Ini bukan aplikasi kencan, ini virtual blind date alias kencan buta online. Buat mahasiswa yang takut cari pacar di aplikasi kencan online, kegiatan ini bisa jadi jalan keluar. Kata pengelolanya lebih aman.
***
Aplikasi kencan online selalu diminati banyak orang, apalagi semenjak pandemi 2020 silam. Saking populernya, data menunjukan bahwa pengguna aplikasi kencan online telah mencapai 323 juta orang hingga tahun 2021. Apalagi, beberapa bulan belakangan muncul sebuah tren baru: kencan buta online, atau orang- orang menyebutnya virtual blind date.
Alosa (21) tak pernah menyangka bahwa dirinya menjadi pemilik akun kencan buta online yang sudah diikuti lebih dari dua ribu orang. Akun miliknya itu memang bukan satu-satunya yang menyediakan jasa serupa, melainkan hanya salah satu dari beberapa akun kencan buta yang bisa ditemukan di sosial media.
Bedanya, Alosa sengaja hanya ingin fokus mewadahi para mahasiswa yang ngebet cari pasangan atau sekedar tempat curhat, khususnya mahasiswa di kampus-kampus negeri.
“Nggak ada alasan khusus kenapa narget mahasiswa PTN sih, biar gampang aja promosi dari media partnernya,” ujar Alosa belum lama ini.
Alona buru-buru meralat omongannya. “Tapi mulai beberapa bulan ini udah buka untuk umum, kok,” katanya.
Perjalanan Alosa sebagai pebisnis situs kencan buta online dimulai pada Juli tahun lalu. Ia terinspirasi oleh kakak tingkat di kampus yang menyelenggarakan acara ini sebagai penggalangan dana untuk KKN.
Antusias dan respon positif dari teman-temannya membuat Alosa melihat kegiatan ini sebagai sebuah potensi untuk mencari tambahan uang saku kuliah. Saat awal memulai, kegiatan yang dijalankan oleh Alosa hanya dipatok tarif Rp15 ribu rupiah saja dan hanya terbatas bagi mahasiswa-mahasiswa kampusnya.
“Aku lihat sistem acaranya gampang, kayaknya aku bisa ngelakuin sendiri,” perempuan yang juga berkuliah di Jogja itu terkekeh.
Tak disangka, total peserta yang mampu terkumpul cukup banyak, tetapi pada saat itu hanya dibatasi 30 orang. Gelombang pertama berjalan lancar, para peserta merasa puas. Tanpa berpikir panjang, Alosa langsung membuka gelombang kedua dengan kenaikan jumlah peserta sangat drastis hingga 9x lipat. Dan sekarang, virtual blind date milik Alosa sudah mencapai batch 20.
Sistem kencan online yang unik
Rama (23) bukanlah seorang jomblo ngenes kesepian yang butuh kasih sayang. Ia sudah punya pacar, namun LDR. Hubungan jarak jauh inilah yang terkadang membuatnya jenuh dan ingin coba- coba mencari teman ngobrol sesaat.
Keinginannya itu mengantarkan Rama ke sebuah poster bernuansa merah muda yang tak sengaja lewat di akun instagramnya. Ia tersenyum sambil heran, namun jarinya dengan mantap menekan sebuah tautan google form. Malam itu, Rama mendaftar kencan buta online untuk pertama kali.
Beberapa minggu kemudian, pria yang sudah tiga tahun menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri di Jogja itu sedang asyik berhadapan dengan laptop. Jari tangannya dengan lincah menari- nari di atas keyboard. Sesekali ia terdiam sambil melamun tuk mencari inspirasi, tiba- tiba…drrrt!
Rama melirik pemberitahuan dari layar ponsel yang berkedip. Sontak, ia cengengesan begitu membaca pesan yang baru saja masuk dari nomor tak dikenal. Rupanya pesan pemberitahuan pelaksanaan acara kencan buta yang ia daftar beberapa minggu lalu.
Kencan buta ini akan dilaksanakan melalui platform zoom dan terdiri dari tiga sesi. Pada setiap sesi, Rama akan memasuki breakout room dan bertemu oleh seorang perempuan yang telah dipasangkan untuknya.
Jadi secara total, ia akan bertemu tiga perempuan secara bergantian dalam satu malam. Tugasnya hanya sederhana: berkenalan, mengobrol, dan jika cocok dipersilahkan untuk bertukar kontak ataupun sosial media.
“Agak takut- takut gimana gitu,” ucap Rama belum lama ini memotong cerita awal mula mengikuti kencan buta online. Setelah pesan pemberitahuan itu, Rama mengaku setiap hari penasaran dengan perempuan yang dipilihkan untuknya.
