Menurut survei Kementerian Kesehatan, di tahun 2017 sebanyak 94 persen siswa di Indonesia pernah mengakses konten porno, termasuk video porno. Penelitian juga menyebutkan, konten porno bisa menyebabkan kecanduan.
***
Film American Pie (1999) dimulai dengan adegan yang ikonik sampai saat ini. Jim Levenstein (Jason Biggs) tengah merancap atau masturbasi dengan menggunakan video porno di kamarnya, menggunakan televisi dengan gambar yang sedikit blur.
Tayangan yang blur itu berfungsi agar orang tuanya tidak tahu, bahwa yang sedang ia putar adalah video porno. Bagi Jim, erangan sudah membangkitnya birahi. Tak perlulah itu gambar dan video pendukung.
Tanpa sadar, ibunya Jim masuk ke kamarnya. Buru-buru Jim memasukan penisnya ke dalam sebuah kaos kaki (okelah, adegan ini memang random, namun masih lebih random ketika Jim menyetubuhi sebuah pie, kan?).
Ketika ibunya bertanya, apakah antena televisinya rusak? Jim lantas menjawab bahwa ia sedang menonton tayangan tentang satwa. Setelahnya tentu saja ia ketahuan sedang merancap karena mana ada sih, satwa yang mengeluarkan desahan erotis?
Sejak saat itu, American Pie menampilkan hal-hal gila khas anak muda Amerika di zamannya. Termasuk menyetubuhi sebuah pie. Film ini juga menciptakan sebuah gelombang trend yang agak membingungkan.
Bahkan 10 tahun kemudian, di mana saat itu adalah masa jaya-jayanya transaksi video porno di kalangan anak muda. Film ini, menjadi gerbang utama muda-mudi saat itu.
Terjebak dalam ketagihan
Menurut Tomo*, American Pie adalah sebab musababnya ia mencari video porno, lantas setelahnya ia terjebak dalam rasa ketagihan. Tomo mendapatkan film itu dari temannya saat SMP. Dan ketika ia mau film yang lebih “terbuka” lagi, ia harus merogoh uang lebih dalam. Sejak saat itu, penjelajahan tentang video porno Tomo dimulai.
Tentu saja sejarah masuknya video porno—atau blue film, dan sepep kalau dalam bahasa Jawa—di Indonesia tidak menjadikan film American Pie sebagai tugu penanda.
Walau pada era tersebut, video porno, masuknya internet, webcam sex, dan istilah-istilah slang seperti MILF yang kepanjangan mother I love to f*ck dan Stifler’s Mom dibawa oleh film ini dan menjadi pembicaraan muda-mudi di era Tomo.
Sebelum mempunyai fantasi atau genre video porno dengan perempuan yang lebih tua, Tomo lebih dulu membayangkan Stifler’s Mom (Jennifer Coolidge) yang juga nongol dalam film American Pie. Menurutnya, adegan ibunya Stifler dengan Paul Finch (Eddie Kaye) di meja billiard membangkitkan percik api dalam tubuhnya. “Padahal Finch adalah kawan Stifler. Ibunya Stifler digoda oleh kawannya sendiri,” katanya.
Walau bukan penanda sejarah, bagi Tomo, film ini adalah salah satu pemulus muda-mudi kita tahu video porno tipe yang soft—atau istilah kerennya sih, semi-porno. Dilansir dari Tirto.id banyak yang mendaulat bahwa era 1999 adalah tahun terbaik bagi sinema modern. American Pie menjadi salah satu contohnya.
Dalam film tersebut, salah satu termanya adalah berkembangnya internet di tahun 1999-an bagi muda-mudi Amerika. Bahkan, Finch berkata, “God bless internet.” Namun, menurut Tomo, internet belum masuk secara masif di Indonesia pada saat itu. Ia menggunakan Video Compact Disc (VCD) yang diisi oleh video-video berisikan gambar-gambar cabul.
Keterangan Tomo juga nampak serasi dengan laporan Ahmad Zaenudin dalam “Sejarah video porno Amatir Indonesia dari Era VCD hingga Vina Garut”. Dalam laporan tersebut dituliskan bahwa VCD lebih cepat dan mudah digandakan, tak seperti medium home video sebelumnya seperti Laser Disc, atau kaset Betamax dan VHS. Baru pada 2005, VCD digeser oleh ponsel.
