Tukang kunci atau ahli kunci tak sembarangan menurunkan ilmunya. Hanya orang-orang yang bisa dipercaya dan masih ada hubungan keluarga yang mendapat keistimewaan untuk berguru dari senior-seniornya.
***
Ali (47) tukang kunci di kawasan Jalan Demangan Baru, Yogyakarta bercerita, suatu malam, hampir saja ia digebukin orang di kompleks Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta. Ceritanya, malam itu, dengan senang hati ia memenuhi panggilan untuk membuat duplikat kunci rumah di kompleks AAU. Pemilik rumah baru pulang dari luar kota, tapi ternyata kunci rumah hilang.
Tiba di lokasi ia mengutak-atik lubang kunci rumah tersebut. Tiba-tiba, di belakangnya muncul sosok yang membawa pentungan.
Rupanya, saat dirinya mengutak-atik lubang pintu, pemilik rumah tertidur di mobil. “Kalau malam itu dia gak bangun, wah, saya mati itu. Kaya gitu kan konyol,” ucapnya sambil tertawa.
Ilmu keluarga, tak sebarang orang bisa berguru
Ali adalah satu dari sekian banyak tukang kunci di Demangan Baru. Ia mulai menjadi ahli kunci sejak tahun 1995 atau saat usianya 20 tahun. Ia belajar dari Yasin (55) saudaranya. Sosok Yasin ini adalah guru bagi tukang kunci di kawasan Demangan Baru. Aslinya, tukang kunci di dekat SMA De Britto ini adalah pedagang yang direlokasi dari area sekitar kampus UIN Sunan Kalijaga sekitar tahun 1990-an.
Semua tukang kunci di kawasan Demangan Baru ini masih memiliki hubungan keluarga satu sama lain. Guru sekaligus sesepuh dari tukang kunci ini tentu saja Yasin. “Sering orang umum bilang mau belajar, saya bilang nggak bisa,” kata Yasin pada Mojok.co.
Yasin mengaku jika ia hanya mau mengajarkan ilmu ini kepada orang-orang yang masih memiliki ikatan keluarga. Alasannya, dengan menurunkan keahlian hanya kepada keluarga, kekhawatiran ilmu tukang kunci akan disalah gunakan bisa diminimalisir. Mereka mengaku jika sesama saudara, kepercayaan dapat langsung terjalin.
Karena itulah, kompleks tukang kunci di Demangan ini seakan menjadi bisnis keluarga. Hampir semuanya berasal dari Jawa Timur. Mereka adalah adik ipar, keponakan, kakak ipar, sampai saudara kandung Yasin. Bisnis keluarga ini juga menyebar sampai ke Condongcatur, Jalan Kaliurang, maupun Babarsari.
“Jadi ahli kunci itu nggak belajar (teori), tapi langsung terjun. Ngeliat terus, langsung ada kerjaan. Jadi praktik terus,” jelas Ali menjelaskan cara ia belajar pada Yasin.
Semakin banyak praktik, maka semakin ahli mereka. “Jadi tukang kunci itu nggak ada pakemnya, jadi main feeling. Mungkin karena udah terbiasa makanya sering bener,” tutur Ali. Kalau sudah ahli, ibaratnya mereka cukup dengan melihat lubang silinder dan bermodalkan besi kecil, maka masalah kunci selesai.
Sugeng salah seorang tukang kunci di Demangan Baru juga mengaku melewati alur yang sama. Dirinya pernah memiliki usaha angkringan dan sempat menjadi sopir. Hingga akhirnya, ia ikut saudara dan belajar menjadi tukang kunci. Ketika merasa sudah siap, ia izin membuka usaha sendiri. “Modal awalnya 30 juta. Buat beli mesin dan bahan,” katanya.
Sosok Yasin bukan hanya jadi tokoh tukang kunci di kawasan Demangan Baru, ia juga menjadi Ketua Jogja Ahli Kunci Community Yogyakarta. Anggotanya ada ratusan di wilayah Jogja.
Mencoba lepas dari stigma dekat dengan pelaku kriminal
Sebagai tukang kunci, adakalanya orang menganggap pekerjaan ini dekat dengan kriminal. Tukang kunci ini pun sadar, bahwa pekerjaan mereka punya stigma tersendiri. Itu yang menjadi alasan Yasin enggan menurunkan ilmunya pada sembarang orang.
Menurut Yasin, sebagai tukang kunci, mereka memang kadang dimanfaatkan oleh pelaku kriminal. “Pagi-pagi diajak panggilan ternyata yang mau dibuka kos temennya. Ada juga yang bikin kunci, tapi ternyata itu motor curian,” papar Yasin, tukang kunci yang telah bekerja sejak 1991.
Kejadian-kejadian tadi diakui sebagai sebuah ketidaksengajaan. Untuk mencegah hal sama terulang kembali, para tukang kunci membangun semacam kode etik sebagai panduan yang harus ditaati.
Misalnya, jika ada orang yang meminta untuk membuka kunci motor, maka akan melihat lubang kunci kontaknya dulu. “Maling itu ngerusak kontak, jadi pasti ada bekas paksaan. Kalo begitu, tukang kunci akan bilang gak bisa,” kata Ali.
Saat mendapat panggilan langsung ke lokasi, para tukang kunci ini juga hanya mau mengerjakan tugas jika benar-benar ditunggui oleh konsumen. Dengan begitu, jika ada persoalan, konsumen bisa langsung dimintai tanggung jawab.
