Mencari jawaban suara drumband malam hari di Jogja ke sekitar AAU
Namun, di balik mitos-mitos yang berkembang ada beberapa penjelasan yang agak sedikit logis mengenai asal suara misterius tersebut. Salah satunya, suara berasal dari latihan marching band AAU yang konon sering berlatih sejak sebelum matahari terbit.
Saya mencoba menelusuri jalanan sekitar AAU. Kompleks tempat para taruna ditempa ini terbilang cukup luas. Areanya terhubung dengan Bandara Adisutjipto, Markas Paskhas, dan beberapa instansi lain milik AU yang terletak di Kalasan dan Berbah, Sleman.
Setelah menilik beberapa titik, saya memutuskan berhenti di sekitar pintu gerbang selatan AAU. Di sana saya berjumpa dengan seorang perempuan paruh baya pemilik angkringan bernama Kamilah (60). Sebelum berbincang, saya pesan es teh dulu. Jumat (1/9/2023) siang, matahari sedang begitu terik.
Saat menanyakan tentang suara drumband, Kamilah langsung tersenyum paham. Ia mengaku hal itu sudah jadi suara yang lumrah warga sekitar dengarkan.
Perempuan yang sejak dulu sudah tinggal di Desa Sendangtirto, Berbah ini mengaku sesekali mendengar suara itu pada pukul 21.00 hingga 22.00. Dari rumahnya, suara memang pelan namun cukup jelas untuk ia dengarkan secara sadar.
“Nggak lama pokoknya suaranya. Terdengar lalu hilang. Biasanya ya di sekitar jam 9-10 malam sebelum taruna-taruna itu tidur,” terangnya berbahasa Jawa.
Suara yang terdengar juga jelas dari kelompok marching band modern. Bukan suara-suara semacam Korps Musik Prajurit Keraton yang masih berbalut beberapa instrumen tradisional kerajaan.
Selain itu, ia juga tak pernah melihat para taruna berlatih keluar kompleks AAU. Misalnya, dengan berbaris di jalan raya sekitar perkampungan.
Suara drumband untuk membangunkan anak-anak
Selain Kamilah, warga setempat bernama Tati (50) juga mengaku sering mendengar suara serupa waktu yang sama. Ia tidak ingat pasti frekuensi kejadiannya, yang jelas tidak setiap hari.
“Selain itu kadang dengar pagi juga pas waktu subuh. Pokoknya sekitar jam 4 sampai setengah 6,” terang Tati.
Alih-alih jadi suara yang mistis, Tati justru memanfaatkannya untuk membangunkan anak-anak. “Biasanya saya bilang ke anak di rumah, ‘ayo Le, Pak Tentara wes tangi mosok koe iseh turu’,” kelakarnya.
Meski begitu, kedua warga ini sebenarnya juga menerka-nerka kalau suara itu berasal dari dalam kompleks AAU. Sebab mereka tidak mengetahui pasti jadwal latihan drumband para taruna.
Pencerahan dari Kepala Penerangan AAU Yogyakarta
Beruntungnya, sehari berselang saya berhasil berkomunikasi dengan Kepala Penerangan AAU, Letkol Sus Sutrisno. Ternyata, ia menegaskan bahwa tidak ada jadwal latihan drumband AAU di malam hari setelah jam 21.00 hingga pukul 04.00 pagi.
“Latihan rutin hanya dilakukan dari pukul 13.30 sampai 15.30,” terangnya.
Latihan itu berlangsung terpusat di Lapangan Putra Angkasa lalu berlanjut dengan berkeliling Kesatriaan AAU. Menurut keterangan Letkol Sutrisno, latihan drumband biasanya bisa melibatkan hingga 110 taruna.
Para taruna mulai berkegiatan di pagi hari sejak pukul 04.00. Pada masa itu, mereka bangun, ibadah, olahraga pagi, lalu sarapan bersama-sama. Setelah itu mereka langsung melakukan apel pagi sampai jam 06.45. Pukul 07.00 para taruna sudah mulai kegiatan pembelajaran.
