Gumitir selalu punya cerita bagi pengendara yang melintas di kawasan tersebut. Di wilayah tapal batas antara Jember dan Banyuwangi tersebut ada makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid yang selalu ramai peziarah hingga saat ini.
***
Usai memarkir motornya di pelataran makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid, Saiful Anwar bergegas menuju ke tempat wudu, di samping utara makam utama. Perlahan ia membasuh anggota tubuh dengan air kran yang disediakan di sekitaran makam. Pria asal Desa Kajarharjo, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi itu terbiasa berziarah sepulang dari kampusnya di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
“Saya pulang kadang sebulan sekali, di setiap melintas makam ini baik berangkat ke Jember atau pulang ke Banyuwangi selalu menyempatkan diri untuk berziarah,” kata pria yang saat ini sedang menempuh pekuliahan di semester 4.
Meski sering berziarah di makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid, Saiful mengaku tidak mengerti sejarah awal mula adanya makam tersebut. Ia nampak kebingungan saat ditanya ihwal sejarah makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid saat saya berbincang dengannya di halaman parkir makam itu.
Saiful lantas bercerita awal mula datang ke makam tersebut. Ayahnya pertama kali mengajaknya, dulu, sekitar tahun 2020. Awal mulai dirinya berkuliah di Jember setiap melintas di sekitaran makam ini selalu diajak orangtuanya untuk berziarah. Awalnya sekali dua kali, namun saat sudah terbiasa setiap perjalanan pulang ia selalu menyempatkan diri, apa lagi saat perjalanan di malam hari.
Maklum, jalur Gumitir merupakan lokasi yang dikenal wingit oleh banyak warga Banyuwangi dan Jember. Mulai Pasar Setan Penunggu Alas Gumitir, Tarian Patung Gandrung Alas Gumitir, Hingga Hantu yang sering nebeng bonceng pemotor, adalah sederet cerita yang sering Saiful dengar. Namun setelah berziarah di makam tersebut ia seakan mendapatkan ribuan tambahan keberanian untuk pulang walau larut malam.
Ia ingat betul kala pertama kali datang ke makam tersebut dengan ayahnya, suasana di sekitar makam memang berbeda, sejuk dan tenang suasananya. Apalagi lokasinya yang berada di tapal batas antara Kabupaten Banyuwangi dengan Kabupaten Jember. Lokasi ini laiknya oase setelah melahap perjalanan jauh dari Kota Jember menuju ke Banyuwangi saat siang hari.
“Maklum di sekitar makam masih banyak pepohonan besar, sehingga suasananya lebih sejuk ketimbang di kos kampus saya yang ada di Kota Jember,” akunya.
Lokasi safari ziarah
Posisi makam yang berada di tepi Jalan Raya Jember – Banyuwangi memang cukup strategis, sehingga sering dimanfaatkan pengguna jalan untuk beristirahat dan beribadah. Namun seperti halnya Saiful, tidak sedikit juga peziarah yang datang tak mengetahui sejarah makam tersebut. Pun demikian saat saya berada di makam tersebut hari Jumat sore (15/4/2022).
Saya bertemu dengan Sumiyati, warga Kelurahan Bintor, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember. Sumiyati bersama keluarganya sedang dalam perjalanan untuk safari ziarah makam alim ulama di Banyuwangi. Ia mengaku sering datang ke makam tersebut setiap pertengahan bulan Ramadhan. Selain Makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid, ia biasanya berziarah juga di Makam Kiai Hasan Abdillah (Glenmore), Makam Mbah Kyai Abdul Basyar (Jalen), Makam KH. Abdullah Faqih (Cemoro), Makam Datuk Abdurrahman bin Abu Bakar (Lateng) dan Makam Kuno Buyut Sayu Atikah (Mojopanggung).
Namun saat ditanya apakah mengetahui sejarah makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid dia juga tidak begitu paham secara detail. Sumiyati mengaku ziarah yang dilakukannya merupakan tradisi turun temurun bersama kakeknya sejak Ramadhan tahun 2013. Ia bersama keluarga selalu menziarahi enam makam tersebut dalam sehari semalam.
“Rute ziarah di Makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid bisa berubah-ubah, kadang di awal perjalanan kadang juga di akhir, sebab lokasinya bisa jadi pembuka dan penutup dalam safari kami sekeluarga,” ucapnya.
Sumiyati bercerita bahwa bangunan yang saat ini ada di makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid sudah jauh berubah jika dibandingkan saat pertama kali ia berziarah. Ia mengenang saat medio 2013, bentuk bangunan utamanya hanya di sekitaran makam saja. Namun sering dengan berjalannya waktu kondisi makam terus diperbaharui hingga dibangunlah toilet yang memadai untuk peziarah yang datang.
Menurutnya, dari enam makam yang biasa ia dan keluarganya ziarahi di tengah bulan Ramadhan. Makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid memang memiliki perbedaan tersendiri. Rerata makam lain berada di lingkungan pondok atau menyatu dengan makam-makam lain milik keluarga. Namun di sini terlihat hanya satu makam itu saja.
“Makam lain memang ada di sisi selatan bangunan utama, namun sepertinya pemakaman umum milik warga di sekitaran wilayah tersebut,” terangnya.
