cocok dengan karakter soto kuah bening miliknya. Cita rasa kecap lebih ke manis dan gurih. Manisnya juga tidak dominan. Jadi penyempurna kuah di Soto Pak Marto.
Sarico di tiga warung soto
Warung soto legendaris lain yang tak mau berganti merek kecap adalah Soto Kadipiro. Soto ini sudah berdiri di tahun 1920-an, wajar saja bila orang menyebutnya sebagai salah satu soto legendaris di Jogja. Di usianya yang sudah sekitar seabad, Kadipiro tetap konsisten mempertahankan kualitas rasanya. Ini karena sejak 100 tahun lalu hingga hari ini masih menggunakan resep yang sama.
Ketika saya datang ke warung soto yang terletak di Jalan Wates No.33 Bantul, saya bertemu dengan Sri Sundari (63), cucu dari pendiri Soto Kadipiro. Sebagai informasi, banyak warung menggunakan nama Soto Kadipiro, tapi pionirnya adalah warung ini.
Menurut Sri Sundari, selain resep yang sama, kecap yang konsisten merupakan salah satu rahasia dalam mempertahankan cita rasa. Sudah lama, tepatnya di tahun 1977 Soto Kadipiro menggunakan kecap dengan merek Sarico dari Kabupaten Purworejo.
Sri Sundari mengatakan, Kecap Sarico digunakan karena warisan dari kakeknya dulu. Sehingga enggan baginya untuk berganti merek kecap lain. Belum lagi dalam pengakuannya ia mendengar testimoni pelanggan bahwa rasa kuah akan berbeda bila dipadukan dengan kecap yang berbeda pula.
Beberapa godaan sering menghantui, seperti tawaran dari berbagai sponsor untuk mengganti jenis kecapnya. Namun, ia menampik tawaran itu dengan alasan tadi. “Itu dari simbah dulu sudah pakai itu. Tetap disuruh ganti juga gak mau kita. Padahal ada tawaran untuk dikasih ini dikasih itu. Enggak [mau],” tegasnya.
Kalau membaca tulisan di Mojok, Sop dan Soto Cak Nur Buka Rahasia, Mengapa Banyak Orang Tionghoa Makan di Warungnya ternyata warung yang didirikan oleh Nur Hadi (64) atau Cak Nur ini juga menggunakan Kecap Sarico. “Sudah puluhan tahun pakai Sarico, bahan bakunya pakai gula aren asli,” kata Dina Maryati (40) putri Cak Nur. Kecap Sarico jadi padanan yang pas untuk menu soto dan sup di warung yang sudah berusia 40 tahun ini.
Warung soto legendaris lain yang menggunakan merek Kecap Sarico adalah Warung Soto Pak Slamet di Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman. Warung soto yang berdiri sejak 1982 ini dari awal juga menggunakan Kecap Sarico. Usut punya usut, ternyata pendiri warung ini pernah bekerja di Soto Kadipiro. Tidak heran kalau karakter soto beningnya sangat mirip.
Soto Sholeh yang pakai Kecap ABC dan Kentjana
Soto legendaris lain di Yogyakarta yang tak mau berganti merek kecap adalah Soto Sholeh Al Barokah cabang utama atau warung pertama yang berdiri tahun 1952 yang berada di Tegalrejo, Yogyakarta. Dalam sebuah perbincangan dengan Redaktur Mojok, Siti Rofi’ah yang merupakan salah satu pengelola di cabang utama mengatakan, bahwa kecap yang mereka gunakan mereknya Kecap ABC. Ini tak lain karena meneruskan peninggalan dari Muhammad Sholeh selaku pendiri.
Namun, ternyata cabang Soto Sholeh tidak lagi menggunakan Kecap ABC. Mojok bertemu dengan cucu Muhammad Sholeh yang mendirikan warung soto di Jalan Wates Km 9. “Kalau yang pakai merek ABC itu sekarang kelihatannya hanya yang pusat, cabang-cabang yang lain pakainya Kentjana,” kata Arif Mustofa (36).
