Dosen super sibuk, tiga kali batal sidang di hari H
Di tempat lain ada Selena yang secara semester tidak tua-tua amat jika dibanding Abu. Namun, menurut penuturannya ia bisa saja lulus lebih cepat jika tidak dapat dosen yang super sibuk dan sering menunda sidang. Kepada saya dengan nada-nada yang terdengar kesal ia mengutarakan semuanya. “Aku tiga kali batal sidang. Dan itu semua dibatalinnya pas hari H,” imbuh Selena.
Pertama kali ngajuin judul itu pada Oktober tahun 2021, saat ia menginjak semester 7. Dari situ langkah skripsinya aman-aman saja. Judul pertama langsung diterima dan mendapat dua dosen pembimbing.
Jadi kata Selena, dosbim pertama ini sudah termasuk dosen senior. Beliau cukup disegani dan mengampu banyak mata kuliah. Mulai dari S1, S2, S3 bahkan sesekali mengajar di kampus lain. Jadi dapatnya Selena dengan dosen ini, sedikit kesulitan mencari waktu buat bimbingan.
“Kayak sulit gitu. ketemu nyari waktu rada susah. Kadang tu standarnya beliau itu udah jauh gitu loh. Bahkan penelitianku ya, yang ini aja kek udah di luar jangkauannya aku gitu. Standarnya udah tinggi tapi ditemuinnya juga sulit,” keluh Selena
Itu baru bimbingan, parahnya seperti yang Selena katakan di awal. Perkara sidang pun jarang sesuai waktu yang sudah ditentukan. Dosen ini membatalkan selalu di hari H. Hanya 1-2 jam sebelum sidang dimulai.
Dosen senior yang suka membatalkan janji
Pertama kali hal tersebut Selena rasakan ketika hendak sidang sempro pada pertengahan April 2022. Saat itu sidang harusnya berlangsung di jam satu siang. Namun, saat ia mengingatkan pagi itu, jam 9 pagi sang dosen berdalih bahwa sedang ada tugas di S3. Padahal penguji dan dosbim kedua sudah siap melaksanakan sidang.
Selanjutnya ia hanya perlu memikirkan hari pengganti setelah sidang ini batal. Akhirnya keluar kesepakatan kalau sidang akan berlangsung beberapa hari setelahnya. Namun, sial tak dapat dibendung. Dosen ini kembali membatalkan di hari H dan berdalih bahwa di jam segitu sedang mengajar di kelas. Padahal jadwal sidang pertama dan kedua ini awalnya sudah dosen tersebut sepakati.
Kesal bukan main, akhirnya Selena mengambil tindakan dengan menemui dosen ini secara langsung untuk melaksanakan sidang sesegera mungkin. Karena saat itu bulan puasa dan musim mudik telah tiba. Kalau lah Selena tidak sidang segera, ia bisa saja kehabisan tiket dan terpaksa lebaran di tanah rantau.
Demi mengantisipasi hal tersebut, pagi-pagi ia ke kampus dan menemui dosennya.
“Loh Mbak, datang pagi banget. Gitu mau ngapain Mbak?”
“Loh saya mau sidang, Pak. Bapak moderator saya. Karena bapak dosbim satu saya,” jawab Selena
“Lo Mbak kan tadi saya sudah ngabarin, kalau saya tidak bisa karena ada kelas,” bantah dosen kembali.
Dosen senior yang buat susah mahasiswa dan dosen lain
Pertemuan itu kembali menghadirkan kekecewaan. Dengan raut lesu Selena mengabarkan penguji dan dosbim keduanya yang sudah menunggu bahwa sidang kembali batal. Entah kasihan atau apa, dosen penguji ini mengambil tindakan menghubungi langsung dosbim Selena saat itu. Karena itu, sidang bisa berlangsung, tapi tidak dengan tatap muka. Melainkan online.
“Bahkan sampai link Zoom aja yang buat itu pengujiku. Kayak nggak enak nggak sih padahal posisi aku yang butuh pengujiku loh. Tapi pengujiku malah mau turun tangan kek gitu,” keluhnya di seberang telepon.
