Sejarah munculnya rasa cinta
Di Indonesia, penggemar tim nasional negara lain memang bukan hal yang baru. Jika menilik ke Maluku, terdapat banyak penggemar fanatik timnas Belanda. Dukungan diberikan saat de Oranje berlaga di kompetisi besar seperti Euro dan Piala Dunia.
Warga Maluku, secara historis dan emosional memang punya banyak kedekatan dengan Negeri Kincir Angin itu. Saat timnas Belanda meraih posisi runner up di Piala Dunia 2010 lalu misalnya, banyak pemain mereka yang berdarah Maluku. Salah satunya pencetak gol jarak jauh spektakuler saat itu, Giovanni van Bronckhorst.
Memang, hampir dalam setiap edisi Piala Dunia yang diikuti Belanda tersemat satu dua pemain berdarah Indonesia terkhusus Maluku. Tak heran jika kedekatan emosional pada negeri nan jauh di Eropa dengan kawasan di Indonesia timur itu terbangun.
Hal berbeda terjadi bagi para fans Argentina di Indonesia. Secara historis, dua negara ini tidak banyak bersinggungan. Namun, Ridwan punya satu cerita yang bisa menjelaskan alasan kenapa Argentina begitu dicintai warga kampungnya. Semua itu terjadi karena televisi.
“Televisi masuk ke kampung kami sekitar akhir 70 sampai awal 80-an. Saya ingat dulu bapak saya beli televisi harga Rp8 ribu yang kira-kira setara Rp3 juta kalau nilai sekarang,” ujarnya.
Saat televisi mulai masuk, keseruan sepak bola dunia mulai merasuki para warga. Stasiun TVRI jadi satu-satunya harapan warga untuk bisa menikmati hajatan terbesar sepak bola sejagat, Piala Dunia.
“Seingat saya tahun 1982 TVRI sudah mulai siarkan Piala Dunia tapi rekaman. Lalu 1986 mulai live khususnya semi final dan final,” kenang Ridwan.
Gelaran Piala Dunia 1986 di Meksiko jadi titik awal warga Pambusuang bisa menikmati Piala Dunia. Warga memadati satu dua rumah yang saat ini sudah punya televisi. Waktu itu juga menjadi momen Argentina lewat pemain bintangnya, Diego Maradona, menyita perhatian dunia.
Pada perempat final kontra Inggris di Stadion Azteca, Mexico City, Maradona menyihir penonton seluruh dunia termasuk di Pambusuang. Ia meliuk lincah melewati lima pemain Inggris. Di pertandingan itu “Gol Tangan Tuhan” juga tercipta.
Selanjutnya Argentina berhasil menjadi juara dunia setelah mengandaskan Jerman Barat di partai final. Momen itu membuat warga Pambusuang mulai terkesima dan tumbuh rasa cinta pada negeri berjarak ribuan kilometer dari tempat tinggalnya.
“Maka kalau dilihat itu kebanyakan fans Argentina di sini itu yang berumur 40 tahun ke atas itu fanatik sekali. Ada memori kolektif masa kecil tentang Argentina yang kemudian diwariskan,” papar Ridwan.
Ridwan berandai, kalau saja televisi sudah hadir di sana beberapa dekade sebelumnya, bisa jadi para warga akan tumbuh menjadi fans Brazil. Mengidolakan Pele alih-alih Maradona. Pele memang jadi bintang di gelaran Piala Dunia era 1960-an.
Namun, garis kehidupan berkata lain. Lewat siaran televisi Piala Dunia 1986 Maradona dan Argentina turun ke Pambusuang. Masuk ke benak para penonton dan menumbuhkan kecintaan yang terus bertahan sampai sekarang.
Selepas itu, warga Pambusuang terus menikmati permainan Argentina melintas dari era Batistuta hingga sekarang Messi jadi panutan. Maradona dan Messi selalu hadir di Teluk Mandar.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Alasan Piala Dunia Qatar Hampa dan Datar, dari Tingkat Global hingga Lokal