Sarjono, sudah dianggap sebagai bapaknya warga Sarkem oleh penghuninya. Selain jadi tempat curhat pekerja seks komersial, ia juga jadi curhat istri lelaki hidung belang.
Liputan Jogja Bawah Tanah edisi ini akan mengulas sosok Sarjono. Sosok yang membuat Reporter Mojok merasa aman saat keluar masuk gang tiga di lokalisasi Sarkem. Ia menjadi tokoh yang dituakan di kawasan ini. Bagaimana tidak, pria 69 tahu ini sejak tahun 1978 hingga sekarang, awet sebagai Ketua RW Sosrowijayan Kulon, lokasi Sarkem berada.
***
Seorang perempuan tiba-tiba menghampiri Sarjono yang sedang duduk di dekat gapura pintu masuk selatan Sosrowijayan Kulon. Perempuan tinggi semampai dengan setelan merah ketat ini lalu cemberut dan mencurahkan isi hatinya pada lelaki yang sedang asyik mengisap rokoknya ini.
“Pak, nggak jadi nikah lho aku. Gagal,” ucap perempuan itu. Wajah Sarjono tiba-tiba berubah, mengernyitkan dahinya. Tampak seperti kaget sekaligus bingung.
Ia lalu menanyakan alasan perempuan yang sepertinya begitu akrab dengannya ini gagal menjalin rumah tangga.
“Nanti aja lah Pak. Aku masuk dulu. Saiki aku ning nggone Mama Ita,” jawab perempuan itu. Ia lalu memberikan nomor hp-nya ke Pak Sarjono.
“Iso di WA to iki?” tanya lelaki paruh baya ini dengan singkat.
“Iso Pak. Iso WA, iso telfon,” jawabnya.
Jadi Ketua RW di Sarkem sejak muda
Setelah perbincangan singkat itu, ia melambaikan tangan lalu melenggang ke dalam gang area prostitusi Pasar Kembang. Ia melangkah cepat. Sehingga dalam waktu singkat tubuhnya sudah tak terlihat lagi dari tempat saya dan Sarjono sedang duduk.
Perempuan bernama Indah* itu ternyata usianya sudah menginjak kepala empat. Namun, penampilannya terlihat lebih muda dari usianya. Hidungnya mancung dan wajahnya sedikit terlihat seperti keturunan Tionghoa.
“Dia memang ada turunan Chinese, Mas,” ujar Sarjono.
“Saya itu kaget. Dia sudah lama nggak di sini. Pulang ke daerahnya katanya mau menikah. Tahu-tahu malam ini saya ketemu di sini lagi,” lanjutnya.
Menurut Sarjono, Indah sudah punya banyak materi dari pekerjaan sebagai PSK. Bisa beli rumah sendiri, punya mobil, dan beberapa hal lain. Ia memang terhitung PSK kelas atas di Sarkem. Meski usianya sudah tidak muda lagi.
“Saya tahu ceritanya. Anaknya bahkan sekarang sudah remaja. Dulu saat datang ke sini dulu, Indah diantar ibunya,” tambahnya.
Begitulah, lelaki berusia 69 tahun di samping saya ini seperti bapak bagi para warga Sarkem. Sarjono merupakan Ketua RW Sosrowijayan Kulon, tempat prostitusi tertua di Jogja ini berada. Jabatan ini sudah ia emban sejak tahun 1978. Saat usianya masih 25 tahun.
Senin (12/9) malam, sekitar pukul setengah sembilan, Sarjono mengajak saya berkeliling setiap sudut gang Sarkem. Ia menceritakan banyak hal tentang kawasan yang jadi tempat kelahiran sekaligus bertumbuh hingga usia senjanya. Juga bercerita satu dua hal tentang dirinya.
Ia menyapa hangat hampir setiap orang yang ditemuinya. Mulai dari PSK, LC, muncikari, warga biasa, hingga para penjaga keamanan. Mengenalkan saya pada mereka juga. Setiap orang yang ia jumpai juga menyambut hangat. Segan tapi tidak sungkan.
Kami berkeliling ke setiap sudut kawasan ini. Memulai dari selatan, menyisir setiap gang hingga pintu masuk utara. Kemudian kembali ke titik awal. Usai berkeliling, ia menyalakan rokoknya, lintingan tembakau Apple Ice yang jadi kesukaannya.
“Nek nggak ngelinting dewe, kurang marem, Mas,” ujarnya tertawa.
Jadi tempat curhat istri dan anak lelaki hidung belang
Sarjono lahir hingga awal remaja di Sosrowijayan Kulon. Ia sempat merantau ke Jakarta sebentar pada tahun 1968 hingga 1972. Ia juga menamatkan studi SMA di Ibukota. Namun, setelah itu, sepanjang hidupnya ia habiskan di kampung ini.
Ia terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kampung sejak muda. Usianya masih dua puluhan saat menjadi Ketua RT. Setelah itu sempat menjadi Sekretaris RW. Sebelum akhirnya pada 1978 dipercaya menjadi Ketua RW setempat.
“Saya menggantikan Pak Sulyan Haris sebagai Ketua RW. Nggak tau kenapa juga dipilih. Mungkin karena sebelumnya saya jadi sekretaris,” ujarnya.
Sarjono bekerja sebagai PNS di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi DIY. Saat masih bekerja, ia meluangkan waktu di malam hari untuk berkegiatan bersama warga. Hingga akhirnya ia pensiun di tahun 2010.