Tak hanya itu, ia kembali mendapatkan pembatalan sidang saat hendak sidang akhir. Kali ini dengan alasan yang itu-itu juga, yaitu mengabarkan di hari H karena saat itu sedang ada kelas. Padahal bila saat itu sidang terlaksana. Selena bisa wisuda di bulan November tahun ini.
Pembatalan yang ketiga ini membuat dosen penguji Selena sedikit kecewa. Ia menyarankan agar Selena segera ke jurusan dan mengajukan permohonan pergantian penguji. Entah tidak sanggup atau apa karena hal ini sudah sangat-sangat sering terjadi. Bukan hanya pada Selena.
Saat jadwal ujian mundur yang pertama dan yang kedua sang penguji sebenarnya memaklumi. Bahkan dosen penguji pun sudah memprediksi batalnya sidang saat itu. terdengar oleh Selena saat penguji berbincang dengan dosbim keduanya. “Ya kan Pak, gak jadi beneran.”
Selena sangat menyayangkan pilihan dosbim pertamanya yang lebih memprioritaskan kelas. Padahal menurutnya dosen-dosen lain rela memindahkan kelasnya ke hari lain demi menghadiri sidang mahasiswa.
Selain itu, pembatalan ini juga berdampak pada dosen-dosen lain, seperti penguji dan dosbim dua. Mereka juga punya jadwal lain yang mesti harus diselesaikan. Namun, sering terhambat karena sidang yang berulang kali dibatalkan.
Pihak kampus juga angkat tangan dengan dosen senior yang seenaknya
Teman satu bimbingan dengan Selena pernah mengeluhkan hal ini kepada ketua jurusan, karena memang tidak hanya terjadi di Selena saja. Namun, jawaban yang ia dapat cukup mengecewakan.
“Maaf ya Mbak. Soalnya beliau juga udah senior dan kami cukup segan sama beliau. Jadi ya mau gimana lagi.”
Selena jadi bingung dan hampir putus asa. Sebab teman-temannya sudah banyak yang pulang ke kampung halaman. Ia pun sebenarnya bisa lulus dengan lancar. Karena batalnya beberapa kali sidang, Selena terpaksa menambah kos-kosannya karena wisuda baru ada lagi di bulan Maret 2023.
“Ya langsung pulang biar gak perpanjang kosan juga kan. Apa lagi orang tua tanggungannya gak cuma aku. Kos perbulan 500. Belum uang saku, uang nge-print,” keluhnya.
Dosen senior yang minta ketemuan saat Covid
Ada cerita yang tak kalah ngeselinnya dari Abu dan Selena. Cerita itu datang dari Rafi, mahasiswa yang saat ini harus mengganti judul karena ditinggal dosen pembimbingnya meninggal. Skripsi yang sebelumnya sudah sampai tahap pembahasan harus ia ulang kembali ke Bab 1 karena hal tersebut.
Jurusan Rafi punya regulasi yang berbeda. Semester 6 ia sudah harus mengajukan judul. Karena saat itu ada mata kuliah sempro. Ia tak lagi menjalani yang namanya sempro karena sudah dikonversi sama mata kuliah tadi. Nah dari semester ini lah lika-liku skripsinya bermula.
Di jurusannya dosen punya spesialisasi sendiri. Jadi bila kita mengambil suatu tema tertentu maka kita akan dibimbing oleh dosen yang menguasai tema tersebut. Nah regulasi itu lah yang mengumpulkan dia bersama enam teman lain dalam satu bimbingan.
Namun, dosen pembimbingnya ini juga termasuk dosen senior. Sialnya, beliau malah tidak terlalu paham dengan teknologi. Saat Rafi semester 7, dunia sedang dilanda virus Covid-19. Sementara Rafi dan teman sebimbingannya sedang dilanda virus kebingungan. Bagaimana tidak, semua sektor berubah menjadi online sementara dosen ini mengoperasikan Zoom saja tidak bisa.
Alih-alih mengirim file dalam bentuk PDF, bila hendak bimbingan Rafi harus menemuinya langsung meski di tengah wabah covid. Ini tentu membuat kesulitan. Kampus benar-benar tutup saat itu. Berarti bila hendak bimbingan ia harus mendatangi rumah dosen tersebut.
