Suara Hati Warung Kecil di Rest Area Tol yang Sempat Ditutup karena Harga Tak Wajar 

Suara Hati Warung Kecil di Rest Area Tol yang Sempat Tutup Karena Harga Tak Wajar. MOJOK.CO

Ilustrasi Suara Hati Warung Kecil di Rest Area Tol yang Sempat Tutup Karena Harga Tak Wajar. MOJOK.Co

Sebuah warung makan di Rest Area KM 86A Tol Cipali ditutup sementara karena protes pengunjung yang curhat di media sosial karena merasa membayar terlalu mahal atas makanan yang mereka makan. Warung tersebut kini sudah buka kembali. 

Kepada Mojok, anak dari pemilik sekaligus pengelola warung menyampaikan suara hatinya. Tentang peristiwa yang viral di media sosial dan bagaimana kedua orang tuanya merintis warung tersebut sejak 2015.

***

Lebaran 2023 ini jadi harapan besar bagi para pemilik kios dan warung yang ada di Rest Area KM 86A Tol Cipali. Salah satunya Devi dan keluarganya. Sebab, tiga tahun Lebaran, arus mudik terbilang sepi karena pandemi. Padahal harga sewa kios dan warung di rest area justru makin mahal. Masa-masa seperti arus mudik, adalah masa yang ditunggu.

Sayang harapan besar dari Devi dan keluarganya harus berakhir lebih cepat. Warung RM Hadea milik keluarganya harus tutup lebih cepat saat arus mudik sedang tinggi-tingginya. 

Warungnya terlibat persoalan dengan pembeli yang merupakan anggota partai PSI, Sigit Widodo. Pembeli merasa mendapat harga yang tidak wajar. 

Alhasil, pengelola rest area mengambil keputusan untuk menutup RM Hadea untuk sementara waktu. Namun, tak berselang lama pengelola mencabut sanksi penutupan dan warung kembali buka pada 27 April setelah arus mudik sudah mulai sepi.

“Karena mudik Lebaran ini momen yang kami nantikan, sebenarnya banyak stok masakan yang sudah disiapkan,” ujar Devi mengenang momen beberapa waktu lalu.

Warung mulai berdiri tahun 2015

Jalan Tol Cikopo-Palimanan atau Cipali yang memiliki panjang 116 kilometer resmi beroperasi sejak 2015 silam. Sejak awal pembukaan rest area, kedua orang tua Devi, Ikin Sodikin (47) dan Juhaesih (46) telah mendaftarkan diri untuk menyewa kios di Rest Area KM 86A. 

Kebetulan, Juhaesih memiliki saudara yang merupakan pegiat UMKM di Subang. Info tentang pendaftaran sewa kios di rest area pun bisa mereka dapatkan sejak dini. Awalnya mereka menempati kios di Rest Area 86B sebelum akhirnya pindah ke 86A.

Sejak di Rest Area KM 86A, mereka menyasar pembeli yang melakukan perjalanan dari Jakarta ke arah timur. Sehingga saat masa Lebaran, mereka menantikan limpahan arus pertama mudik dari ibu kota. Devi bercerita nama RM Hadea baru mulai tercetus pada 2019 silam. 

Devi masih duduk di bangku SMP, saat kedua orangtuanya mulai merintis usaha di tepi jalan tol tersebut. Sejak kecil memang ia terbiasa hidup dengan orang tua yang bekerja sebagai pedagang makanan skala kecil.

“Tapi ketika jualan di tol kan tidak bisa setiap hari ke sana. Aksesnya susah juga,” terangnya saat Mojok menghubunginya, Minggu (30/4).

Alhasil, Devi pun kerap menyambangi kedua orang tuanya saat hari libur. Ia yang masih remaja, membantu beberapa hal seperti membuatkan minum dan merebus mie instan.

Saat awal merintis, kedua orang tuanya masih harus terjun langsung melayani pelanggan. Setiap hari mereka berdua menjaga warung kecil berukurang 2×3 meter itu. Berjibaku dengan teriknya cuaca saat siang di sekitar jalan tol.

Akses yang sulit ke rest area tol

Buka 24 jam membuat penjaga warung harus terus siap melayani pembeli. Devi bercerita, akses ke luar untuk kendaraan roda dua terbilang sulit. Saat hujan jalanan becek. Areanya pun melintasi hutan dan perkebunan. 

Untuk belanja pun, mereka harus melewati jalan itu. Pasar terdekat berjarak sekitar lima kilometer. Namun, tak semua kebutuhan tersedia di pasar itu sehingga tak jarang harus menempuh jarak yang lebih jauh lagi dengan akses yang sulit.

“Jadi ya kadang orang tua tidur seadanya di sana. Kadang di musala atau cari tempat yang pokoknya kosong,” kenangnya. Devi dan adik perempuannya yang lebih muda enam tahun pun sering di rumah tanpa kedua orang tua. Keluarga ini tinggal di Sagalaherang, Subang yang berjarak sekitar 41 kilometer dari Rest Area Tol Cipali KM 86A.

