Dominasi Ormek di Unair dan UINSA Surabaya Bikin Mahasiswa Muak, Bagi-Bagi Kursi Sampai Nilep Duit Organisasi

Dominasi Ormek di Unair dan UINSA Surabaya Bikin Mahasiswa Muak, Bagi-Bagi Kursi Sampai Korupsi.MOJOK.CO

Ilustrasi Dominasi Ormek di Unair dan UINSA Surabaya Bikin Mahasiswa Muak, Bagi-Bagi Kursi Sampai Korupsi (Mojok.co/Ega Fansuri)

Dominasi ormek di dua kampus negeri Surabaya, Unair dan UINSA, bikin mahasiswa muak. Selain membatasi partisipasi mahasiswa lain, tak jarang para anggotanya cuma mementingkan lembaganya sendiri. Bagi-bagi kursi bagi kader inkompeten sampai perilaku koruptif pun kerap dijumpai.

***

Dominasi organisasi ekstrakampus (ormek) di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) masih banyak dijumpai di kampus-kampus Surabaya. Presiden BEM FISIP Unair, Tuffa (22), bahkan mengakui keterlibatan ormek di lembaga eksekutif tersebut adalah hal yang wajar.

Sebagai informasi, mahasiswi Antropologi angkatan 2021 ini merupakan anggota salah satu ormek yang mendominasi di fakultasnya. 

“Fenomena banyaknya kader-kader ormek yang berkecimpung di ormawa itu memang betul. Fenomena ini terjadi di seluruh Indonesia, nggak hanya di Unair atau Jawa Timur,” jelasnya, mengonfirmasi pertanyaan Mojok, Senin (22/7/2024).

Sudah jadi rahasia umum kalau ada banyak pegiat organisasi internal kampus yang memiliki latar belakang ormek. Menurut Tuffa, hal ini disebabkan banyak mahasiswa yang menjadikan ormek sebagai tempat belajar terkait keorganisasian.

Di dalam organisasi tersebut, mahasiswa mengalami pembelajaran yang cukup kompleks. Seperti kepemimpinan, tata kelola organisasi, manajemen konflik, hingga manajemen forum. 

“Ilmu dan nilai yang mahasiswa serap dari ormek kemudian mereka praktikkan di organisasi internal,” imbuhnya.

Ormek nggak cuma ngurusin politik kampus Unair

Banyak anggapan yang menyebut kalau keberadaan ormek semata-mata hanya untuk mengurusi politik kampus. Khususnya soal suksesi kepemimpinan di BEM.

Namun, menurut Reza* (22), mahasiswa FIB Unair yang aktif di ormek, politik kampus bukan satu-satunya hal yang jadi fokus organisasi ekstra tadi. Menurutnya, ada hal-hal lain yang dikerjakan di luar kepentingan pemilihan raya (Pemira).

“Seperti share ilmu, dan bagaimana temen-temen bener-bener saling tolong menolong urusan akademik. Contohnya, nggak sedikit kegiatan yang ada di ormek sejalan dengan rumpun ilmu yang lagi aku dalami,” ungkapnya, Minggu (21/7/2023).

Makanya, tak heran kalau anak-anak ormek terlihat mendominasi kampus, terutama lembaga seperti BEM. Sebab, menurut mahasiswa Unair angkatan 2021 ini, pada akhirnya memang ada banyak kader ormek yang menjadi bagian dari BEM.

Kebiasaan bagi-bagi kursi di BEM

Dominasi ormek di BEM Unair sebenarnya bukan tanpa konsekuensi. Tiara* (22), alumni Unair yang pernah aktif di keorganisasian mahasiswa, mengungkap dominasi organisasi ekstra mencegah “mahasiswa biasa” buat terlibat di BEM.

Mahasiswa biasa yang dimaksud adalah mereka yang bukan anggota organisasi ekstrakampus tertentu.

“Sebab mereka berpengaruh sangat besar terhadap struktur organisasi kampus, baik BEM, BLM, DLM, bahkan kepanitiaan-kepanitiaan kecil itu tidak terlepas dari perhatian mereka,” ungkapnya.

Misalnya, saat masih aktif berorganisasi, Tiara mengaku pernah “di-cancel” dari banyak kepanitiaan. Perkaranya, ia dicurigai terafiliasi dengan ormek lain yang berseberangan.