“Materiku udah jadi. Tapi aku gak bisa bimbingan, kan korona lagi parah-parahnya, aku ingat kampus itu lagi bener-bener tutup,” katanya sambil melepas ikat rambut dan mengibas-ngibas rambutnya yang gondrong.
Rafi yang saat itu masih menetap di Jogja saja kesulitan, apalagi teman-teman satu bimbingannya yang sedang berada di luar pulau. Rafi mengaku skripsinya mandeg saat itu dan tentu saja ini juga terjadi sama temannya yang pulang ke kampung halaman.
Dosen meninggal, tema diminta ganti
Lumayan lama Rafi membiarkan skripsinya, sampailah tiba pada awal 2021, ia mendapat kabar yang lumayan mengejutkan. Dari sebuah grup WA ia membaca Innalillahi wa innailaihi rojiun. Dosbim skripsinya meninggal saat itu.
“Di antara semua yang bilang innalillahi innalillahi. Aku yang bilang anjing. Gimana skripsiku ini. Masalahnya tema yang tak angkat ini spesialisasi beliau,” katanya mengumpat.
Rafi mengaku bahwa ia sangat menghormati dosen tersebut, tidak mengurangi rasa bela sungkawa. Ungkapan itu ia utarakan karena bentuk luapan emosi belaka. Siapa yang tidak khawatir bila dosbim meninggal dan pergantian judul akan hadir di depan mata.
Untuk pengajuan pergantian dosbim, Rafi harus mencari dosen yang menguasai tema serupa. Sebenarnya masih ada satu, hanya saja dosen tersebut sudah membimbing banyak anak. Di tengah kebingungan, Rafi bersama enam teman lainnya dipanggil ke jurusan untuk sama-sama memikirkan solusi kedepan.
“Solusi dari kami biar Mas-nya nggak susah. Ngambil tema beda tapi variabelnya dibikin sama,” ujar pegawai jurusan itu kepada Rafi dan kawan-kawan.
“Menurutku itu bukan solusi ya menurutku ya. Karena bagaimanapun itu kan tetap ngulang dari awal,” Lanjut Rafi.
Bila keputusannya adalah ganti judul ganti tema dan ganti variabel dari awal, maka proses skripsiannya akan lebih lama lagi. Karena mereka harus mengambil ulang matkul sempro di semester 6. Karena alasan ini pula yang membuat Rafi hingga semester 11 ini terlanjur malas mengerjakan skripsi.
“Aku udah sedikit-sedikit melupakan skripsi. Aku berani mengambil pekerjaan yang sedikit menyita waktuku untuk skripsian. Makanya ketika dapat tawaran untuk ngulang. Aku cuti,” imbuhnya.
Nyesek karena nggak wisuda-wisuda
Padahal ia bercerita sedari awal kuliah, Rafi adalah mahasiswa yang ambisius. Punya target untuk dapat gelar cumlaude. Saking frustasinya, ia menganggap bahwa kuliah di semester 1 sampai 6 hanyalah sia-sia belaka.
Rafi mengatakan bila keterlambatan lulusnya karena dosennya meninggal hanya terjadi padanya, itu bisa saja karena memang ia malas. Namun, menurut Rafi, enam orang temannya yang lain, sampai saat ini belum juga ada kabar kelulusannya.
“Karena info-info soal wisuda soal sidang itu di share di grup kan. Nah si enam orang yang bareng aku itu, belum ada info. Yang lain udah pada sidang lah ini kok yang enam orang ini belum. Sama deh keknya,” katanya sambil tertawa.
Selanjutnya dengan nafas panjang ia mengatakan bahwa sejatinya skripsinya bisa berjalan lancar bila kematian itu tidak terjadi. Kini ia terpaksa mengganti judul dan mengulang dari awal. Ia pun merasa iri bila saat ini melihat adik-adik kelasnya sudah wisuda lebih dulu.
“Aku berani berandai-andai. Kalau seandainya beliau masih hidup. Kayaknya aku lancar-lancar aja skripsiku. Ini perandai-andaian,” pungkasnya menyayangkan. Tapi kematian bukanlah sesuatu yang bisa semua orang prediksi sedari awal, katanya tertawa.
Reporter: Muhammad Rizki Yusrial
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Warung Mbak Wik dan Nasi Rames yang Memikat Mahasiswa UNY