Orang-orang yang mengaku sebagai tabib suci bermunculan di negeri Sudah Empire. Mereka menyebarkan paham sebagai yang paling suci dan benar, menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka.
***
Gedung Graha Bhakti Budaya TIM Jakarta yang telah dirobohkan oleh penguasa di sana ternyata ada hikmahnya bagi saya. Tentu saja hikmah yang baik. Karena saya bisa menonton pentas Program Indonesia Kita di gedung Taman Budaya Yogyakarta.
Pertunjukan lakon “Tabib Suci” yang berlangsung pada Minggu, 20/2/2022, di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, sebenarnya memang pentas rutin program Indonesia Kita yang telah berlangsung sejak tahun 2011. Pentas yang disutradarai oleh Agus Noor ini merupakan pentas ke-35 program Indonesia Kita yang sempat mandeg selama 2 tahun karena pandemi. Pentas terakhir program Indonesia Kita berlangsung di TIM pada November 2020 dengan lakon “Pemburu Utang.” Karena TIM dirobohkan penguasa, maka pertunjukan diboyong ke Jogja.
“Itu sebabnya kami menandai pementasan ini sebagai “Kangen Indonesia Kita”. Cara kami melepas kangen untuk menumbuhkan kembali semangat membuat pertunjukan-pertunjukan. Ya, beginilah cara kami melepas kangen,” kata Agus Noor. “Tapi ingat, ya. Ini kisah tentang tabib. Jangan diplesetkan.”
Tabib itu lazimnya bertugas mengobati orang yang sakit. Sakit apa saja. Baik sakit fisik maupun sakit pikiran dan hati. Karena kesaktian dan kesuciannya, bahkan sebuah bangsa yang sedang sakit juga membutuhkan juru sembuh seorang tabib yang suci. Namun sayangnya, disaat kondisi bangsa yang sedang sakit karena pandemi ini, justru mendadak banyak bermunculan tabib-tabib yang mengaku suci. Yang justru membikin kisruh.
“Mereka tak hanya menampilkan diri sebagai orang yang ahli dan sakti,” kata Agus Noor pada postingan akun instagramnya. “Mereka bahkan menyatakan dirinya sebagai orang yang paling suci. Pemilik kebenaran dan penjaga kesucian. Mereka berebut pengaruh dan mencari dukungan, sembari menyalah-nyalahkan siapa saja yang tidak sepaham. Mengharam-haramkan perbuatan orang di luar kelompoknya. Dan dari sanalah timbul bermacam kekonyolan dan kelucuan.”
Pertunjukan lakon Tabib Suci di TBY kemarin dipentaskan dua kali dengan prokes ketat. Pertama pada pukul 14.00 WIB. Dan pertunjukan kedua pada pukul 20.00 WIB. Gedung pertunjukan hanya berisi separuhnya saja pada bagian depan. Karena mengikuti standar prokes 50 persen ruangan penonton.
Saya menonton pertunjukan yang pertama. Saya beruntung juga karena seorang teman memberikan tiket pertunjukan yang memang sudah saya tunggu sejak Agus Noor memposting poster pertunjukan pada akun instagramnya. Lebih beruntung lagi, saya mendapat tempat duduk bernomer J 20 pada bagian tengah. Sehingga saya bisa menonton sambil sesekali memotret.
Sebelum pentas dimulai Butet Kartaredjasa memberikan semacam pengantar bahwa mementaskan Tabib Suci ini agak ngeri-ngeri sedap. Dia kuatir jika ada yang mengganti huruf T pada kata tabib dengan huruf H. Kan bisa berbahaya, kira-kira begitulah isi sambutan BK.
Judul pementasannya memang sarat makna: Tabib Suci. Apalagi saat tirai panggung mulai dibuka. Artistik panggung yang digarap oleh Ong Harry Wahyu ini penuh simbol dan multitafsir. Pada latar panggung terdapat dua pilar menyerupai pilar di istana. Bagian tengahnya terdapat sebuah kursi singgasana. Di belakang kursi itu terdapat dua pilar lagi.
Pada bagian atas pilar tadi terdapat tulisan “Sudah Empire”. Di depan kursi singgasana terdapat papan tulis yang mirip dengan papan tulis daftar menu pada resto-resto pinggir jalan. Hanya bedanya, papan tulis di depan kursi singgasana itu menunya hanya lima: Wedang PCR 50k, Tuyul Krispi 50k, Baceman Gendruwo 70k, Peri Tepung 10k, dan Swab Anti Jin 100k. Menu-menunya menggelitik pikiran.
Pentas yang menampilkan banyak komedian seperti Cak Lontong, Marwoto, Akbar, Mucle, Joned, Wis Ben, Inaya Wahid, Yu Ningsih, Den Baguse Ngarso, dan beberapa lainnya, ini memang mengundang senyum getir bahkan tawa. Karena dialog-dialognya nyambung dengan kondisi yang terjadi sekarang ini. Saat lakon baru dimulai saja dialognya bikin senyum bahkan banyak penonton yang ngakak.
