Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) itu tinggal selangkah lagi jadi PNS, salah satu pekerjaan yang paling banyak diidam-idamkan anak muda di Indonesia. Mojok ngobrol dengan dua orang yang memilih keluar dari CPNS dengan dua alasan berbeda, gaji kurang dan idealismenya terhalang.
***
Ogi Wicaksana (30) lahir dan tumbuh besar di keluarga birokrat dengan status PNS. Selepas menyandang gelar sarjana dan masuk dunia kerja, Ogi tak pernah lepas dari pertanyaan keluarganya, “kapan mau jadi pegawai?”
“Rasanya pertanyaan itu nggak kalah menyebalkan dari pertanyaan kapan menikah,” ujar lulusan Universitas Indonesia ini. Padahal, selepas lulus ia sudah punya pekerjaan yang terhitung layak untuk hidup di ibu kota. Gajinya, double digit.
Sejak generasi kakeknya, keluarganya sudah berisi banyak orang yang mengabdikan hidup di dunia birokrasi. Kakeknya pernah menjabat sebagai pemimpin di lembaga pemasyarakatan, ayah bekerja sebagai jaksa, begitu pula saudara-saudara sang ayah yang kebanyakan berada di ranah birokrasi.
“Ayahku tujuh bersaudara dan kebanyakan bekerja di ranah yang sama,” paparnya.
Yakin lulus ujian CPNS
Latar belakang keluarga ditambah pertanyaan yang terus datang itu membuat Ogi merasa terbebani. Sebenarnya, Ogi punya keyakinan kalau ia tak akan mengalami kesulitan jika mencoba mengikuti seleksi masuk CPNS. Tapi panggilan hatinya belum datang.
Sampai akhirnya, ia merasa perlu untuk mencoba. Berbekal pengalaman di bidang perhumasan, ia ikut CPNS untuk jabatan fungsional di sektor yang sama pada sebuah dinas yang menurutnya menarik untuk dimasuki.
“Ya ada masa aku ketika merasa capek. Akhirnya, aku mau tes seleksi. Mau coba untuk membuktikan aku bisa jadi seperti yang keluarga inginkan,” ujarnya.
Menurutnya, ada tiga tahapan yang ia lalui saat seleksi. Pertama seleksi berkas, tes kemampuan dasar, dan tes seputar kepribadian. Semuanya ia lalui tanpa hambatan berarti. Pada percobaan pertama itu ia lolos dengan meyakinkan.
Akhirnya ia resmi menjadi CPNS pada Maret 2021. Saat itu, situasi bertepatan dengan ganasnya pandemi Covid-19, saat gelombang kedua mulai mengalami peningkatan tajam. Gaji sebagai CPNS menurutnya, jauh di bawah pendapatannya di pekerjaan sebelumnya. Total gaji yang ia kantongi per bulan sekitar Rp6,6 juta.
“Aku bilang pendapatan karena dulu, ada banyak sumber pemasukan. Kalau sudah terikat sebagai PNS kan beda, ada aturan, dan tidak bisa mengambil pekerjaan sampingan,” terangnya.
Secara lingkungan dan pekerjaan, Ogi merasa nyaman. Baginya, rekan dan atasan yang ia temui bisa bekerja sama dengan baik. Di luar pekerjaan, mereka juga bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan cair dan menyenangkan.
Tentu, ia merasakan perbedaan signifikan antara pekerjaan lamanya di start up dengan dunia birokrasi di pemerintahan. Start up identik dengan kecepatan dan fleksibilitas. Sedangkan menurut Ogi, kerjanya di dinas cukup rigid dan penuh aturan baku. Kendati begitu, ia mengaku bisa menyesuaikan diri.
Alasan untuk keluar dari CPNS
Setelah resmi menyandang seragam coklat, Ogi mulai berhitung. Dengan gaji tetap yang ia terima, setidaknya sampai ia mendapat pengangkatan sebagai PNS, ada banyak kebutuhan yang tidak bisa tertutupi. Di usianya, Ogi sudah mulai memikirkan beragam cicilan dengan nominal yang lumayan. Mulai dari rumah hingga mobil.
