Pasar Beringharjo menyimpan deretan kuliner nikmat dan legendaris. Kami mencoba mengulik beberapa warung yang ternyata jadi jujugan pelancong, pesohor, bahkan Sultan Jogja.
***
Sebagian orang, terutama para pelancong, menganggap Pasar Beringharjo merupakan destinasi belanja oleh-oleh khas Jogja. Namun, jika menilisik ke dalam ternyata ada surga kuliner yang menggoda perut lapar.
Pasar ini memang pusat perniagaan legendaris terintegrasi dengan area Keraton Yogyakarta. Kawasan ini dulunya merupakan hutan beringin, sehingga saat beralih menjadi pasar, penamaannya menjadi Beringharjo yang asal katanya “bering” yang berarti beringin dan “harjo” yang bermakna sejahtera.
Pada Kamis (30/11/2023), saya mencoba menjelahi sudut-sudut pasar untuk menemukan santapan terbaik. Sebenarnya sih niat awalnya menemani Tim Video Liputan Mojok untuk membuat konten, tapi sayang kalau tidak saya buatkan ulasan tulisan sekalian.
Begitu masuk dari pintu gerbang bagian barat yang tampak masih deretan los batik dan pernak-pernik pakaian. Maka kami terus berjalan ke dalam membelah kepadatan orang-orang yang berlalu lalang.
Kami terus melangkah menuju lantai dua pasar. Setiap melewati los pedagang, mereka selalu bertanya, “Cari apa Mas?”
Seringnya, kami respons pertanyaan itu dengan senyuman manis saja. Sampai akhirnya, kami coba menjawab jujur saja bahwa kami lagi cari makanan.
“Kalau makanan di belakang Mas. Di sisi timur,” kata seorang ibu penjaga toko pakaian di Pusat Grosir Metro Beringharjo.
Pasar Beringharjo surganya kuliner Jogja
Perempuan bernama Dewi pemilik Toko Pakaian Pesta 42 malah antusias menerangkan beberapa destinasi kuliner legendaris dan jempolan di pasar ini. Warung-warung yang bukan hanya sering disambangi pedagang sepertinya, melainkan juga pelancong sampai pesohor.
“Yang jelas ada Empal Bu Warno, Gado-gado Bu Hadi, Sate Kere Bu Sum. Itu lah pokoknya yang jos…,” katanya yakin.
“Eh.. ada lagi Mas. Ada mbah-mbah penjual jenang dekat pintu, dawet dekat pintu kanan, terus bakso dan mie nyemek di dekat pintu belakang. Kalau warung-warung ini saya malah lupa namanya. Pokoknya enak,” imbuhnya.
Kuliner di pasar ini sudah siap sejak pagi. Rata-rata buka jam 08.00 namun ada juga yang lebih dini. Warung-warung ini mulai tutup pada pukul 15.00. Sehingga cocok untuk destinasi sarapan dan makan siang.
Berbekal informasi tambahan dari pedagang setempat, kami semakin yakin untuk meluncur ke sisi timur Pasar Beringharjo. Begitu masuk ke area lantai dua sisi timur, asap pembakaran berbagai masakan menyeruak menusuk hidung kami.
Di kompleks tersebut, cat tembok sudah pudar, menghitam terkena asap dari kompor dan arang setiap hari. Penampakan yang tidak estetis namun justru jadi corak penanda lokasi kuliner yang mantap dan terpercaya.
Meski banyak warung yang tampak ramai dan menggoda, kami fokuskan langkah menuju warung Empal Bu Warno yang jadi destinasi utama. Tempatnya kecil dan tidak muat banyak orang, saat kami datang ada sepasang suami istri yang datang-datang jauh dari Bandung.
“Kami dapat rekomendasi di sini tempatnya enak. Ya benar sih, nggak salah informasi yang kami dapat dari YouTube,” kelakar sang suami saat hendak beranjak. Apesnya saya lupa bertanya nama beliau.
Empal Bu Warno legendaris langganan Raja Jogja
Alkisah, Empal Bu Warno dirintis oleh Ibu Prawiro Suwarno pada tahun 1960. Setelah meninggal, operasionalnya dilanjutkan oleh Sumarsih, anaknya.
Kebakaran hebat sempat menimpa Pasar Beringharjo pada tahun 1986, pasar baru beroperasi kembali pada tahun 1991. Warung empal yang semula terletak di selatan pasar, Jalan Pabringan, kemudian pindah ke lantai 2, tepatnya di Los Timur PA 1.
Keistimewaan Empal Bu Warno terletak pada potongan daging yang besar dan tebal. Selain itu, daging yang diolah menjadi empal hanyalah kisi dan gendik yang didapat dari paha dan betis sapi. Kedua bagian itu memiliki sedikit kandungan lemak.
Widya, pengelola warung ini mengungkapkan bahwa bumbu empal tidak pernah berubah sejak pertama kali warung ini buka. Hal itu ternyata membuat banyak orang yang suka lantas menjadi pelanggan setia bertahun-tahun.