Pada malam harinya, jadwal rutin para taruna adalah belajar sejak pukul 19.00 hingga 21.30. Setelah itu aka nada apel malam dan jam tidur dimulai pukul 22.00.
Namun, ada kalanya para taruna ini melakukan latihan drumband di luar jadwal tetap tersebut. Khususnya ketika akan ada sebuah acara yang melibatkan tim marching band AAU. Acaranya beragam mulai dari kegiatan internal, ajang nasional dan internasional, hingga undangan untuk tampil dari instansi pemerintahan.
Sehingga ada kemungkinan latihan drumband dilakukan di pagi hari sebelum matahari terbit jika ada persiapan jelang acara besar. Latihan intens menuju perhelatan ini waktunya menyesuaikan asal tidak mengganggu jadwal belajar para taruna. Letkol Sutrisno juga menegaskan, latihan drumband taruna tidak pernah kurang dari satu jam.
“Kemungkinan suara yang masyarakat dengar itu saat taruna latihan di luar jadwal rutin karena sedang mempersiapkan acara tertentu. Intinya latihan taruna bisa menyesuaikan dengan keadaan,” paparnya.
Suara dari Korps Musik Kraton Jogja yang sedang latihan
Penjelasan dari Letkol Sutrisno cukup memberikan gambaran bahwa taruna AAU tidak pernah latihan drumband tengah malam. Lantas, berasal dari mana suara yang banyak orang dengar?
Di Jogja, ada kelompok lain yang kerap memainkan alat musik senada marching band yakni Korps Musik Bregada Keraton Jogja. Pasukan ini kerap menampilkan baris-berbaris yang diiringi suara musik.
Beberapa alat musik Bregada Keraton Yogyakarta di antaranya tambur (genderang), sling, slompret, bendhe, ketipung, kecer, dan beberapa instrument lainnya. Setiap dari 10 Bregada Keraton punya ciri khas seragam dan musiknya masing-masing.
Mereka kerap mempersembahkan penampilan sehingga perlu banyak latihan. Saya beruntung, bisa berbincang dengan Arsa Rintoko, seorang abdi dalem yang bertugas di Korps Musik Bregada Keraton Jogja untuk mengetahui detail latihan para prajurit tersebut.
Arsa mengungkapkan bahwa latihan para abdi dalem ini punya jadwal rutin setiap Minggu sore pukul 15.00-17.00. Latihan itu bertempat di Prajimosono Kompleks Keraton Yogyakarta. Semua bregada berlatih di tempat itu.
Latihan musik Bregada Keraton Yogyakarta tak pernah dini hari
Terkadang ada latihan di luar jadwal tersebut jika hendak ada acara besar. Namun, waktunya tidak pernah di malam hari. Sehingga ia beranggapan jika ada yang mendengar suara semacam marching band dari Bregada Keraton, itu berarti berasal dari kelompok lain.
“Memang setelah tahun 2000 itu ada tren masyarakat membuat semacam bregada sendiri di kampung-kampung. Mereka kerap latihan mandiri. Nah itu yang mungkin sering terdengar latihan di malam hari,” paparnya.
Arsa menuturkan, Keraton Yogyakarta memberikan keleluasaan bagi masyarakat yang ingin meniru konsep prajurit musik. Asalkan memperhatikan lima hal.
“Boleh ditiru asalkan nama, bendera, busana, busana, dan musiknya tidak boleh sama persis,” terangnya.
Lelaki asli Bantul ini juga mengaku familiar dengan mitos suara drumband di Jogja. Bahkan, bapaknya sendiri pernah mendengar suara itu.
“Bapak pernah cerita mendengar suara itu tahun 1980-an. Padahal rumah kami di Kasihan, Bantul yang jauh dari Keraton apalagi AAU,” ujarnya.