Sebenarnya ia masih punya tabungan dari pekerjaan sebelumnya. Namun, menurut perhitungannya, itu hanya mampu bertahan tak lebih dari setahun. Sedangkan pengangkatan PNS, baru terjadi setelah satu tahun berstatus CPNS.
“Kalau sudah jadi PNS, memang ya gajinya besar. Tunjangan kinerja PNS di DKI Jakarta juga bisa berkali-kali lipat UMR Jogja. Tapi itu kan perlu menunggu,” ujarnya sambil tertawa kepada saya yang bekerja di Jogja.
Belakangan, teman-teman seangkatannya baru resmi jadi PNS pada akhir 2022. Artinya rata-rata perlu masa tunggu sampai satu setengah tahun. Saat itu ia sudah memperkirakan bahwa tabungannya tidak cukup.
Di sisi lain, ia juga mendapat tawaran pekerjaan menggiurkan dari perusahaan. Gajinya jauh lebih besar ketimbang yang ia dapat saat itu.
“Ditambah lagi saat itu masa pandemi lagi naik-naiknya. Rasanya situasinya tidak pasti,” ujarnya.
Akhirnya, tepat tiga bulan masa kerjanya, ia mengajukan pengunduran diri. Alasan utama yang ia ajukan adalah mendapat tawaran pekerjaan dengan menurutnya lebih menjanjikan secara gaji.
“Selain mengajukan surat, aku juga ngomong langsung dengan atasan. Ya pada dasarnya mereka paham,” terangnya.
Setelah mengajukan pengunduran diri, sambil menunggu proses administrasi, ia masih aktif bekerja di dinas. Tepat akhir Juni 2021, ia resmi keluar. Pada awal Juli, ia sudah bisa bekerja di perusahaan barunya.
Buatnya, masa tiga bulan itu penting. Meski bagi para CPNS tidak ada istilah masa probation, ia menganggap melewati fase tiga bulan itu penting.
Selain itu, Ogi juga mengakui kalau prosesnya ikut seleksi CPNS adalah ajang pembuktian bahwa ia menjadi seperti kebanyakan keluarganya. Meski hatinya memang tidak ada di ranah itu.
Keluar dari CPNS karena tidak sesuai idealisme
Seorang akademisi bernama Tejo Sampurno (31) punya alasan berbeda di balik keputusannya mundur. Ia ada sejumlah hal yang tidak sesuai idealismenya selama menjadi dosen berstatus CPNS.
Ia mendaftarkan diri seleksi CPNS pada 2018 saat masih dalam proses studi doktoral. Saat itu, ia masih berstatus sebagai dosen tamu di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya.
Menjadi seorang akademisi menyandang status pegawai negeri sebenarnya memang bukan hal yang ia impikan dan menjadi tujuan. Memang, orang tuanya punya latar belakang PNS. Ayahnya PNS guru dan ibunya PNS di pemda.
“Tapi saya justru dulu pengin jadi juragan rental PS. Baru terpikir jadi pengajar atau dosen itu saat kuliah, ada kegiatan mengajar ekstra di sekolah khusus autis. Di situ saya mulai tergerak,” kenangnya sambil tertawa. Ia terpikir menjadi juragan rental PS lantaran begitu hobi bermain gim.
Hal itu mendorongnya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Mendapat beasiswa melalui skema Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Skema ini menuntutnya untuk menjadi dosen. Sehingga sejak 2013 ia mulai mencari kampus untuk mengajar sembari studi lanjut.
Pada 2017, saat sudah mulai menempuh studi doktoral, Tejo akhirnya mulai mengajar di sebuah PTN di Surabaya. Awalnya statusnya dosen tamu. Tanpa ragu ia mengambilnya.
Setahun berselang, ada pembukaan tes CPNS. Ia pun mencoba peruntungan untuk menjadi dosen dengan status pegawai negeri. Namun ia menemukan sebuah permasalahan.