Sebagai pembuka adegan, sebuah lagu berjudul Mbah Dukun didendangkan oleh Mucle Katulistiwa yang biasa menirukan suara Bang Haji Rhoma Irama. Di kursi singgasana duduk seorang tabib yang diperankan oleh Cak Lontong. Di depan Cak Lontong, duduk seseorang memakai topeng yang dipasang di bagian belakang kepalanya.
Tiba-tiba lagu Mbah Dukun berhenti dan terjadilah dialog antara asisten tabib yang diperankan oleh Akbar dengan tabib yang tengah duduk di kursi singgasana.
“Tong, ini kira-kira kena panyakit apa?” tanya asisten pada sang tabib.
“Penyakit langka,” jawab Tabib Lontong.
“Apa?”
“Lha, saking langkanya saya sampai gak tahu,” jawab Tabib Lontong.
“Kalo menurut pengamatan saya, ini kepalanya kebalik,” kata asisten.
“Bukan, bukan,” jawab Tabib Lontong.
“Apa? Badannya kebalik?”
“Bukan. Pake bajunya kebalik,” jawab tabib Lontong.
“Ya, berarti tinggal dicopot badannya, dibalik,” kata asisten.
“Ah, kelamaan. Masker, masker,” kata Tabib Lontong.
“Woi, walaupun tabib tapi tetap prokes, ya,” kata asisten.
“Prokes, prokes apaan sih?” jawab Tabib Lontong.
“Ya, buat apa pake masker?” tanya asisten.
“Kita pake masker biar jika nanti terjadi apa-apa, dia gak tahu siapa yang melakukan,” jawab Tabib Lontong.
Lakon Tabib Suci punya pesan kuat yang disampaikan kepada penonton. Tentu saja pesan itu disampaikan dengan cara yang penuh canda dengan dialog-dialog yang penuh improvisasi dan bikin ngakak.
Sejak awal adegan hingga akhir pementasan, Cak Lontong yang memakai kostum ala jenderal militer berhasil menghidupkan suasana panggung menjadi lebih hidup. Tawa penonton kebanyakan muncul dari aksi panggung beliau; sang Tabib Suci Cak Lontong.
Alkisah di sebuah negeri Sudah Empire, terdapat dua orang tabib yang mengaku sakti dan suci. Tabib pertama diperankan oleh Cak Lontong. Tabib kedua diperankan oleh Marwoto. Keduanya sama-sama punya anggota. Keduanya tidak akur. Keduanya juga saling berebut pengaruh. Keduanya saling adu kesaktian. Tepatnya adu tebak-tebakan yang bikin ngakak.
“Kamu tahu ular?” Tanya anak buah tabib Marwoto.
“Heh! Ini bukan hanya saja jawaban,” kata Tabib Lontong. “Soalnya saja saya sudah tahu. Pertanyaannya, kamu tahu ular? Kenapa ular gak dikasih kaki? Karena kalo dikasih kaki, nggigit. Coba ada ular lewat dikasih kaki. Nggigit,” jawab tabib Lontong.
Adegan pertama tuntas ditutup dengan lagu Cinta Tak Pernah Sia-sia karya Agus Noor. Perpindahan adegan dan perubahan tata panggung berjalan mulus karena keterlibatan kru panggung yang ikut masuk menjadi bagian dari pertunjukan sambil diiringi musik dan tarian ndolalak yang trengginas. Tata panggung kini berlatar pagar besi yang menyerupai pagar alun-alun keraton.
Lalu muncul pedagang cilok yang diperankan oleh Mucle dan istrinya yang diperankan oleh Inaya Wahid. Simbol wong cilik yang kelak jadi korban dari ulah orang-orang yang mengaku sebagai tabib suci. Keduanya tengah duduk di bawah pohon beringin saat tabib suci dan gerombolannya melewati mereka menuju entah.
“Sayang,” kata bakul cilok pada istrinya.
“Ayang, itu rombongan apa sih?” tanya istri bakul cilok.
“Gak tahu, Yang. Dari tadi kita ikutin berharap ada yang beli cilok kita. Ternyata udah baris rame-rame gak ada satu pun yang jajan,” kata bakul cilok.
“Itu rombongan istana kali ya, Yang? Tanya istri bakul cilok.
“Gak tahu juga. Tapi kok ini istana dipagar, ya?” tanya bakul cilok.
“Iyalah, biar orang kecil kayak Ayang gak bisa masuk,” jawab istri bakul cilok.
“Loh, ini kalo istana dipagar bagaimana rakyat bisa ketemu sama pemimpin,” kata bakul cilok.
“Eh, jangan-jangan ini cuma mau ngabisin Danais,” kata istri bakul cilok.
“Duh, Dana Iswara mah penyiar tivi, Sayang,” kata bakul cilok.
Saat keduanya tengah duduk di bawah pohon beringin alun-alun itulah datang seorang lelaki misterius memakai surjan berwana kuning emas berkain batik yang diperankan oleh Butet Kartaredjasa. BK kemudian ditawari cilok oleh bakul cilok dan istrinya.
“Pak tumbas, Pak. Cilok, Pak.”
