Dilema Kota Wisata, Keresahan Warga Jogja Melihat Maraknya Bus Pariwisata dengan Patwal Polisi

Ilustrasi Keresahan Warga Jogja Melihat Maraknya Bus Pariwisata dengan Patwal Polisi. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Sebagian warga Jogja mengeluhkan patwal polisi yang kerap mengiringi perjalanan bus pariwisata. Mereka merasa terganggu dan harus mengalah dengan kendaraan yang bukan prioritas. 

Jika menilik jauh ke belakang, sebenarnya pengawalan terhadap bus pariwisata sudah terjadi cukup lama. Tapi semakin padatnya jalanan Jogja membuat kehadiran rombongan bus pariwisata dengan pengawalan membuat pengendara lain merasa tersisihkan. Mojok berbincang dengan sejumlah warga hingga pihak kepolisian untuk melihat fenomena ini.

***

Suatu sore di pertengahan Februari 2023, Aldin Akbar (22) baru saja menyelesaikan pengantaran makan di daerah Bugisan, Bantul. Setahun terakhir ia bekerja sebagai driver ojek online yang harus mengelilingi berbagai titik di selatan Jogja.

Hari sudah menjelang pukul enam, ia ingin segera sampai rumah. Namun, setibanya di simpang empat Bugisan, ia harus memelankan motor Supra 125 miliknya meski Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (Apill) menunjukkan lampu hijau. 

Tampak di depan dari arah timur, rombongan bus pariwisata hendak melintas ke utara. Di depan sekitar lima bus tersebut sebuah motor patwal polisi membuka jalan. Melaju melewati lampu merah dan membuat Aldin harus tertahan di selatan.

Tapi Aldin yang sudah ingin cepat sampai rumah, memberanikan diri kembali memacu motornya. Tak mengindahkan anjuran untuk berhenti. Ia menyalip satu per satu bus besar itu tanpa banyak pertimbangan.

“Rumangsane gur koe sek kesusu,” ujarnya. Memangnya hanya kalian yang terburu-buru.

Menjelang simpang empat Patangpuluhan, ia baru berhasil melaju di depan semua bus tadi. Secara sengaja, ia mengarahkan motornya tepat di depan bus paling awal. Mengekor di belakang motor patwal.

Bunyi klakson panjang dari bus itu pun berbunyi kencang. “Tapi masa bodoh. Saya cuek saja,” katanya. Polisi yang mengawal pun akhirnya melambaikan tangan, menegur, dan mengarahkan Adin agar segera melaju ke depan meninggalkan rombongan mereka.

Ia lalu melaju di depan tapi tak terlalu jauh meninggalkan rombongan bus yang menurutnya berplat luar Jawa itu. Saat ia masuk ke sebuah gang di Wirobrajan, menuju rumahnya, bus itu melaju kencang menerabas pengendara lain ke arah barat di Jalan Wates.

“Selama jadi ojol saya mulai menyadari fenomena seperti ini sering terjadi dan meresahkan,” curhatnya saat Mojok hubungi Selasa (28/2).

patwal polisi terhadap bus pariwisata
Patwal polisi mengawal bus pariwisata di Jalan Kaliurang (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Mencoba menunjukkan ketidaknyamanan

Aldin misalnya, pernah mengalami kejadian tak mengenakkan di Jalan Wonosari. Saat itu di luar urusan pekerjaan, ia sedang mengantarkan ibunya pulang dari Gunungkidul menuju Kota Jogja. Di tikungan menurun dari Bukit Bintang, rombongan bus pariwisata ber-patwal datang dari arah berlawanan.

“Depan saya lumayan kosong lalu bus itu hendak menyalip banting stir ke kanan. Saya klakson berulang kali tapi ya mereka tidak peduli. Saya sampai harus minggir banget,” keluhnya.

Saat sedang bertukar cerita dengan sesama driver ojol, ia juga mengaku banyak mendengar keresahan serupa. Para driver yang hidupnya banyak di jalan kerap merasa terganggu dengan kepadatan yang timbul akibat bus pariwisata. Terlebih lagi, ketika bus tersebut mendapat pengawalan.

“Mereka juga cerita kalau melakukan tindakan sama kaya saya, misalnya sengaja agak menutupi bus. Ya coba untuk menunjukkan ketidaknyamanan kami. Sedikit perlawanan,” paparnya.