“Katanya baru studi S3 nggak boleh daftar PNS. Kalau harus memilih antara PNS atau S3, saya lebih condong ke studinya karena dibeasiswa,” terangnya.
“Tapi setelah kami telaah ternyata tidak larangan untuk mendaftar PNS di beasiswa yang saya ambil. Atas dasar itu saya lanjut tes,” sambungnya.
Bukan kendala bagi Tejo untuk lolos seleksi kompetensi dasar hingga kompetensi bidang. Ia pun lolos tes CPNS. Selanjutnya, ia baru mendapatkan NIP pada Maret 2019.
Nggak cocok dengan sistem kerja
Baginya, menjadi dosen dengan status CPNS benar-benar membawa banyak hal baru. Urusan gaji misalnya, selama ini, ia mengajar dengan gaji yang tidak turun setiap bulan. Status baru itu membuat Tejo merasakan gajian setiap tanggal satu.
“Di beberapa kampus tempat saya mengajar itu gajian rangkap satu semester,” kenangnya.
Namun, setelah itu, ia merasakan kendala lagi. Kali ini, ada banyak ketidakcocokan yang mulai tampak di sekitar. Misalnya, ketika merasa sudah mengajar dengan maksimal, namun ia melihat banyak dosen PNS senior yang mengajar seadanya.
“Rest of the day, dia nonton YouTube saja pas ngajar. Saya kurang bisa terima. Bagi saya dosen itu adalah produksi pengetahuan. Belajar dan baca terus,” keluhnya.
Ia juga mengaku sering melihat dosen dengan rumah dekat kampus, setelah presensi lalu pulang dini ke rumah. Sedangkan ia, harus pulang pergi dari Jogja ke Surabaya setiap pekan untuk mengajar. Saat bermalam di kampus, ia akan tidur di salah satu ruang yang tersedia.
“Beberapa tupoksi nggak jelas juga saya alami dan lihat sendiri. Ini beda, secara personal saya hormat. Tapi secara sistem kurang pas. Ini soal profesionalitas dan tanggung jawab,” terangnya.
Tejo bercerita, suatu ketika, ia sedang sedang perjalanan pulang Jogja dengan kereta saat tiba-tiba ia mendapat instruksi untuk hadir di sebuah acara kepemimpinan di Malang. Menurutnya undangan itu datang di pagi hari. Sedangkan acara tersebut berlangsung di siang harinya.
Ia berada di posisi yang sulit. Ia juga mengaku mendapat telepon dari pihak kampus. Ia merasa dianggap tidak loyal karena tidak bisa mengikuti acara mendadak tersebut.
“Tapi yang paling nggak pas buat saya itu ketika saya diancam akan diturunkan menjadi admin,” terangnya. Hal itu menurutnya tidak dalam aturan mana pun di universitas.
Baca halaman selanjutnya…
Keluar dari CPNS, pindah ke Malaysia
Keluar dari CPNS, pindah ke Malaysia
Sejak saat itu ia mulai merasa lelah dan terpikir untuk mengundurkan diri. Setelah melakukan diskusi dengan keluarga, akhirnya Tejo pun mantap dengan keputusannya. Ia resmi mengajukan surat penguduran diri pada Februari 2020. Namun ternyata, ada kisah lucu yang menyertai proses Tejo mundur.
Setelah mengirim surat, ia mengaku merasa aneh karena tidak mendapat respons beberapa bulan. Tepat sebulan pasca-pengajuan ia kirimkan memang universitas mengalami penyesuaian karena adanya pandemi. Tejo curiga kalau surat itu terselip dan tidak terbaca oleh pihak universitas.
“Ternyata betul. Suratnya ketlingsut. Akhirnya saya urus ulang pada April dan baru acc di Agustus 2020,” paparnya. Selama masa menunggu keputusan resmi dari pengajuan, Tejo masih melakukan aktivitas mengajar di kampus.