Saat saya datang ke sana, ia sedang asyik menonton bapak-bapak bermain catur di pinggir jalan raya. Begitulah keseharian malamnya saat ini. Selain berkeliling mengecek kondisi kampungnya.
Di tengah perbincangan kami, seorang laki-laki menghampiri. Laki-laki yang merupakan salah satu Ketua RT di Sosrowijayan itu membawa berkas di tangannya. Ternyata itu berkas yang perlu ditandatangani Pak RW.
Dengan sigap Sarjono berdiri. Menerima berkas itu dan menandatanganinya di jok sebuah motor yang terparkir di sebelah kami.
Menjadi tokoh masyarakat di kawasan yang kerap dilabeli daerah hitam seperti ini, tentu membawa banyak dinamika. Ia harus siap menjadi sosok yang menengahi setiap ada permasalahan dan keluhan. Lantaran tempat ini, memang penuh hal-hal yang diasosiasikan dengan keburukan.
“Paling sering ya saya menemukan keluhan. Terutama dari para istri dan anak dari laki-laki yang sering jajan ke sini,” ujarnya terbahak.
Setiap minggu, menurutnya, hampir pasti ada keluhan serupa. Bahkan terkadang sepekan bisa tiga kali ia menemui istri dari lelaki hidung belang yang sering menghilang dari rumah. Lantaran terlalu sering ke Sarkem.
“Jadi bukan hanya sekadar jajan. Kadang ada laki-laki yang gandeng (berhubungan) dengan cewek di sini. Jadi nempel terus, kepincut,” jelasnya.
Memang hal serupa sering dijumpai di tempat-tempat prostitusi. Hubungan pemberi jasa dan pelanggan yang mulanya transaksional saja, berlanjut ke fase yang lain. Terbawa emosi dan perasaan sehingga berlanjut ke relasi yang lebih kompleks.
Kalau sudah bertemu dengan situasi itu, ia hanya bisa menjadi penengah. Berupaya mempertemukan dua pihak yang berkonflik. Urusan hasilnya seperti apa nantinya, ia tak bisa berbuat banyak.
Kadang pula ada PSK yang hamil. Meski sudah diwanti-wanti untuk selalu menggunakan kondom, kasus kehamilan kadang tetap terjadi. Jika begitu, Sarjono akan membantu mendampingi mereka ke Dinas Sosial untuk mendapatkan bantuan.
“Ada pendamping nanti dari Dinsos. Nanti dikasih sangu. Sehingga mereka bisa rehat dulu dari aktivitasnya di Sarkem,” ucapnya.
Tak tahu kapan pensiun jadi Ketua RW
Saat ditanya mengenai teknis-teknis proses bisnis di Pasar Kembang, ia mengaku tak tahu banyak. Ia tidak mengurus perihal tarif dan layanan di sini. Ia juga enggan bercerita banyak tentangnya. Sebab menurutnya, itu urusan manajemen masing-masing.
Geliat prostitusi di tengah perkampungan ini sudah berjalan sejak era kolonial Belanda. Sudah lama dan menyatu dengan kampung ini. Berjalan di tengah tanah dan bangunan milik warga. Sehingga sulit untuk dihilangkan.
Bagi Sarjono, hal terpenting yang bisa dilakukan adalah mengontrolnya. Agar tetap bisa berjalan namun tetap pada koridor yang diinginkan.
“Berjalan tapi dengan batasan yang tetap ditegakkan,” tuturnya singkat.
Misalnya saat Ramadan, ia mengaku sering mengimbau agar aktivitas hiburan malam dibatasi. Bahkan diliburkan. Namun, ia mengaku kadang kesusahan dalam mengontrolnya.
“Bulan puasa saya suruh liburkan. Saya nggak mungkin nekoni (mendatangi) satu-satu, saya imbau saja. Pasti ada yang curi-curi kesempatan. Ya sudah, kalau mau lanjut ya monggo, tapi tolong dikurangi,” ujarnya.
Sudah lebih dari empat puluh tahun ia menjalankan tugasnya sebagai Ketua RW. Bapak dua anak sekaligus kakek dengan enam cucu, ini mengaku tak tahu kapan disuruh berhenti dari jabatan ini. Ia berusaha menjalankan amanah semampunya.
“Nggak tahu kenapa mereka masih percaya saya. Ada yang bilang karena belakangan sering ada garukan (razia). Dulu kan kadang ada Satpol PP. Kalau saya prinsipnya ya bisa dirembug dulu lah, kalau ada begituan,” ujarnya pelan.
Hari semakin malam di Sarkem. Geliatnya mulai terasa. Para pekerja dan pelanggan hilir mudik melintas di depan kami. Mulai memasuki gang.
Sarjono membenarkan letak topi yang sedari tadi ia gunakan. Ia bercerita kalau beberapa waktu ini, sang istri yang lebih tua tiga tahun darinya, sedang sakit. Ada anaknya yang berjaga. Namun, sudah mulai larut malam, ia hendak menggantikannya. Kami pun berpisah. Malam masih panjang di Pasar Kembang.
*) Nama narasumber kami samarkan untuk menghormati privasi bersangkuntan
Reportase tentang “Sarjono, Bapak Warga Sarkem yang Jadi Tempat Curhat PSK dan Istri Lelaki Hidung Belang” merupakan tulisan keempat dari 6 tulisan yang sudah disiapkan untuk liputan Jogja Bawah Tanah yang mengusung tema Sarkem.
Tulisan berikutnya, akan mengulas siapa kisah takmir musala yang ada di tengah prostitusi Sarkem.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono