Usaha Fotokopi: Revisi Skripsi Berujung Dapat Istri hingga Ahli Menyediakan Contekan

Ilustrasi Cerita Tukang Fotokopi Jadi Saksi Mahasiswa UGM Merampungkan Skripsinya dalam Semalam, Berjasa Bantu Benerin Typo dan Layout yang Masih Amburadul (Mojok.co)

Ada ratusan jasa fotokopi di Yogyakarta. Pasar utamanya tentu saja adalah mahasiswa. Ada banyak cerita di balik usaha ini. Mulai dari tempat favorit revisi skripsi hingga tempat mencari contekan saat ujian. Tidak sedikit pegawai dan mahasiswi yang menikah gara-gara, tresna jalaran sering fotokopi. 

Mojok ngobrol dengan pemilik dan karyawan jasa fotokopi di Jogja untuk mengetahui tentang jasa ini di era digitalisasi. Mereka adalah Nugroho (29), pemilik usaha fotokopi Fajar Copy Paste, Anto (56), pemilik fotokopi Tri Hasa, dan Heru (29) karyawan fotokopi Cozy. Juga wawancara dengan Ketua Asosiasi Pengusaha Fotokopi Yogyakarta (APFY), Rudi.

***

Sore itu, saat hujan gerimis di sekitar kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), saya nongkrong di tempat fotokopi, Fajar Copy Paste yang dikelola Nugroho. 

Lama saya duduk di sebelah Nugroho sembari melihat-lihatnya bekerja. Toko yang berdiri tahun 2007 itu mulai Nugroho kenal saat menjadi karyawan pada 2008. Dua tahun berjalan, Nugroho membeli toko tersebut. Itulah awal dirinya benar-benar bergelut sebagai pengusaha fotokopi.

Contekan dan tugas-tugas yang dicopas

Selama dua belas tahun mendirikan usaha fotokopi, Nugroho sangat hafal dengan karakter mahasiswa dan berkas apa yang akan di-print.

“Tugas mahasiswa sudah hafal semua. Kalau siklusnya udah tau sih bulan ini buat apa. Materi bulan ini buat contekan buat apa. Buat skripsi, praktik praindustri, kan ketahuan. Dari 2013 dah tahu,” ujarnya yakin.

Buat contekan merupakan perkara yang saya tanyakan ulang. Contekan seperti apa yang mahasiswa minta?

Nugroho melanjutkan ceritanya, menjelang musim Ujian Akhir Semester (UAS) mahasiswa biasanya merangkum materi. Catatan materi yang akan diujikan dibuat sekecil mungkin, kira-kira hanya sebesar foto ukuran 3×4. Kertas kecil itu nanti dibawa ketika ujian dan tentu saja ini sangat membantu nilai mahasiswa. Hal ini terbukti dengan permintaan contekan yang berlanjut setiap semester.

Saking seringnya mencetak contekan, Nugroho sampai menawarkan lebih dulu ke pelanggan yang ia lihat sama jurusannya dengan pelanggan sebelumnya. “Aku udah ada Mbak, mau pakai ini po contekannya?” katanya cekikian.

jasa fotokopi
Fotokopi Cozy, melayani jasa selama 24 jam. (Muhammad Rizki Yusrial/Mojok.co)

Dosen-dosen pun sering nge-print di tempatnya. Karena ia juga alumni Fakultas Teknik UNY, Nugroho hafal dengan banyak dosen. Tingkah usil pernah ia tunjukkan kepada mahasiswa yang hendak bikin contekan sementara dosennya sedang nge-print di tokonya. “Itu dosenmu, Mbak, tak omongin atau kepiye?”

Karena takut ketahuan tentu saja mahasiswa itu mengurungkan niatnya. Namun, sambil tertawa Nugroho cerita mereka akan kembali lagi ketika sore, saat dosennya sudah pulang.

Ada-ada saja kadang tingkah mahasiswa. Lepas perkara contekan, Nugroho kerap bertemu dengan tugas mahasiswa yang isinya mirip dengan tugas mahasiswa yang lain. Mulai dari isi kajian teori yang itu-itu saja, juga referensi yang jarang berubah.

Sering mengamati tugas-tugas mahasiswa mampu membuatnya mengerti dan menyimpulkan bahwa itu hanya copy paste. Itu juga lah yang mengilhami dirinya menamai toko dengan sebutan Fajar Copy Paste.

Mahasiswa yang mempersulit diri

Masih asyik ngobrol, Nugroho lagi-lagi menceritakan tentang pelanggannya yang kebanyakan mahasiswa. Kali ini tentang penjilidan skripsi yang merupakan bagian dari usahanya. Sebelum menjilid, seringkali ia mengecek ulang file skripsi yang pelanggan kirimkan.

Tak jarang dalam pengecekan itu, ia menemukan banyak kekeliruan. Mulai dari margin yang tidak simetris, bab yang bergeser, hingga ukuran kertas yang salah. Jadi, sebelum melakukan penjilidan, Nugroho sering mengembalikan skripsi itu untuk direvisi terlebih dahulu.

“Sering mereka ngetik itu di letter, kalau setingan komputer kan untuk print A4,” katanya.

Namun, kadang permintaan revisinya mahasiswa tampik. Buat mahasiswa yang ngeyel seperti itu, kata Nugroho besok pasti balik lagi. Memang menguntungkan, tapi hal tersebut sangat merepotkan karyawannya.

Ia harus membuka sampul skripsi yang direvisi itu. Merapikan potongan yang sudah terbuka, belum lagi margin yang berubah-ubah dan keribetan-keribetan lainnya.

“Ribet, tapi mau nggak mau kita kan kerja bidang jasa pelayanan. Makanya dari sini kadang belum mau jilid kalau ini belum pasti. Pastiin dulu,” ujarnya.

Baca halaman selanjutnya..

Revisi skripsi berujung dapat istri

Revisi skripsi di fotokopi berujung dapat istri

Selain format tulisan yang acapkali amburadul, tak jarang Nugroho mengoreksi masalah substansial skripsi tersebut. Sewaktu masih kuliah, ia mengerti seluk-beluk dan keinginan dosen, seperti referensi apa yang dosen inginkan. Sehingga ketika melihat tulisan dengan referensi yang berlainan, ia langsung memberikan saran.

“Kadang aku bantu, dosenmu siapa? Pak ini, pak ini sukanya referensi seperti ini tak kasih saran. Jadinya tak kasih tau,” lanjutnya dengan senyum.

Banyak juga pelanggan yang tidak sungkan melakukan revisian. Karyawan yang sudah hafal dengan format penulisan biasanya turut andil dalam membantu. Gara-gara kerap membantu dan bertemu di tempat fotokopi, urusannya sampai hati.

Nugroho menjelaskan bahwa dari 15 karyawannya, empat orang di antaranya, termasuk dirinya punya istri dari mahasiswi yang sering ke tempat fotokopi mereka. 

“Gara-gara sering ke sini dibantu skripsinya atau tugas akhirnya, berkelanjutan dengan makan bareng. Kisah nyatanya empat orang sini [istrinya] dari pelanggan semua,” katanya, Jumat 7 Oktober 2022. 

Mahasiswa yang tak tahu format skripsi

Urusan skripsi, bisa jadi para pegawai usaha fotokopi lebih ahli dari mahasiswa. Setidaknya itu menurut Anto, yang mendirikan usaha fotokopi sejak 2000. Ia tahu segala keperluan mahasiswa, apalagi terkait urusan skripsi.

Mahasiswa yang hendak mencetak skripsi, banyak yang belum mengerti bagaimana format yang kampus minta. Karena letak tokonya di selatan UIN Jogja, pelanggannya pun banyak yang kuliah di sana. Dalam hal ini, Anto lebih tahu banyak tentang format tersebut daripada mahasiswa itu sendiri.

“Mahasiswa malah mereka cari-cari di tempat fotokopi formatnya gimana supaya keterima,” katanya sambil tertawa kecil ketika ngobrol dengan saya, 8 Oktober 2022.

Perkara ini, Perpustakaan UIN Jogja sebagai tempat penyimpan skripsi mahasiswa mengeluarkan aturan melalui instagram yang unggah 10 juni 2022 lalu. Aturan tersebut berisi format penjilidan skripsi yang harus berukuran 16cm x 24cm.

Ukuran itu tidak ada dalam nama kertas seperti A4, A5, B5 dan lain sebagainya. Yang paling dekat dengan ukuran tersebut adalah B5 yaitu 17,6cm x 25cm. Dengan demikian, untuk menyamakan permintaan kampus, Anto bersedia sedikit lebih repot memotong kertas sesuai ukuran dan mengondisikan margin dengan cara-cara manual.

Seusai menyulap skripsi menjadi hardfile. Anto tak pernah menghapus file tersebut. Sehingga banyak mahasiswa yang mencari referensi malah melalui tempat fotokopi.

“Untuk keperluan apa ya, referensi mungkin. Malah minta ke tukang fotokopinya. Ya nggak papa, tadi mau tak hapus kan sayang,” ujar Anto.

“Kadang malah, ada yang langsung tanya, mas ada gak file skripsi tentang ini?” katanya sambil memperlihat isi chat dengan pelanggan.

“Banyak mas ini file skripsi juga ngumpulin. Kan biasanya ada nama nanti tak tanyain orangnya boleh gak dikopi? Boleh, Mas itu aja aku dari ngopi yang kakak tingkat,” imbuhnya menirukan pelanggan.

Pelanggan yang buru-buru

Dua hari sebelum mendatangi toko milik Nugroho, saya berkunjung ke fotokopi dekat Universitas Gadjah Mada (UGM) bernama Cozy. Toko itu juga sering melayani pelanggan yang buru-buru. Heru (29) salah seorang karyawan bercerita kalau di pagi buta sekitar jam setengah enam, kerap pesanan masuk lewat WhatsApp. 

Di tahun 2021, pernah masuk orderan dari daerah Cangkringan, Sleman. Sebuah daerah yang berjarak kira-kira 18 Km dari tempat Heru bekerja. Pelanggan hanya memesan sebuah dokumen dan mencetak satu lembar dengan materai sepuluh ribu.

Biayanya kira-kira tidak sampai lima belas ribu, tapi ongkos kirimnya mencapai seratus ribu. Siapa yang ingin menghabiskan uang segitu banyak bila sedang tidak mengejar waktu.

Anto (56), pemilik usaha fotokopi bernama Tri Hasa yang tak jauh dari UIN Jogja sudah hafal dengan tabiat pelanggan yang buru-buru. Tak jarang membuka tokonya ketika jam setengah tujuh pagi. Padahal aslinya ia baru buka pukul sembilan. Ini demi memenuhi permintaan konsumennya yang kebanyakan  mahasiswa deadliner.

“Ya untuk dikumpul jam tujuh (masuk kuliah). Jadi setengah tujuh kita buka, kadang jam enam kita buka. karena dia mau ngumpulin tugas,” ujar Anto sambil tertawa lepas.

Tapi meskipun permintaan itu memajukan jam kerjanya, Anto tak pernah sekalipun meminta uang tambahan. Harga pesanan ia samakan seluruhnya dengan harga ketika jam buka normal. Hal ini semata-mata agar terus menjaga hubungan dengan pelanggannya.

Pelanggan yang rewel

Dalam usaha fotokopi, tingkat kesabaran memang perlu diuji. Apalagi ketika menghadapi pelanggan yang protes karena hasil cetak tidak sesuai dengan permintaan. Ada juga pelanggan yang tidak mau menerima  saran. Padahal pihak fotokopi ngerti betul bila permintaan itu mereka turuti maka hasilnya akan jelek. Ini lah yang Nugroho dan karyawan-karyawannya rasakan.

Anto melayani pelanggan jasa fotokopi di tempatnya. (Muhammad Rizki Yusrial/Mojok.co)

Ia kembali menunjukkan chat dari pelanggan yang isinya memprotes hasil warna yang berbeda dari lembar satu dengan lembar lainnya. Di chat itu juga tertera balasan Nugroho yang memaparkan mengapa hal itu bisa terjadi. Ternyata permasalahan warna ini memang sudah bermasalah sejak dari desain.

“Itu harus jenengan ubah dari filenya Pak, bukan masalah printernya. Filenya emang beda, antara halaman ini sama ini beda warnanya,” tulis Nugroho dalam chat itu.

Protes pelanggan fotokopi yang ngeyel

Lain hari ia dapat lagi sebuah protes dari pelanggan yang mengomentari margin dalam sampul buku bagian samping. Pada umumnya margin antara penulis dan judul buku yang ada di bagian samping buku itu berjarak sama panjang. Tapi pelanggan ini sedikit ngeyel. Ia meminta untuk membuatnya sedikit berbeda. Jadi yang nama penulis tetap, sementara judul buku bergeser sedikit.

Sedari awal Nugroho sudah mengingatkan bahwa format seperti itu akan membuat buku tidak enak dipandang. Namun,  pelanggan lebih ngotot dan akhir dari kengototan itu adalah Nugroho harus merevisi cetakannya sampai empat kali. Tentu saja hasilnya tidak akan sebaik dan sebagus buku yang cetak tanpa revisi.

“Pak, itu udah revisi berkali-kali. Mau gak mau lemnya juga harus bertambah. Mau dibongkar ukurannya tak potong ukurannya gak sesuai jenengan 15cm x 23cm. Nanti tak potong, jenengan marah-marah lagi,” ujarnya mempraktikkan ketika ia berbicara dengan pelanggan tersebut.

Menurut Nugroho, kesalahaan awal memang dari pelanggan, tapi ia tetap mengganti sesuai permintaan pelanggan, tanpa ada biaya tambahan. ganti yowes ga ada biaya gak papa, yang pentingnya berkelanjutan. Tapi kalau enggak ya gak papa,” sambungnya.

Rayuan untuk membajak buku

Lepas perkara dinamika persaingan yang kerap tidak sehat, masih ada tantangan dalam usaha fotokopi. Salah satunya adalah permintaan yang agak nyeleneh dari pelanggan yaitu membajak buku untuk dikomersilkan. Anto beberapa kali menolak permintaan itu, dirinya menyadari betul bila hal tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum.

Terlebih di sebelah barat tak jauh dari toko milik Anto berdiri, ada usaha fotokopi tak lagi beroperasi karena ketahuan membajak buku untuk dijual kembali. Jadi Anto hanya berani mencetak buku setelah mendapat izin dari penerbit.

Selain Anto, Nugroho juga melakukan hal serupa. Duplikasi buku ini hanya ia lakukan bila penulisnya langsung yang memberi izin. Beberapa dosen menerbitkan buku di tempat lain. Namun, untuk keperluan mengajar dosen itu mencetak ulang di tempat Nugroho. Sambil menunjukkan komputernya saya membaca chatnya dengan dosen tersebut.

“File buku saya mohon dirawati nggih, jangan ada yang menggandakan tanpa seizin, tidak halal,” isi chat dosen tersebut.

“Ya kalau memang mau untung banyak gampang mas. Kita tinggal gandain buku aja. Kita beli buku di Gramedia yang kira-kira best seller, kita scan kita cetak sesuai aslinya harganya kita turunkan juah bisa. Banyak teman-teman fotokopi kena itu,” ujarnya ketika memaparkan potensi keuntungan usahanya yang penuh dengan resiko.

Namun, di sisi lain ada Wisnu yang masih berani mencetak buku bajakan. Syaratnya, file yang akan dibukukan dibawa oleh pelanggan dan dengan alasan keperluan pribadi, maka Wisnu akan menerima orderan tersebut. Menurutnya tindakan itu paling tidak sedikit membantu keperluan mahasiswa apalagi itu merupakan referensi untuk skripsian.

Persaingan jasa fotokopi

Cerita-cerita di atas merupakan bagian dari lika-liku antara pengusaha fotokopi dengan pelanggan. Namun, bagaimana bila dinamika itu terjadi antara pengusaha satu dengan pengusaha yang lain? 

Banyak pengusaha yang turut bergabung dalam Asosiasi Pengusaha Fotokopi Yogyakarta (APFY). Saya berbincang dengan Rudi, selaku ketua asosiasi ini. Menurutnya, secara keanggotaan ada sekitar 140 pengusaha yang tercatat. Angka tersebut bukan menunjukkan jumlah outlet fotokopi yang ada di Jogja, karena banyak juga pengusaha yang punya lebih dari satu toko.

Perkumpulan ini ditujukan untuk mempererat solidaritas bagi sesama pemilik usaha fotokopi. Selain itu juga sebagai sarana bagi-bagi rezeki.

Era digitalisasi cukup berpengaruh pada minat orang untuk fotokopi. (Muhammad Rizki Yusrial/Mojok.co)

Anto contoh kasusnya, ia mengisahkan, bila mesin fotokopi tempatnya mengalami kendala sementara pesanan lagi banyak, maka langkah yang ia ambil adalah dengan meminjam mesin milik temannya

Teman Anto yang memiliki mesin fotokopi memang tidak semua tergabung dalam APFY, Anto sendiri tidak begitu aktif. Namun, meski demikian, solidaritas tetap harus dipegang erat. Tolong menolong dalam bentuk pinjam meminjam mesin adalah hal yang lumrah menurut Anto.

Selain perkara mesin, peralatan-peralatan penunjang lainnya juga lumrah saling pinjam, seperti tinta yang kehabisan, stok kertas, dan lain sebagainya.

“Kita punya job, minjam ke sebelah. Kan di sini gak saling bersaing. Jadi kita berteman, misal ada kekurangan di sini kita pinjam ke sebelah,” ujar laki-laki paruh baya itu.

Masa depan jasa fotokopi

Rudi, mengatakan meski era digitalisasi sudah demikian pusat, tapi ia yakin, pengguna jasa fotokopi akan tetap besar. Ia yang menekuni jasa fotokopi sejak tahun 1988 menilai meski tidak akan sama jaya seperti tahun 2000-an, fotokopi akan tetap ada.

Peluang tersebut dibaca oleh Rudi lewat kebutuhan-kebutuhan harian. Karena bisnis fotokopi ini tidak hanya menjual jasa fotokopi, tapi juga ada alat tulis kantor. Selain itu menurutnya masih banyak kebutuhan instansi-instansi yang perlu hard file untuk arsip fisik seperti laporan. Ia juga menyinggung pendaftaran sekolah yang masih mengandalkan dokumen cetak. Nah, yang demikianlah yang akan menjadi peluang bagi dunia fotokopi di masa yang akan datang.

Penulis: Muhammad Rizki Yusrial
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Kisah di Balik SGPC Bu Wiryo 1959 yang Tak Banyak Diketahui Pelanggannya

 

 

Exit mobile version