Kalian bisa berdebat tentang kampus terbaik secara akademik di Jogja, tapi untuk perkara Mobile Legends, maaf-maaf saja, Jogja punya UGM kali ini. Dan itu terbukti ketika UGM menyabet juara satu di event Esports Campus Leader yang diadakan di Jogja.
Acara yang diadakan pada Minggu, 19 Mei 2024 tersebut jadi panggung UGM menegaskan posisi mereka di Jogja sebagai kampus nomor satu dalam bidang apa pun, bahkan game sekalipun. Menaklukkan UTY di final, UGM keluar sebagai juara di event esports antarkampus di Jogja.
Bagi orang-orang Jogja, sebenarnya kabar ini bisa dibilang tak mengagetkan. Kadar kagetnya nggak tinggi-tinggi amat lah. UGM, juara lomba apa pun itu, ya biasa saja. Sebab kita bicara kampus yang jadi alasan para pemuda merantau ke Jogja, yang bikin orang-orang terpukau melihat gedungnya, yang bikin orang kemaki ketika memakai almamaternya.
Orang-orang secara tak sadar, sudah menganggap UGM nomor satu di Jogja.
Tapi, di dunia game, belum tentu ceritanya sama. Mungkin di game lah privilege kehidupan tak begitu punya taji. Semua orang punya kesempatan yang sama. Yang kaya bisa terlihat tolol, yang miskin bisa jadi juara. Semuanya perkara skill.
Hanya saja, UGM bisa dibilang tempat terbaik untuk orang terbaik. Jadi ya, tak kaget jika para pemain jago pun berkumpul di sana. Contohnya ya, juara Esports Campus Leader ini. dan kebetulan, saya berkesempatan untuk mewawancarai mereka, yang mengangkat piala sekaligus memberi penegasan bahwa merekalah “yang punya Jogja”.
Kafe yang ramai
Karanggayam sore itu begitu ramai. Maklum, jalan tersebut jadi akses dua universitas yang berdampingan, UGM dan UNY. Kafe tempat saya wawancara juga terletak di utara perempatan neraka FT UNY, jelas bisa ditebak betapa ramenya jalan tersebut.
Jam 4 sore lebih sedikit, anggota tim UGM datang. Mereka hanya bertiga, 1 manajer dan 2 pemain. Pemain yang lain tak bisa datang karena praktikum, tapi, tak ada masalah dengan itu.
Setelah bersalaman dan duduk, saya melemparkan pertanyaan pertama untuk mereka, bagaimana persiapan mereka selama ini? apakah ada persiapan khusus?
Jawabnya, kalau secara khusus, tidak ada, hanya latihan biasa selama 2 bulan.
“Kalau khusus kita nggak ada sih, Mas. 2 bulan ini latihan biasa aja, ngerank bareng, kita juga scrim biasa sama UNESA Surabaya, UNDIP, UTY, gitu-gitu. Latihan ini juga buat nguatin chemistry dengan anggota tim baru sih, soalnya pemain satunya harus ke Taiwan,” jelas Riefky, pemain UGM (21/05/2024).
Mereka mengaku bahwa sebelum turnamen ini, tim Digdaya (nama tim yang mewakili UGM) sudah sering ikut kompetisi di banyak tempat. Jadi, secara persiapan secara mental dan tim mereka sudah terbentuk.
Taunting membawa bencana
Dan itu tercermin ketika mereka menjalani Esports Campus Leader. Perjalanan tim mereka lumayan mulus, meski harus turun ke lower bracket gara-gara kalah melawan UTY.
“Kalah melawan UTY itu bisa dibilang kita salah draft. Makanya saat ketemu UTY di final lagi, kita ban hero yang biasa mereka pakai.”
“Kalau boleh tahu, apa yang mereka pakai, Mas?”
“Freya, Diggie, Claude. Itu kita ban terus sih. Untuk Claude nggak spesifik ya, soalnya itu ban template. Kita ban Claude ya karena nggak kita pakai.”
Di final, mereka tidak melalui kesulitan berarti karena sudah tahu apa yang harus dilakukan, serta sudah siap secara mental dan taktikal. Tapi, mengalahkan UTY punya arti tersendiri untuk mereka.
“Aku denger dari temen waktu UTY ngalahin kita itu selebrasinya berlebihan, Mas. Taunting juga. Kita sebenernya ga ada masalah sama kalah. Tapi tauntingnya itu lho. Panaslah kita.”
Dimulai dari UGM
Event Esports Campus Leader, event di mana UGM berjaya ini adalah event yang dibuat sebagai upaya untuk memberi ruang para mahasiswa yang berprestasi di dunia Mobile Legend mendapat kesempatan berkarier. Sebab, ekosistem Mobile Legends sulit untuk para pemain yang berbakat mendapat tempat di dunia pro. Bagi Muhammad Nafis, panitia dan anggota PB ESI DIY, keberlanjutan adalah hal yang krusial.
“Event kayak gini memang penting, karena biar para pemenang kayak tim UGM ini bisa tau mau ngapain. Lha kalau ga ada ekosistemnya kayak gini, coba tanya anak-anak ini, abis juara, mau ngapain?”
“Kesempatan membuka jenjang karier ini bisa mematahkan stigma gamers yang selama ini ada. Jadi Esports Campus Leader ini bisa dibilang usaha awal biar orang-orang bisa jadi pro.”
Bisa jadi mapres UGM lewat game
Perkara stigma, tak bisa dimungkiri lagi, nyata adanya. Bermain gim kerap dianggap lebih banyak ruginya ketimbang untungnya. Padahal sudah terlalu banyak bukti bahwa dari game, orang bisa hidup. Contoh paling sahih adalah The International, event tahunan Dota 2 yang selalu punya hadiah dengan jumlah besar. Juli nanti, akan ada Esports World Cup yang diadakan di Riyadh, Arab Saudi. Artinya, pasar global esports memang sudah ada. Indonesia, memang sudah saatnya ikut meramaikan.
Indonesia sendiri tak kekurangan talenta. Jika kita bicara nama yang sudah mendunia, Rafli “Mikoto” Rahman adalah salah satunya. Pemain Dota 2 ini sudah menuliskan namanya di kancah internasional. Untuk dalam negeri, sudah kelewat banyak. Bahkan bisa jadi satu artikel kalau cuma ngelist nama. Maka dari itu, upaya seperti Esports Campus Leader ini, wajib untuk diapresiasi, sekalipun masih awal, dan dimulai dari UGM.
Riefky, player dari UGM juga menegaskan bahwa dunia esports tak hanya tentang pemain. Masih banyak posisi yang bisa diisi oleh orang yang bahkan nggak jago main sekalipun. Dia juga menjelaskan, bahwa prestasinya di Esports Campus Leader ini bisa memberi keuntungan dalam dunia akademik.
“Aku bisa daftar mahasiswa berprestasi lho, Mas, gara-gara menang ini. Jadi ya, selain dapat pride ‘megang Jogja’, nama kami di kampus jadi bagus.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.