Ada momen yang terlewat
Mereka tidak menampik jika ada momen-momen yang terlewat karena keputusan ini. Joko bercerita jika ia tidak bisa ikut menikmati pementasan dari mahasiswa baru yang memberi selamat melalui paduan suara. Bagi Joko, itu adalah momen yang istimewa karena ia pernah ada di posisi mahasiswa baru tersebut.
Joko turut bercerita jika di organisasi mahasiswa pencinta alam yang ia ikuti, sebenarnya ada tradisi tersendiri. Mereka akan membawa perahu sampai ke gedung rektorat. “Tapi kebiasaan itu berhenti karena nggak boleh sama satpam. Dulu kan bandel,” ucapnya sembari tertawa.
Begitu pula dengan Azura. Ia adalah mantan anggota paduan suara di kampusnya. Setiap pelaksanaan wisuda, tim paduan suara akan menyanyikan lagu-lagu untuk mengiringi setiap prosesi. Ada satu momen ketika para demisioner akan ikut bernyanyi dengan tim paduan suara untuk terakhir kalinya.
“Agak sedih karena dulu aku melepas kakak-kakak wisuda buat masuk ke jenjang berikutnya. Sekarang aku yang wisuda, tapi nggak diantar adik-adikku,” tuturnya.
Azura sendiri sempat ada keinginan untuk melakukan foto studio bersama orang tuanya. Setidaknya ia memiliki dokumentasi kelulusan ketika sarjana. Sayangnya, rencana ini masih belum bisa terealisasi. Mengatur waktu yang tepat dan membujuk kedua orang tuanya selalu jadi kendala.
Membuat perayaan sendiri
Ghalda memiliki rencana tersendiri soal selebrasi kelulusan meski nggak ikut wisuda. Ia ingin bersama keluarganya dan makan bersama. Sedangkan untuk teman-temannya, ia mau merayakannya langsung usai sidang kelulusan.
“Menurutku pencapaian utamanya ya setelah sidang. Ketika dinyatain lulus sama dosen penguji,” ujar Ghalda.
Azura juga demikian. Sebenarnya ia memiliki rencana untuk membuat perayaan bersama teman-temannya. Namun, agenda ini menghilang begitu saja dan tidak lagi diobrolkan ketika mereka tenggelam dalam pengerjaan skripsi masing-masing.
“Tahu-tahu udah wisuda aja. Kita cuma saling cerita soal kesulitan skripsi,” tutur perempuan yang sekarang tinggal di Semarang ini.
Pada akhirnya mereka hanya saling mengirimkan hadiah dan ucapan. Azura mengaku juga tidak sempat hadir para perayaan wisuda teman-temannya lantaran sudah pulang ke kampung halaman.
Nggak ikut wisuda karena ada kehidupan nyata setelahnya
Empat narasumber tidak mempersoalkan seremoni wisuda. Mereka hanya memiliki cara tersendiri untuk memenuhi kepuasan dan mencapai kebahagiaan masing-masing.
“Setiap orang punya cara masing-masing buat merayakan sesuatu. Kalau dia merasa nggak nyaman di wisuda secara umum gitu, ya nggak ikut wisuda. Pilihan orang beda-beda,” ungkap Joko.
Ghalda juga memberikan komentar senada. “Menurutku setiap perayaan wisuda adalah pilihan masing-masing. Pada akhirnya setelah itu ada kehidupan nyata setelah kuliah.”
Azura berpandangan, jika bertemu dan menghabiskan waktu bersama orang terdekat selalu bisa dilakukan. Tidak harus ketika wisuda. Menurutnya, jika pun ada perasaan sedih, itu hanya akan hadir ketika hari wisuda. Pada hari-hari selanjutnya akan terasa biasa saja.
“Bedanya cuma dokumentasi aja. Sebenernya bisa foto studio atau ke kampus pakai kebaya,” ucapnya.
Tata juga mengaku tidak menyesali keputusannya untuk tidak menghadiri wisuda. “Inti perayaannya adalah gimana cara kita merangkum semua kenangan semasa kuliah,” katanya.
Masih terbayang jelas kala ia menatap layar laptop dan merasa muak dengan skripsinya. Namun, akhirnya gelar itu bisa di dapat. Ia tidak pernah menyangka bisa melewati semua peristiwa tersebut.
“Waktu kuliah itu kita udah masuk ke pemikiran yang lebih dewasa. Kita udah sadar hidup di masa-masa itu dan punya cara untuk memaksimalkan momen agar bisa dikenang,” pungkas Tata.
Reporter: Delima Purnamasari
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Derita Mahasiswa Skripsi, Dosen Sibuk hingga Dosen Pembimbing Meninggal dan reportase menarik lainnya di kanal Liputan.