Sayangnya, panduan praktis tadi tidak serta-merta membuat hubungan mereka dengan dunia kriminal menjadi kandas. Label tukang kunci berada satu circle dengan pencurian kendaraan bermotor (curanmor) masih melekat. Terlebih, teknik pencurian juga beradaptasi dan ikut berkembang.
Ali menjelaskan semisal pelanggan minta dibuatkan duplikat, mereka akan tetap mengerjakannya meski kunci itu hanya pinjaman. “Kita gak nanya kunci ini punya siapa. Mau nanya juga nggak berani. Takutnya di situ,” tambah Ali.
Sebagai sesepuh tukang kunci di Jogja, Yasin membenarkan apa yang disampaikan Ali. Bukan hanya mereka saja yang beradaptasi pada hal-hal baru dalam dunia perkuncian, tapi juga pelaku kriminal. “Namanya orang mau berbuat kejahatan, caranya udah ada aja.”
Tak semua masalah kunci bisa diatasi
Kunci sebagai sistem keamanan, seperti rumah, mobil, dan sebagainya. diperkirakan sudah ada sejak 4.000 tahun silam. Teknologi dalam dunia kunci juga berkembang pesat. Demikian juga dengan keahlian seorang tukang kunci.
Di kios-kios kunci di Demangan Baru, ahli-ahli kunci ini mempromokan diri konsumen hanya perlu menunggu satu menit jika ingin menduplikat kunci. Hadirnya mesin menambah kecepatan kerja para tukang kunci. Mereka tidak perlu lagi mengerjakan pola gerigi secara manual.
“Kalo dulu belum bisa manual, gak boleh pegang mesin. Takutnya kalo mati listrik terus ada pelanggan ya nggak bisa,” jelas Ali.
Teknologi tidak hanya membantu kerja para tukang kunci. Namun, turut memberikan tantangan. Salah satunya dengan adanya immobilizer. Model kunci immobilizer adalah kunci antimaling yang memanfaatkan gelombang radio dengan mencegah mesin hidup ketika kunci kontak tidak sesuai walau pattern sama.
Beberapa di antara mereka mencoba menyesuaikan diri dan mengasah kemampuan. “Kunci model baru sekarang banyak. Kita update. Semisal nggak, ya ketinggalan zaman, gak bisa mecahin kerjaan yang baru-baru,” tutur Ali yang mengaku bisa mengatasi masalah kunci immobilizer.
Pria kelahiran Jawa Timur tersebut tengah menjelaskan soal mesin duplikat. Cara kerjanya persis seperti mesin fotokopi sehingga hanya butuh waktu satu menit untuk memproduksi kunci. Orang tidak lagi perlu belajar berbulan-bulan.
Persoalannya, tidak semua bisa melakukan hal demikian. Beberapa di antara mereka terkendala usia sehingga kemampuan juga sudah menurun. “Kalau keahlian saya udah kurang jauh. Dari penglihatan saja udah mulai rabun,” keluh Yasin.
Sugeng Sriyanto, tukang kunci lain yang menerima panggilan untuk datang langsung ke lokasi pelanggan mengatakan, ia termasuk yang gagap ketika menghadapi jenis-jenis kunci buatan luar negeri. “Banyak yang gak bisa dibenerin. Misal, pintu produksi dari luar negeri. Kalau nggak bisa diatasi gitu ya udah tinggal pulang aja. Ngga dipungut biaya juga,” katanya.
Oleh sebab itu, mereka yang tidak beradaptasi hanya bisa mengerjakan jenis kunci yang itu-itu saja. Ketika persoalan kunci semakin berkembang, mereka kehilangan pangsa pasar. “Ya kunci motor sama rumah aja. Harganya 10-25 ribu, tergantung bahannya,” tutur Sugeng.
Ada ratusan tukang kunci di Jogja
JAK-C sebagai komunitas yang anggotanya tukang kunci di Yogyakarta, jadi tempat ratusan ahli kunci di Yogya berkomunikasi. Yasin sendiri telah menjadi ketua organisasi ini selama enam tahun. Piagam keanggotaan ia pajang di kiosnya.
“Pertamanya dipilih langsung. Sampai sekarang saya minta ganti ketua pada nggak mau. Kegiatannya sharing ilmu saja, sambil keluh kesah. Sambat,” tutur Yasin.
Sosok yang telah menjadi tukang kunci sejak tahun 1991 tersebut menjelaskan jika JAK-C memiliki acara besar tahunan yang sering disebut kopdar. Di sana berkumpul para anggota yang berasal dari berbagai penjuru kota Yogyakarta. Di luar itu, terdapat kegiatan informal semacam ngopi dan bertemu bersama.
“Kalo di Jogja itu kan banyak banget. Tukang kunci sudah ratusan. Nanti kalau ada garapan yang lokasinya jauh terus gak bisa berangkat, dilempar ke yang lain. Saling info lewat grup,” tambah Yasin.
Saya sendiri sempat bertanya kepada Yuni Astuti, salah satu pelanggan yang sedang menduplikat kunci. Ia mengaku tukang kunci yang berderet banyak menjadi alasannya memilih kompleks di Demangan ini.
“Aku cuma asal pilih satu kios aja. Engga survei harga. Tadi nawar, tapi gak boleh,” ujar perempuan yang mengaku baru pertama kali menggunakan jasa di sini. Pengerjaan yang cepat juga membuatnya puas dengan pelayanan yang diberikan.
Reporter: Delima Purnamasari
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Ngobrol dengan Pelaku FWB Jogja: Susah Berhenti Meski Banyak Risiko Mengintai