Kendati begitu, ia memastikan berdasarkan pengalaman selama menjadi abdi dalem, latihan korps musik tidak pernah berlangsung malam hari.
Ahli musik dan fisika mencoba menengahi misteri suara drumband di Jogja
Perlahan, gambaran tentang asal suara mulai terpecahkan. Jelas bahwa suara yang terdengar itu tidak bisa hanya berasal dari AAU. Tidak juga sepenuhnya berasal dari Korps Musik Bregada Keraton Jogja. Masih ada celah yang memungkinkan suara tidak berasal dari dua sumber tersebut lantaran jarak antar kesaksian yang mendengar cukup berjauhan.
Demi menambah sedikit perspektif, saya berbincang dengan berbincang dengan Erie Setiawan, seorang yang mendalami dunia musik dan audio. Ia beranggapan bahwa suara latihan drumband AAU sulit terdengar dengan radius lebih dari dua kilometer meski dalam kondisi sepi dinihari.
“Di ruang yang luas suara drum itu cepat hilang,” katanya.
Menurutnya, gamelan justru yang lebih memungkinkan merambat jauh karena karakteristik suara yang muncul darinya cenderung rentang dinamika yang panjang. Sementara itu, menurut Erie, rentang dinamika dari instrumen yang biasa digunakan oleh marching band cenderung lebih pendek.
Erie berpendapat bahwa suara drumband AAU logisnya hanya bisa terdengar di permukiman sekitar kompleks militer tersebut. Barangkali, suara yang banyak orang dengar memang bukan dari AAU melainkan sumber lain yang memang susah teridentifikasi wujud dan keberadaannya.
Selain itu, saya juga meminta pendapat dari Ahli Fisika UGM, Dr.rer.nat. Wiwit Suryanto, S.Si., M.Si . Wiwit menjelaskan, seseorang bisa mendengarkan bunyi karena telinganya merespons getaran gelombang dari sumber suara.
“Persoalannya dalam mitos suara drumband ini bunyi terdengar secara tidak lazim,” ujarnya.
Bunyi merambat melalui medium udara. Medium ini punya karakteristik yang berbeda-beda saat pagi, siang, sore, malam, hingga dinihari. Belum lagi jika ada gangguan dari suara-suara lain. Perbedaan kondisi medium tersebut memengaruhi jarak rambat bunyi.
Dini hari adalah saat suara-suara tak terduga bisa terdengar
Suara bisa terdengar dengan jarak lebih dari lima kilometer jika kondisinya memang benar-benar sunyi. Bunyi itu pun hanya bisa terdengar dengan intensitas yang begitu rendah.
Wiwit mencontohkan, saat erupsi Gunung Kelud 2014 silam, bunyi dentuman bisa terdekteksi sampai di Singapura. “Orang mungkin tidak mendengar, tapi sensor menangkap bunyi dari ledakan itu di Singapura,” ujarnya.
Bahkan, ia menggambarkan bahwa saat ledakan Krakatau ratusan tahun silam, suaranya bisa terdengar hingga Australia. Tentu saat itu, aktivitas manusia belum seramai sekarang. Belum banyak suara-suara lain yang menyamarkan dentuman besar itu sehingga bisa terdengar dalam radius ribuan kilometer.
“Suara bisa merambat jauh di udara ketika tidak ada gangguan,” tegasnya.
Sehingga, wajar jika saat dinihari saat sedang sunyi banyak kesaksian mendengar beragam suara tak lazim. Meski tidak bisa memastikan sumber suaranya, masa-masa sepi itu membuat bunyi-bunyi dari jauh bisa merambat ke dekat telinga orang-orang yang masih tersadar. Mulai dari drumband sampai gamelan. Termasuk suara drumband malam hari di Jogja yang didengar oleh orang-orang.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Pengrawit Mengungkap Misteri Suara Gamelan Tengah Malam yang Didengar Warga dan Pendatang di Jogja dan reportase Jogja Bawah Tanah lainnya.
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News