Tak sampai di situ. Menurut pengakuan Tiara, praktik “bagi-bagi kursi” kepada kader ormek di BEM juga sudah menjadi rahasia umum. Posisi-posisi strategis di organisasi maupun kepanitiaan, sudah pasti diisi para kader ormek yang menang pemira.

Kalaupun ada mahasiswa non-ormek yang mengisi posisi di organisasi atau kepanitiaan, itu memang sudah “dijatahkan”. Menurut Tiara sebelumnya ormek telah mengatur dan menghitung sedemikian rupa pemetaan posisi yang tersedia. 

Dan, tentu saja, jatah itu kecil sekali bila dibandingkan dengan yang dialokasikan kepada anak ormek. “Itu cuman nol sekian persen, bahkan aku pernah dengar untuk BEM tingkat universitasku, itu [non-ormek] cuma dikasih 0,5 persen,” tegasnya.

Soal praktik bagi-bagi kursi ini, nyatanya tak cuma kejadian di BEM Unair. Di kampus tetangga, UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA), hal itu juga menjamur.

Bahkan, menurut Dika* (21), mahasiswa yang aktif di BEM tingkat fakultas, kalaupun ada pemira, mekanisme itu cuma buat formalitas saja biar terlihat demokratis.

Di belakang layar, terjadi banyak kecurangan. Mereka sudah menyiapkan calon pemimpin, bikin mekanisme buat mencegah calon lain maju, menyiasati aturan, sampai menyiapkan pasukan demi “mengamankan” pemilihan–agar figur yang mereka siapkan tidak digugat.

“Di BEM, jatah buat kader ormek itu jumlahnya bisa sampai 90 persen,” ungkapnya.

Ormek di BEM UINSA inkompeten dan sangat korup

Boleh dibilang, dominasi ormek di BEM UINSA Surabaya ini amat memprihatinkan. Pasalnya, pola-pola nepotisme itu memberi karpet merah bagi orang-orang inkompeten buat mengisi posisi strategis di BEM–sama seperti di Unair.

Parahnya lagi, dengan banyaknya orang-orang inkompeten ini, kualitas BEM jadi ancur-ancuran. Menurut Dika, alasan inilah yang bikin banyak mahasiswa di UINSA pada akhirnya muak dan memutuskan berhenti terlibat di BEM.

Selain itu, rahasia umum di BEM UINSA Surabaya adalah kelakuan koruptif mereka. Kata Dika, BEM akhirnya cuma bikin proker yang nggak penting-penting amat, tapi menjadi sumber cuan bagi ormek.

“BEM universitasku kemarin itu hampir nggak ngapa-ngapain. Kalo dihitung, prokernya paling nggak sampai lima. Anehnya, tuh dana operasional selama satu tahun bisa abis total, gimana nggak membagongkan,” ujarnya.

Yang sudah jadi rahasia umum di kalangan mahasiswa, anak-anak ormek kerap mengambil uang operasional organisasi internal, seperti BEM, untuk diberikan kepada ormeknya sebagai bentuk “balas budi”. Uang itu nantinya akan digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional ormek.

Jika ditelusuri, pola koruptif tak cuma kejadian juga UINSA. Di Unair pernah terjadi kasus anggota BEM nilep duit buat pengadaan jaket.

Karena rasa muak pada ormek dan BEM inilah yang bikin Dika mulai sadar akan pentingnya organisasi alternatif. Terlebih organisasi yang menjunjung tinggi semangat HAM.

“Musuh paling nampak di kampusku ini emang shrinking civic space karena ulah elite mahasiswa bahkan dari pihak kampus sekali pun, dari sini kita ngerasa kalo ruang yang terbebas dari segala kooptasi dan kepentingan itu emang bener-bener dirasa perlu ada” tuturnya.

*) Bukan nama sebenarnya. Narasumber meminta Mojok menyamarkan identitasnya demi keamaan.

Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Program Kompetisi Kampus Merdeka-Merdeka Belajar Kampus Merdeka (PKKM-MBKM) Unair Surabaya di Mojok periode Juli-September 2024.

Penulis: Alya Putri

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA KIP Kuliah di Unair Surabaya “Penuh Drama” bikin Orang Miskin Terancam Gagal Kuliah, Pakai Jalur Lain Bisa “Terjebak” UKT Mahal

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version