Lambat laun usaha orang tua Devi berkembang. Karyawan mulai bertambah. Belakangan setiap hari ada lima sampai enam karyawan yang terbagi dalam dua shift. Jika di musim ramai, bisa menambah jumlah staf. Orang tuanya pun tidak setiap hari ke warung karena sudah ada sistem yang tertata di usahanya.

“Ke sana biasanya antar belanjaan. Selain itu kalau hari besar atau libur pasti bantu juga karena warung ramai,” ujar mahasiswi yang kini sedang memasuki masa akhir studi di sebuah universitas swasta di Bandung.

“Kalau musim ramai orang tua, masih suka menginap di sana,” imbuhnya.

Baca halaman selanjutnya

Mengejar waktu meraih keuntungan

Mengejar waktu meraih keuntungan

Devi mengungkapkan, pedagang di rest area itu seperti berpacu dengan waktu. Uang sewa mereka bayar per enam bulan. Harganya sudah berubah sejak masa awal pembukaan 2015 silam.

“Sekarang sih per enam bulan di rest area KM 86A tipe B harga per enam bulan Rp27.540.000. Belum termasuk listrik dan pajak 11 persen,” papar Devi.

Biaya sewa tersebut membuat pedagang begitu memanfaatkan masa ramai. Belum lagi, warung-warung kecil itu berderetan, sehingga mau tak mau harus saling menawarkan inovasi dan keunggulan demi menarik pelanggan.

Devi bercerita kalau pengelola rest area menetapkan aturan agar warung dalam satu area tidak boleh menjual menu makanan yang sama. RM Hadea secara umum menawarkan menu masakan sunda dengan sajian utama seperti ayam dan bebek goreng rempah, telur dadar, sop iga, sayur asem, hingga oseng buncing.

Sebelumnya, menu masakan yang hendak warung jajakan harus disetor ke pengelola rest area. Setelah itu terdapat proses test food untuk memastikan standar kualitas hidangan.

Meski sudah punya perbedaan antar-warung, Devi mengaku orang tuanya tetap berupaya memberikan inovasi supaya pelanggan singgah di tempat mereka. Mereka ingin supaya awet berjualan di tempat itu.

“Dengan ukuran kecil segitu kita harus berkreasi. Kami tujuannya panjang, nggak sekadar ramai tapi memuaskan pelanggan,” ujar Devi.

Tak heran jika saat terjadi kesilapan yang viral di media sosial, Devi, mewakili orang tuanya memohon maaf karena kesalahan penghitungan oleh karyawannya. Ia menerima risiko harus tutup. Masa Lebaran saat meraih banyak pendapatan pun terganjal.

Beragam watak pelanggan di rest area tol

Seperti namanya, rest area adalah tempat singgah orang-orang yang lelah karena perjalanan. Para penjual pun harus siap melayani dengan ramah para pelanggan yang datang dengan beragam suasana perasaan.

“Apalagi, tol kan isinya orang dari seluruh Indonesia. Kita jadi belajar berbagai macam karakter,” terangnya.

Beragam keluhan mulai dari pesanan yang berbeda, pelanggan yang membandingkan harga, hingga miskomunikasi sering terjadi. Terkadang para penjual harus menyesuaikan karakter pelanggan dari berbagai daerah, yang tentu punya ciri khas masing-masing.

“Ya terkadang ada yang pesan es teh. Kita di sini kan biasanya es teh itu dasarnya tawar, kalau minta manis baru menambahkan gula, ternyata maksudnya itu langsung manis. Dari hal sesederhana itu akhirnya kami belajar,” curhatnya.

Pelayanan sedikit demi sedikit mereka perbaiki. Setia pada pelanggan yang memesan harus karyawan kroscek dua kali untuk meminimalisir kesalahan pesanan.  Mendapati pelanggan yang kesal sudah jadi hal yang lumrah bagi para pedagang di rest area. 

Begitu pula dengan moda pembayaran, belakangan ada sistem baru dari pengelola yang harus warung terapkan. Devi mengaku, sejak RM Hadea kembali buka 27 April lalu, selalu menginap di warung karena masih membantu orang tua membenahi sistem pembayaran.

Devi mengaku enggan membahas persoalan yang terjadi di warungnya beberapa waktu lalu. Baginya dan keluarga, kejadian itu adalah momen yang berat. RM Hadea menerima sanksi dari pengelola tol. Warung ini juga telah memberikan sanksi pada karyawan yang melakukan transaksi. 

Kejadian itu, menurut Vivi, menjadi evaluasi penting. Kedua orang tuanya langsung melakukan pembenahan pengelolaan. Ia pun berharap hal semacam ini tak terjadi lagi bagi warung-warung kecil lain di seluruh rest area tol di Indonesia.

Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Curhat Keluarga Pegawai Pajak: Suami, Istri, dan Anak yang Terpisah dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.

Exit mobile version