Menurut Arif, merek Kentjana merupakan masukan dari para pelanggan. Kecap ini pabriknya ada di Kebumen yang merupakan asal daerah dari Muhammad Sholeh. Dikatakan Arief, tidak ada larangan bagi cabang-cabang di Soto Sholeh Al Barokah untuk menggunakan merek kecap tertentu.
Mbah Galak yang pakai Kecap Achli Masak
Soto Pites Mbah Galak juga salah satu soto yang melegenda di Yogyakarta. Berdirinya tiga tahun setelah kemerdekaan, tepatnya pada 1948. Orang-orang akan menjumpai warung soto itu ketika masuk lewat pintu timur Pasar Beringharjo.
Eni (52) atau bolehlah kita sebut dengan Mbah Galak III merupakan cucu dari pendiri warung ini yaitu Mbah Galak I. Cita rasa yang khas juga dijaga oleh Eni lewat resep yang sama dan kecap yang juga konsisten. Sejak awal berdiri, kecap dengan merek ahli masak selalu menemani kuah sotonya dalam memanjakan lidah pelanggan.
Sama seperti Sri Sundari, Eni juga enggan mengganti jenis kecap karena mengikuti jejak pendahulunya. “Kecap pakai Achli Masak sudah dipakai oleh mbah saya. Ngikutin simbah saja sampai sekarang nggak ganti-ganti,” katanya sambil tertawa kecil.
Ini juga karena menurutnya kecap dengan jenis itu udah terlanjur serasi di lidah pelanggan. “Sudah cocok saja sih. Karena kita gak ganti-ganti. Emang gak pernah diubah-ubah dari si mbah,” terangnya.
Kecap Achli Masak sendiri merupakan kecap asli Yogyakarta yang mulai berproduksi tahun 1955. Pabriknya ada di kawasan Gondomanan Kota Yogyakarta.
Saya berkunjung ke soto legendaris lain yang ada di Yogyakarta, tepatnya di utara Tugu Jogja. Orang mengenalnya dengan Soto Sampah. Berdiri di tahun 1971, Soto Sampah hingga saat ini tak pernah berpindah tempat. Hanya saja saat ini sudah punya cabang di dekat Alun-alun Kidul.
Rasanya tentu masih khas, karena juga menggunakan metode turun temurun. Sama seperti dua soto sebelumnya, Soto Sampah juga sampai di generasi ketiga. Saya berbincang dengan Dwi (35) selaku nasab absah dari usaha ini.
Berganti merek kecap karena kecocokan
Berbeda dengan soto-soto legendaris lain, Soto Sampah sepertinya belum lama menemukan kecap yang cocok dengan cita rasa kuah soto mereka. Menurut Dwi, lima tahun terakhir sotonya menggunakan Kecap Bango. Merek kecap yang diproduksi di Subang, Jawa Barat.
Menurut penuturan Dwi, ABC adalah merek kecap yang menemani kuah sotonya sebelum Kecap Bango. Itu karena bentuknya yang kental dan berwarna hitam pekat sehingga cocok bersinggungan dengan kuah sotonya.
Dwi menambahkan, ganti merek kecap bukannya tanpa alasan. “Ganti karena ada manis-manisnya. Kuah soto kan asin, ditambah cabe pedes jadi sama kecap masuk kalau manis,” kata Dwi kepada saya sambil melayani pelanggan.
Sebagian besar warung soto legendaris di Yogyakarta menganggap kecap bukan sekadar pelengkap soto, tapi jodoh. Dalam sebuah obrolan dengan Redaktur Mojok, Hendy Suharli, salah satu penerus Warung Soto Kadipiro mengungkapkan, bahwa kecap dan soto itu ibarat jodoh. Belum tentu kecap yang digunakan di warungnya cocok digunakan di warung soto yang lain atau makanan berkuah yang lain. Misalnya, saja ia membeli bakso kemudian menggunakan kecap yang biasa ia gunakan untuk membuat soto. Rasa yang tercipta justru ora nggenah. “Soto dan kecap itu ibarat jodoh, harus pas,” kata Hendy.
Reporter: Muhammad Rizki Yusrial
Editor: Agung Purwandono