Empal Bu Warno memang menjadi favorit para publik figur, seperti Bondan Winarno, Najwa Shihab, Sudjiwo Tedjo, Olga Lydia, Mike Amalia, Tora Sudiro, dan Butet Kartaredjasa. Bahkan Henidar Amroe pernah datang ke rumahnya. Begitu pun Lydia Kandou yang baru dua bulan lalu singgah dan santap siang di Empal Bu Warno cabang Jalan Brigjen Katamso, Mergangsan.
Tidak hanya deretan publik figur, keluarga besar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga menjadi langganan Empal Bu Warno. “Khususnya keluarga Sultan Hamengkubuwono IX” ungkap Widya.
Hal itu membuat saya tidak heran kalau sedari tadi banyak orang dari luar kota yang datang kemari. Setelah sepasang suami istri dari Bandung, datang rombongan keluarga dari Madiun. Dua hari berturut-turut mereka kulineran di Pasar Beringharjo. Kemarin menjajal sate kere dan hari ini penasaran dengan cita rasa empal yang melegenda ini.
Seporsi empal di sini tersaji dengan pendamping sambal korek yang pedas dan lalapan. Uniknya, kecap diganti dengan lotis yang manisnya agak gurih. Menambah kenikmatan santapan di warung ini.
Gado-gado Bu Hadi yang memikat pegawai koperasi
Di depan Warung Empal Bu Warno, terdapat Gado-gado Bu Hadi yang tak kalah legendaris. Keduanya pernah disambangi oleh jurnalis kuliner terbaik Indonesia, almarhum Bondan Winarno.
Warung ini tak kalah legendaris karena sudah berdiri sejak 1952 dan kini sudah berada di tangan generasi ketiga. Saat ini, seporsi gado-gado dibanderol seharga Rp18 ribu. Tampak nikmat dan menjanjikan dari sajiannnya.
Selain gado-gado, ada pula menu minuman yang siap memanjakan tenggorokan anda yakni es kopyor. Minuman ini harganya Rp15 ribu per gelas.
Di warung ini saya berjumpa dengan dua lelaki muda yang mengaku sudah langganan gado-gado di sini sejak lama. Mereka menyantapnya dengan lahap.
“Kami setiap Kamis pasti makan di sini,” kata salah seorang di antara mereka berdua. Saya lantas menanyakan, kenapa hari Kamis menjadi pilihan mereka.
“Soalnya kami pegawai koperasi. Jadwal keliling di Pasar Beringharjo hari Kamis,” kelakarnya.
Seporsi gado-gado jadi penguat mereka sebelum berkeliling menawarkan skema pinjaman maupun menagih utang para pedagang.
Soto daging di Warung Makan Pak Sukir
Selanjutnya, masih di lantai dua Pasar Beringharjo, terdapat Warung Makan Pak Sukir yang kondang karena sajian soto racikannya. Ada soto daging, soto babat iso, soto ayam, dan beberapa menu lain seperti opor ayam kampung dan nasi rames.
Meski banyak pilihan kuliner soto yang menarik, masakan lain di sini juga tak kalah kondang. Bumbunya terkenal dengan rasa gurih yang memanjakan lidah.
Pemilik warung tersebut pernah berujar kalau banyak orang ternama. Mulai dari artis Marissa Haque sampai Sekda Kota Jogja. Foto-foto pesohor yang datang terpajang di sudut warung.
Warung Bu Sum punya sate kere yang menggoda
Di sayap timur lantai dua sebenarnya masih ada beberapa destinasi lain yang menggoda. Ada sate-satean sampai gudeg. Namun, saya coba untuk langsung turun ke bawah mencoba salah satu nama yang kerap disebut orang yakni Sate Kere Bu Sum.
Betul saja, warung yang nyempil di dekat pintu kelar selatan sayap timur Pasar Beringharjo ini begitu ramai. Para pegawainya tak henti-henti membakar puluhan tusuk sate. Ada sate daging ayam dan sate kere yang merupakan gajih atau bagian lemak.
Sebenarnya warung ini menjajakan banyak menu. Mulai dari soto, nasi rames, dan berbagai jenis lauk-pauk. Namun, sate ini seakan jadi pelengkap yang menggoda lidah pengunjungnya.
Seporsi sate kere yang khas di sini dibanderol seharga Rp20 ribu. Sudah termasuk sepiring nasi. Satenya ada lima tusuk dengan masing-masing tusuk berisi potongan lemak yang besar dan padat.
Makan di warung sambil menghirup asap bakaran sate menambah nikmat suasana. Rasanya memang kuliner nikmat di Pasar Beringharjo tidak cukup untuk dijelajahi dalam sekali lawatan. Setiap warung menawarkan masakan dengan cita rasa khas dan cerita uniknya tersendiri.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Empal Bu Warno, Resep Warisan Dapur Luweng Jagalan
Cek berita dan artikel lainnya di Google News