Beberapa waktu lalu, seorang warga Jogja bernama Elanto Wijoyono juga melakukan aksi mengadang bus pariwisata dengan pengawalan polisi di daerah Gedongkuning, Bantul. Tepatnya di kawasan Jogja Expo Center menuju toko oleh-oleh di Jalan Gedongkuning.

Elanto menghentikan iring-iringan Patwal polisi bersama sekitar enam bus pariwisata asal Tangerang. Sosok tersebut kemudian menanyakan alasan di balik pengawalan yang didapat rombongan ini. Menurutnya, pengawalan terhadap rombongan wisatawan ini merupakan hal yang tak substantif.

“Alasan petugas klise bahwa mereka memberikan pelayanan kepada masyarakat dan tidak mau membahas lebih jauh soal kemungkinan gratifikasi dan bisa lagi pula mereka bisa berkilah soal itu,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (22/12/2022) melansir dari Harian Jogja.

Itu bukan kali pertama Elanto melakukan aksi serupa. Menurutnya, maraknya pengawalan terhadap rombongan wisatawan ini merupakan hal yang tidak baik bagi ekosistem pariwisata Jogja. Sosok ini juga kerap menyuarakan keresahannya tentang hal yang sama lewat akun Twitter @joeyakarta.

Jalanan Jogja padat, bus pariwisata menambah macet

Pemandangan bus pariwisata dengan pengawalan memang sudah terjadi cukup lama. Namun, Aldin mengaku baru merasakan semakin banyaknya bus pariwisata beberapa tahun belakangan. Selain karena memang ia sekarang bekerja sebagai driver ojol, ia merasakan bahwa volume kendaraan di Jogja memang sudah terlampau padat.

“Jalan sempit, volume kendaraan tinggi, tata kota yang kurang baik, belum lagi ketambahan bus pariwisata ini,” terangnya. 

Senada, seorang warga Sleman bernama Suci (28) juga merasakan keberadaan bus pariwisata semakin memadati jalanan Jogja. Perempuan yang tinggal di Turi, Sleman ini kerap melintasi Jalan Palagan dan Jalan Kaliurang. Dua jalan yang menurutnya padat tapi semakin sesak karena sering jadi lintasan bus-bus besar.

“Dari kecil hidup di Jogja, memang beberapa tahun belakangan rasanya kepadatan bertambah sesak,” katanya.

Ia berpendapat bahwa jalan-jalan yang kerap dilewati bus besar ini seringkali banyak mengalami kerusakan. Sehingga Suci begitu merasa khawatir saat mengendarai motor di antara bayang-bayang bus besar ini.

“Saya punya trauma tersendiri dengan bus-bus besar. Pernah saya melihat kecelakaan, motor terjepit di antara roda bus. Rasanya hal itu terus terbayang sampai sekarang,” ujarnya.

Belakangan ia mengaku harus berpikir panjang saat hendak keluar di akhir pekan. Hal itu karena ia malas berpapasan dengan rombongan bus. Sebagai pengguna jalan, ia mengaku merasa tersisih dengan kendaraan besar pembawa wisatawan dengan pengawalan ini.

Beberapa jalanan yang sering ia lalui kerap macet di jam-jam padat aktivitas dan akhir pekan. Beberapa jalan yang ia contohkan adalah Jalan Kaliurang dan Palagan.

“Keduanya saya sering melihat bus pariwisata, terkadang pakai Patwal polisi. Sering memperparah kemacetan,” keluhnya.

Rombongan bus pariwisata tampak menerabas lampu merah di simpang tiga Besi, Jalan Kaliurang (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Tanggapan pakar transportasi tentang patwal bus pariwisata

Peneliti senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr Ir Arif Wismadi MSc pernah menanggapi persoalan Patwal bus pariwisata ini. Menurutnya, Patwal memiliki sifat diskresi yang berarti punya kewenangan mendapatkan kebebasan mengambil keputusan sendiri pada situasi yang dihadapi.

Ia menjelaskan, pemilik kewenangan dapat menentukan tingkat urgensi sesuai dengan norma yang berlaku. Sebenarnya ia melihat bahwa Patwal bisa membantu kelancaran perjalanan bagi kendaraan yang mendapat pengawalan. Selain itu juga membantu keselamatan pengguna jalan.

“Pengaturan yang mengutamakan kelancaran atau kecepatan bagi yang dikawal harus sesuai dengan UU. Sedangkan, yang sifatnya mengutamakan keselamatan bisa diskresi dari yang berwenang,” terang Arif melansir dari Tribun Jogja.

“Dengan sifat aliran yang sama dalam hal kecepatan, arah dan densitas, serta perilaku, maka risiko terjadinya friksi dengan aliran lain yang berbeda, bisa berkurang. Ini bisa meningkatkan keselamatan pengendara di jalan,” lanjutnya.

Namun Arif menegaskan, Patwal polisi yang mengawal bus pariwisata tidak bisa dilakukan apabila hanya bertujuan untuk mendapatkan kecepatan dan prioritas yang lebih ketimbang pengguna jalan lain. Jika hanya mengutamakan kecepatan dan prioritas tadi berpotensi hanya menguntungkan kelompok yang mampu mengakses layanan tersebut.

“Bisa bergeser kewenangan Patwal polisi. Bisa karena yang memohon memiliki kemampuan secara keuangan atau kedekatan dengan pemilik kewenangan saja,” terangnya.

Penjelasan PJR Polda DIY tentang Patwal bus pariwisata

Sementara itu, Kasat Patroli Jalan Raya (PJR) Polda DIY, Kompol Rini Anggraini menjelaskan bahwa syarat mendapat pengawalan adalah mengajukan surat permohonan tertulis kepada Ditlantas Polda DIY cq Kasat PJR. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa memfasilitasi semua permohonan patwal bus pariwisata. 

“Itu menyesuaikan ketersedian kendaraan dan mempertimbangkan Kamseltibcar Lantas. Maka filtering atau selektif prioritas tetap dilakukan,” terangnya kepada Mojok, Rabu (1/3).

Bus menurutnya merupakan moda transportasi dengan dimensi panjang dan lebar sehingga tak bisa melintas di semua jalan. Apalagi ia mengakui kalau Jogja punya akses jalan yang tak terlalu lebar. Hal ini membuat operator bus kerap membutuhkan panduan saat memasuki wilayah ini.

“Pada dasarnya semua jenis bus bisa mendapat pengawalan pihak kepolisian,” jelasnya.

Pengawalan wisata menurutnya berdasarkan Peraturan Kepala Korlantas tentang SOP Pengawalan Lalu Lintas. Salah satu butir pasal aturan menyebut Polri wajib memberikan pengawalan terhadap kegiatan masyarakat dalam rangka melindungi dan mengamankan. Mulai dari iring-iringan pengantar jenazah, touring/wisata, sampai pengantin.

Di sisi lain, ia mengaku pihaknya terus melakukan evaluasi tentang teknis pengawalan. Mulai dari jumlah ideal kendaraan yang mendapat pengawalan hingga pemilihan rute agar tidak melalui jalur yang mungkin dapat menimbulkan kerugian masyarakat dan pengguna jalan lain.

“Kami juga selalu ingatkan kepada pengemudi bus agar tidak ugal-ugalan ketika berada dalam rangkaian pengawalan” tegasnya.

Lonjakan jumlah wisatawan datang ke Jogja

Pada 2023 ini, Dinas Pariwisata DIY bahkan menargetkan ada 6,6 juta kunjungan wisatawan ke wilayah ini. Target tersebut mencakup 37.563 wisatawan mancanegara dan ada 6.559.100 wisatawan domestik. Pencanangan ini lebih tinggi 430.000 wisatawan ketimbang tahun sebelumnya. 

Polemik pengawalan bus pariwisata muncul salah satunya karena lonjakan wisatawan yang datang ke Jogja dari tahun ke tahun. Semakin banyak wisatawan, sejalan dengan melonjaknya bus-bus pariwisata yang masuk ke kawasan ini. Tentu, butuh perencanaan dan penataan lalu lintas yang lebih matang supaya tak semakin banyak keluhan.

Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Jeritan Sopir Bus Abadi Jogja-Bantul, Primadona yang Makin Tergerus Trans Jogja dan reportase menarik lainnya di kanal Liputan.

Exit mobile version