Kenapa Harus Sunat di Bogem?

MOJOK.CO – Perkara sunat yang menjadi momen sakral bagi laki-laki tidak bisa dianggap enteng, dengan adanya harapan hasil yang bagus menyebabkan mahasiswa asal Papua hingga keluarga Cendana memilih sunat di Bogem.

Bagi laki-laki yang mengangap sunat adalah hal yang sakral, pemilihan di mana ia akan sunat menjadi hal yang penting. Tentu sebagai laki-laki, kita jelas tidak ingin kecewa karena hasil yang kita tuai nanti membuat kita harus sunat dua kali.

Maka seperti nama besar dapat menyebabkan tempat sunat seperti Bogem menjadi tempat sunat idaman dari Jawa Tengah sampai Yogyakarta.

Tengok Fajar yang baru saja masuk SMP Pangudi Luhur 1 Klaten pada tahun ajaran baru 2018/2019 ini. Ketika musim liburan kemarin, Fajar memutuskan untuk sunat di bong sunat yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta ini dengan alasan sang kakak beserta tiga tetangganya sudah pernah “dipotong” di tempat tersebut. Hasilnya pun tidak mengecewakan.

Ditambah, terdapat mitos yang dipercayai oleh beperapa orang tua bahwa ketika sang anak sunat di tempat tersebut, maka anaknya akan memiliki masa depan yang cerah. “Bogem kan tempat sunatnya banyak penjabat,” tutur Mira yang merupakan orang tua dari Fajar.

Ketika dibawa ke bong sunat di dekat Candi Prambanan ini tidak tampak ada raut wajah takut dari Fajar. Bocah yang kini berumur 12 tahun itu cukup percaya diri karena pergi dengan ditemani oleh kedua orang tua beserta kakaknya.

Sesampainya di sana, ibunya Fajar segera mengambil nomor antrian yang sudah disediakan oleh resepsionis. Beruntung Fajar dapat nomor antrian 34, jadi tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu.

Kira-kira cuma butuh waktu sekitar satu jam untuk tiba giliran Fajar dapat merasakan bilik sunat legendaris tersebut. Hari itu, Fajar tidak disunat sendirian. Bersama dengan empat pasien lain—yang semuanya anak-anak—akan menjadi satu rombongan sehingga membuat Fajar semakin enggan untuk takut. “Kalau nangis kan nanti malu,” ungkapnya.

Sebelum sunat dimulai, terdapat semacam ritual yang harus dilakukan oleh Fajar bersama empat anak itu.

Secara bergantian, anak-anak itu akan diberi kesempatan foto bersama keluarga masing-masing dengan latar belakang interior Bogem, yang hasilnya dapat diambil setelah proses sunat selesai.

Ketika disinggung mengenai fungsi dari proses tersebut, rasa kebanggaan jadi alasan. Hal ini sekaligus menguatkan mitos tentang masa depan cerah dari alumni Bogem yang diceritakan lebih lanjut oleh Bardo Djumeno kakak dari juru sumpit sekaligus pengelola Bogem, Budi Harjanto.

“Dulu ada ibu yang membawa anak pertamanya ke sini, anak itu jadi Bupati. Dan anak kedua dibawa ketempat sunat biasa, eh, malah nggak jadi apa-apa. Makanya, ketika anak ketiganya ingin sunat, si ibu memaksa untuk dibawa ke Bogem,” jelas kakek berumur 64 tahun itu.

Bahkan menurut pernyataan Bardo, pihak bogem pernah mendapat kesempatan langka untuk menyunat salah satu keluarga presiden.

Kala itu, lewat Kepala Rumah Tangga Istana Yogyakarta, salah satu Presiden Indonesia yang kala itu berkuasa memanggil pihak Bogem untuk datang ke kediamannya. Maka Bardo dan adiknya Budi Hartjanto yang juga menjadi pengelola Bogem sekaligus juru sunat segera berangkat. Namun ketika ditanya siapa yang waktu itu disunat, Bardo enggan untuk bercerita lebih rinci.

“Karena itu kan orang besar ya? Saya perlu izin dulu untuk menceritakannya.”

Ya silakan kita tebak sendiri saja, siapa kira-kira siapa keluarga presiden yang dimaksud.

Dengan reputasi seperti itu pula Bogem membuat banyak keluarga memercayakan anaknya untuk disunat. Ketika satu generasi sudah dibawa ke sana, maka generasi selanjutnya akan terus membawa anaknya. Terus begitu hingga pasien yang datang tidak pernah ada habisnya.

Angka 150 pasien per hari akan dijumpai ketika masuk libur sekolah, meski pihak Bogem tidak pernah bikin iklan di media massa. Para alumni Bogem-lah yang otomatis akan jadi corong promosi ke khalayak.

Kebanyakan pasien memang berasal dari Jateng atau Yogyakarta. Namun menurut penuturan Bardo, pernah juga ada seorang pasien dari luar Pulau Jawa—bahkan juga dari luar negeri. Jika memasuki musim liburan anak-anak akan meramaikan Bogem, maka para orang dewasa yang hendak sunat akan datang saat hari biasa. Tentu saja biar tidak malu di depan pasien anak-anak.

“Biasanya yang ingin menikah namun belum sunat, banyak juga yang dari NTT dan Papua. Di sana sunat kan masih tabu.”

Nah, untuk para pasien dewasa yang ditemani oleh pacar atau calon istrinya ketika akan disunat, biasanya akan ada imbauan kepada pasien. Tentu agar bekas luka sunatnya segera sembuh.

“Kita suruh jangan landing dulu setelah menikah nanti,” tutur Bardo.

Dijelaskan pula oleh Bardo. Jika pasien lebih tua lagi, biasanya Bardo akan meminta pasien untuk mengecek gula darah terlebih dahulu. Sebab, jika ketahuan gula darahnya tinggi, pihak Bogem mengaku tidak berani, sebab khawatir luka yang diakibatkan bisa membuat luka jadi lama keringnya.

Tak berapa lama, dengan rasa sedikit nyeri di daerah selangkangan, Fajar keluar dari bilik sunatnya. Selain bentuk alat vital, tidak ada yang berubah dari Fajar. Anak ini tetap dapat berjalan seperti biasanya tanpa isak tangis. Pemandangan ini seolah membuktikan apa yang menjadi moto dari Bogem: tidak sakit dan cepat kering.

 

Exit mobile version