Kisah Makam Habib Ali ditemukan
Sementara itu juru kunci makam, Fathulloh, saat di temui Mojok.co menerangkan secara gamblang berkaitan asal muasal makam. Ia menceritakan jika makam yang berada di kaki Gunung Gumitir itu memang berbeda dengan makam habib pada umumnya yang biasa menyatu dengan makam keluarga.
Menurut Fathulloh, Habib Ali bin Abdullah Alhamid merupakan korban dari geger politik tahun 1965. Kala itu ia diculik hingga jenazahnya sempat tidak ditemukan. Pada tahun 1993 putra tertuanya, Habib Faisol bin Ali Alhamid dibantu keluarga berhasil menemukan lokasi makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid disekitaran lokasi yang saat ini menjadi makam.
Penemuan makam tersebut, lanjut Fathulloh berawal dari Habib Salim bin Abdul Qadir Assegaf yang memiliki majelis taklim dan tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Setiap 30 hari Habib Salim selalu menghadiri majelis tersebut dengan para jamaah dan santrinya. Hingga suatu ketika Habib Salim menceritakan kejadian yang luar biasa saat akan menghadiri majelis taklim di Kabupaten Banyuwangi.
Saat perjalanan pulang mengendarai kendaraan menuju Jember, Habib salim melintas di wilayah Mrawan Gumitir, kala itu cuaca berkabut karena hujan lebat hingga jarak pandang terbatas. Akibatnya mobil yang digunakan beliau tergelincir, namun tetiba mobil terangkat dan kembali ke jalurnya lagi. Saat itulah Habib Salim melihat seseorang berdiri disekitar mobilnya.
Saat ditanya tujuannya oleh sang habib, orang tersebut menunjuk rumahnya berada di tikungan antara Jember dan Banyuwangi. Lantaran heran Habib Salim pun mengajak orang tersebut ikut kedalam rombongan mobilnya. Saat di dalam mobil ditanya nama, orang tersebut menjawab Ali bin Abdullah Alhamid, begitu sampai di tempat tujuan yang berada di tikungan Dusun Curah Damar, Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember beliau turun dan tetiba hilang.
“Saat itulah Habib Salim menyampaikan ke pihak keluarga bahwa makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid berada di lokasi ini setelah 27 tahun proses pencarian oleh pihak keluarga,” terang Fathulloh.
Peziarah datang dari berbagai wilayah
Fathulloh bercerita jika Habib Ali bin Abdullah Alhamid dilahirkan di Kecamatan Glenmore, Banyuwangi pada bulan Syaban 1353 Hijriyah atau tahun 1934 Masehi. Ia dibesarkan dibawah asuhan ayahnya, Abdullah bin Salim Alhamid, dan ibunya Arbaiyah, Habib Ali muda menjadi seorang pemikir yang bersemangat. Hingga pada ia dipercaya menjadi Ketua Ansor Jember dan mencurahkan segala pemikirannya di sana.
Sejurus kemudian Fathulloh menjelaskan nasab dari Habib Ali bin Abdullah Alhamid yang berada di dinding bangunan makam utama. Sambil menenerangkan ia sesekali bercerita perihal peziarah yang banyak datang dari luar kota dan sengaja untuk datang ke makam tersebut yang notabene berada jauh dari pemukiman warga.
“Jika dirunut, Habib Ali bin Abdullah Alhamid masih keponakan Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid Tanggul Jember,” kata pria asal Lumajang itu.
Berdasarkan keterangan urut-urutan nasab sang habib ialah Ali bin Abdullah bin Salim bin Ahmad bin Abubakar bin Abdullah bin Sholeh bin Abdullah bin Salim bin Umar bin Hamid bin asy-Syeikh Abibakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Hussein dari Fatimah az-Zahra Putri Rasulullah.
Lebih jauh Fathulloh menerangkan ia yang sejak tahun 1999 menjaga makam tersebut memang menyaksikan sendiri perubahan lokasi makam itu sejak awal ia di sana menjadi juru kunci hingga saat ini. Meski tidak dipungkiri lokasi makam yang berada di tengah hutan kaki Gunung Gumitir, membuat tidak sedikit peziarah yang kadang meminta izin untuk bermalam di mushola sekitar makam.
“Saya tetap mengizinkan asal data orangnya jelas dan tidak memiliki niat jahat,” ujarnya.
Pun kondisi areal makam Habib Ali bin Abdullah Alhamid saat ini sudah mengalami beberapa kali pembangunan termasuk yang terakhir renovasi toilet dan tempat wudu untuk memudahkan peziarah. Sebagai juru kunci ia bertanggung jawab untuk menjaga amanah dari pihak keluarga Habib Ali bin Abdullah Alhamid sehingga ia dan isterinya tidur di bangunan yang dibangun dekat areal makam.
Ia menambahkan bahwa setiap tahun Habib Ali bin Abdullah Alhamid diperingati haulnya pada tanggal 3 Syaban. Pada tahun 2022 haul beliau bertepatan pada 6 Maret 2022 lalu, kala itu seluruh keluarga beliau dan jamaah berada di makam ini untuk kegiatan haul tersebut. Banyak juga yang datang saat kegiatan haul berlangsung dari luar Jember.
“Rerata para peziarah yang mengikuti haul memang sudah rutin datang di setiap tahunnya,” pungkas Fathulloh.
Reporter: Fareh Hariyanto
Editor: Purnawan Setyo Adi