Ia mengaku bahwa keputusannya ini membuat banyak orang bertanya-tanya. Menurutnya, sejumlah rekan dosen, bahkan sampai mencoba untuk mengajaknya bertahan. Namun, keputusannya sudah bulat.
“Saya sudah nggak nyaman. Saya rasa saya nggak cocok dengan ekosistemnya. Ini persoalan mental. Mungkin mental saya tidak sekuat teman lain yang bisa bertahan meski kerjanya banyak kami (yang muda) tapi kredit selalu untuk pimpinan,” curhatnya.
Pasca-resmi melepas keluar dari CPNS, ia berhasil menamatkan studi doktoralnya di UGM. Terhitung sejak September 2022, Tejo juga resmi menjadi dosen di Fakulti Muzik dan Seni Persembahan Universitas Pendidikan Sultan Idris Malaysia. Ia mulai mengajar dan hijrah ke Malaysia pada Desember 2022.
Tejo merasa keputusannya tepat. Jika ia tidak segera keluar dan status CPNS-nya sudah menjadi PNS, maka akan banyak konsekuensi yang harus ia tanggung saat mengundurkan diri.
Ada yang menilai kurang bersyukur
Menjadi pegawai negeri memang masih mendapat anggapan mapan dan aman secara finansial. Sehingga mereka yang memutuskan keluar kerap dianggap tidak bersyukur atas kesempatan yang didapat.
Baik Ogi maupun Tejo mengaku mengalami anggapan serupa. Tejo misalnya, mengatakan bahwa ada beberapa rekan yang mengatakan bahwa ia kurang bersyukur atas posisinya sebagai dosen CPNS.
“Tapi ya kalau saya merasa kurang nyaman bagaimana lagi. Ya bagi sebagian orang memang itu posisi enak. Tapi tidak bagi saya,” terangnya.
Ogi juga menganggap bahwa kondisi setiap orang berbeda-beda. Ia berandai, jika lolos CPNS saat awal menyandang gelar sarjana mungkin situasinya berbeda.
“Kalau masih muda mungkin aku bakal merayakan pencapaian itu banget,” terangnya.
“Kita yang menjalani yang paling paham. Aku bersyukur dapet CPNS, itu pengalaman yang menyenangkan. Tapi pekerjaan kan cari uang. Kalau aku bisa dapat rezeki yang lebih baik kenapa tidak? Yang penting halal,” sambungnya.
Ogi dan Tejo keluar dari CPNS setelah sempat mencicipi status CPNS sembari bekerja di instansi masing-masing. Namun, banyak juga yang mengundurkan diri sebelum resmi bekerja. Pada seleksi CPNS 2022 lalu, ada puluhan peserta baru lolos yang akhirnya mengundurkan diri.
Pemerintah akan denda yang keluar dari CPNS
Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat, setidaknya ada empat alasan pengunduran diri itu yakni gaji, tunjangan, dan penempatan kerja yang tidak sesuai ekspektasi, dan tidak lagi memiliki motivasi menjadi CPNS.
Pemerintah mewacanakan akan menetapkan denda bagi para CPNS yang mengundurkan diri. Namun, untuk besaran dendanya, menurut Kepala BKN Bima Haria Wibisana, memang tidak dipukul rata. Masing-masing instansi memiliki aturan berbeda.
Ada pula instansi yang menerapkan aturan khusus jika CPNS resgin atau mundur yang bersangkutan dilarang mendaftar pada satu periode selanjutnya. “Nah, di kementerian lain ada yang sudah tanda tangan dulu perjanjian ketika sudah diterima kamu membayar denda,” kata Bima, Senin (6/5/2022) melansir CNBC.
Namun kepala BKN tidak menutup kemungkinan bahwa ke depan, penerapan denda maupun sanksi akan sama rata untuk semua instansi pemerintahan.Hal ini tentu membuat keputusan mundur, tidak semudah generasi sebelum-sebelumnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mundur dari PNS, Taufik Pilih Jualan Lontong Malam Insomnia di Medan dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.