Saat mengisi formulir pendaftaran, memang ada pertanyaan tentang kriteria pasangan. Ah, tapi Rama tak percaya jika itu pertanyaan serius. Paling- paling hanya formalitas dan lucu-lucuan saja, makanya Rama hanya menulis “berlesung pipi”.
Hari-hari berlalu, akhirnya malam yang ditunggu datang juga. Tepat pukul 7, ia mengklik sebuah tautan room zoom yang dikirimkan sore tadi. Sebuah lantunan lagu romantis seakan menjadi ucapan selamat datang kepada seluruh peserta kencan buta online pada malam itu.
“Nggak ada yang dikenal karena semua peserta pakai nama samaran dari panitia dan matiin kamera,” Rama terkekeh kecil. Rasanya seperti kencan buta betulan. Saat dimulai, pembawa acara akan menyampaikan beberapa aturan dan larangan selama kegiatan berlangsung. Setelah itu, seluruh peserta akan masuk kedalam ruangan meeting lain yang berisi pasangan lawan jenis yang sudah dipilihkan secara acak oleh panitia.
“Setiap sesi, kita ganti pasangan. Kebetulan kemarin ada tiga sesi. Ada yang asyik, ada juga yang susah diajak ngobrol,” ujar Rama lagi. Namun, ada satu yang membuat Rama tertarik. Mereka pun saling bertukaran Instagram karena sama- sama nyaman pada malam itu.
“Lanjut nggak tapi, Mas?” tanya saya penasaran. Pria dihadapan saya itu hanya nyengir sambil geleng- geleng, ternyata tidak.
Mengapa memilih kencan ini?
“Beberapa ada yang berlanjut, bahkan sampai jadian,” Alosa tertawa kecil, menampilkan deretan giginya yang rapih.
Katanya, beberapa orang yang merasa cocok biasanya akan janjian untuk bertemu secara langsung. Tentu, dengan kesepakatan dua belah pihak. “Bukan tanggung jawabku sih kalau udah di luar acara. Tapi ikut seneng semisal beneran cocok,” ujarnya lagi.
Maka dari itu, sebisa mungkin Alosa selalu memasangkan kampus- kampus yang lokasinya tak terlalu jauh. “Misalnya, UGM sama Undip karena masih deketan, ITB sama IPB,” ucapnya.
Selain lokasi, salah satu pertimbangan penting Alosa dalam memilihkan pasangan peserta yaitu berdasarkan agama. Menurutnya, agama menjadi satu hal pokok yang harus dicocokan. Ia tak mau jika sudah terlanjur suka, tapi ternyata malah beda agama.
Walaupun sebenarnya, seluruh peserta tidak berniat mencari pacar saja, beberapa orang hanya sekedar ingin mengobrol, cari teman baru ataupun iseng belaka. “Waktu pendaftaran ada pilihannya, mau cari pacar atau temen kok,” ujar Alosa lagi.
Saya juga berjumpa dengan Iffa (23) yang baru- baru ini menjajal kencan buta online. Iffa lebih memilih mengikuti kencan buta semacam ini dibanding harus memakai aplikasi kencan online yang sudah populer. Selain kenyamanan karena bisa mengobrol langsung dengan waktu yang terbatas, Iffa juga merasa keamanan data lebih terjamin.
“Kita tau asal usulnya darimana, minimal tau dari kampus mana. Data diri bisa lebih jelas,” ujar Iffa (2/07/2022). Apalagi, beberapa waktu belakangan marak pemalsuan data diri yang sering ditemukan pada aplikasi- aplikasi kencan populer. Tak tanggung-tanggung, penggunaan foto palsu pun juga sering ditemukan.
“Tapi aku sering ngerasa canggung karena harus ngobrol langsung sama orang baru,” perempuan asal Jogja itu bergumam, “apalagi kalo ketemu yang pendiem,” ia terkekeh.
Namun, kata Iffa, ia punya rumusnya. Pertama kali memulai, tentu kita akan melakukan perkenalan diri, termasuk bercerita tentang kota asal hingga perkuliahan. Kedua, barulah mulai beralih tentang hobi, makanan kesukaan, ataupun musik. Kalau sudah mentok, Iffa akan melontarkan sebuah pertanyaan andalan, kenapa ikut kencan buta online ini?
Yah, walaupun jawabannya sudah bisa ditebak. Paling-paling, ingin cari teman ngobrol. “Topik- topik kayak gitu, cukup kalau cuma ngehabisin satu sesi selama 30 menit,” Iffa tertawa kecil.
Reporter: Rahma Ayu Nabila
Editor: Agung Purwandono