“Cilok? Emoh,” jawab Lelaki Misterius.
“Bapak rombongan orang-orang tadi, ya?” Tanya bakul cilok.
“Rombongan orang-orang yang dipanggul tadi itu? Bukan. Aku itu gak percaya sama orang-orang yang mengaku tabib suci itu. Belgedes,” jawab Lelaki Misterius itu.
“Lantas bapak siapa,” tanya istri bakul cilok.
“Saya bukan siapa-siapa. Itu tidak bisa dipercaya orang-orang itu. Kalau sudah mengaku paling suci, biasanya itu orang yang justru tidak suci. Ingat, ya. Jangan percaya sama rombongan orang-orang kayak gitu,” jawab Lelaki Misterius itu.
“Pak, sudah. Ngomongnya gitu aja. Bayarane paling mahal lho,” kata istri bakul cilok.
“Asu iki. Aku itu sebenarnya mau ngomong banyak seperti apa yang kamu omongkan tadi. Alun-alun kok dipagari,” jawab Lelaki Misterius.
“Ya, ngomong,” kata istri bakul cilok.
“Ya, ndak berani. Isa kualat,” jawab Lelaki Misterius.
“Tadi di belakang panggung bilangnya mengko aku tak misuh, tak misuh. Sampe depan panggung gak berani,” kata istri bakul cilok.
“Gak ada bekingnya. Kowe ngono dikawal Paspampres. Ngingu Banser. Aku ya ming belgedes,” jawab BK kepada Inaya Wahid yang merupakan putri Gus Dur.
Lelaki misterius itu ternyata dalang di balik kemunculan mendadak tabib-tabib yang mengaku suci. Dialah yang mengatur kehamilan Yu Ningsih yang dikorbankan dan dijadikan jodoh untuk Akbar. Dia pula yang menyebarkan segala sumber perpecahan bangsa Sudah Empire melalui kemunculan tabib-tabib suci. Di akhir kisah, rahasianya terbongkar oleh anggota BIN yang diperankan oleh Den Baguse Ngarso.
BIN sebenarnya sudah lama mengendus keberadaan dalang dibalik tabib-tabib suci yang bermunculan secara mendadak di negeri ini. Hanya saja, agar terbongkar dengan bukti-bukti yang kuat, BIN kemudian menyusupkan Flora anak perempuan Tabib Marwoto.
Lakon Tabib Suci sepertinya memang dibuat Agus Noor untuk menandai kembalinya BK ke dunia panggung pertunjukan. BK tampil seperti orang yang sebelumnya tidak pernah sekarat. Padahal, BK nyaris saja tak mampu berjalan bahkan pernah mengalami koma karena jantungnya sudah dipasangi 5 ring.
Saya terakhir menonton BK manggung saat dia ikut pementasan Teater Gandrik “Para Pensiunan: 2049” pada April 2019 yang juga dipentaskan di TBY. Saat itu gerak tubuhnya terasa lamban. Hanya duduk. Dan kemudian berbaring di atas peti mati. Saat itu, BK usai tumbang karena gangguan jantung.
Dalam lakon Tabib Suci berdurasi nyaris 2,5 jam ini, BK tampil dengan dialog-dialog panjang terutama menjelang pementasan berakhir. Perannya menjadi dalang di balik keberadaan dua orang tabib yang mengaku suci dilalui dengan diksi dan intonasinya yang khas BK. Itu menandakan bahwa dia benar-benar telah sehat.
Dalam pengantar pementasannya BK menulis, bahwa dia merasa bersyukur karena diselamatkan dari maut setelah lima bulan terkapar tak berdaya karena sakit. Dia beruntung mempunyai lingkaran pertemanan yang kuat dukungan sosialnya. Bantuan dan doa dari teman-temannya seperti membawa mukjizat yang menyembuhkannya. Kebangkitanya kemudian dia tunjukkan di atas panggung dalam perannya sebagai dalang di balik munculnya tabib-tabib yang mengaku suci.
Saya pikir, kita memang membutuhkan tabib-tabib, kata BK dalam pengantarnya. Kita membutuhkan juru sembuh. Tidak harus suci, lanjutnya. Namun tabib yang ikhlas dan selalu membagi cinta dan kebaikan. Terutama tabib untuk menyelamatkan Indonesia. Karena hingga hari ini, lanjut BK, masih terdengar ancaman disintegrasi bangsa. Ujaran kebencian. Teriakan waton sulaya, asal jeplak, tanpa etika dan logika.
“Kita ingin supaya negeri ini tetap konsisten mengusung cita-cita leluhur bangsa. Menjadi negara yang majemuk. Tepa selira. Saling memghormati meskipun kita berbeda-beda suku, agama dan etnis kebudayaannya. Jadi, marilah kita rajin melakukan ibadah kebudayaan, katanya. Jangan pernah kapok menjadi Indonesia!”
Reporter: Eko Susanto
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Para Pemburu Konten Bus: Antara Kepuasan Pribadi dan Keuntungan yang Menggiurkan dan liputan menarik lainnya di Susul.