Sebelum masuknya era warung internet, terlebih dahulu Tomo berkelumit di rental film porno. Saat itu, ia menjadi penadah dan penyambung lidah bagi kawan-kawan di sekolahnya yang ingin meminjam video porno. “Sejak saat itu kecanduan nonton video porno makin menjadi,” katanya. Diperparah, internet yang sudah menyebar secara masif di Indonesia dan mempermudah menjangkau video porno, kian membuat dirinya ketagihan.
Tomo dahulu menganggap bahwa video porno adalah bagian dari seni. “Aku lupa artikelnya (saya sudah berseluncur di mesin pencarian, namun tidak menemukan artikel yang dimaksud Tomo, red). Namun, ada yang bilang video porno adalah seni. Padahal yang dikeluarkan bukan air seni, tapi air mani,” selorohnya.
Bagi Tomo, seni walaupun mempertunjukan tubuh tanpa busana, tetap ada letak indahnya. Sebuah lukisan misalnya, yang dihadirkan bukan melulu birahi. Namun, ada kesan menyenangkan dari gambar tersebut. “Kalo video porno ujung-ujungnya memasukan penis ke dalam vagina, tujuannya memompa birahi yang melihat. Itu bukan seni!”
Tomo memang mempunyai gangguan buang air kecil akibat seringnya ia onani. Katanya, sehari ia bisa melakukannya satu sampai tiga kali. Apalagi ketika zaman kuliah, tembok-tembok kos tidak bisa membendung nafsu birahinya, ia pernah masturbasi sampai lima kali hanya karena nonton video porno.
Akses video porno di Twitter itu, bagi Tomo mudah sekali diakses. Selalu ada yang baru. Selalu muncul video-video yang belum pernah dilihat oleh Tomo. Ia punya akun cadangan, tugas akun itu cukup mudah, yakni untuk me-retweet kira-kira video mana yang ia suka.
Ia menunjukan akunnya yang sudah tidak ia buka selama setahun. “Asu!” kata saya. Video-video berdurasi kurang dari dua menit, tidak profesional, dan terkesan homemade dan amateur membuat saya mengernyitkan dahi.
Padahal Twitter sudah menyematkan peringatan. Tulisannya begini, caution: this profile may include potentially sensitive content. Namun, entah kenapa penyebaran video porno di Twitter tidak pernah diberantas sebagaimana Google memberantas pencarian berkata kunci mesum dengan menggunakan SafeSearch.
Porn is the worst drug for men.
-thread- pic.twitter.com/5YEE4PYkf0
— Ego of Sigma (@egoofsigma) September 26, 2022
Video porno Jepang dan fetish jilbab adalah musuhku
Dama*, dari yang awalnya penikmat, kini menjadi pembenci. Yang dimaksud adalah Japan Adult Video (JAV) sebuah jenis video porno yang diproduksi oleh negara Matahari Terbit tersebut. Dama pernah membela habis-habisan artikel yang pernah saya buat tentang JAV, “Kalau Alur Film video porno Dianggap Membosankan” Dalam tulisan itu saya mengatakan, masalah alur cerita, video porno Jepang tidak hanya memasukan alat kelamin, lantas sudah. Namun, ada cerita kandungan makna di dalamnya.
Dama pernah membela saya setengah mampus. Sebagai pengoleksi barisan kode untuk mengakses JAV di internet, Dama juga menganggap bahwa JAV itu ada ceritanya. Namun, setahun belakangan, ketika ia sudah memutuskan menikah, ia mengutuk habis-habisan JAV. Karena menurutnya, JAV membuat pikirannya terhadap dunia jadi amat cabul.
“Aku naik KRL, misalnya. Aku berdiri, ada lawan jenis di depanku, pikiranku jadi rusak. Begitu juga dengan sebuah kondisi di mana kau lagi duduk nunggu hujan, ada lawan jenis di sana, dan kami hanya berdua, pikiranku kacau. Semua berkat JAV!” katanya.
Bagi Tama, banyaknya kasus pelecehan seksual di dunia nyata dirasa juga setali dengan menyebar luas dan mudahnya video porno ke dalam kehidupan sosial masyarakat. “Selain mereka-mereka ini ngacengan dan tidak bisa menjaga titit, mereka menganggap bahwa hal-hal yang diatur secara skenario itu bisa diaplikasikan di dunia nyata,” katanya.
Belakangan, yang membuat ia heran adalah maraknya akun Twitter yang menyebarkan foto-foto mantan. Selain itu, ada akun juga yang khusus memposting sebuah unggahan berisikan fetish tertentu. Dama mencontohkan fetish daster dan jilbab. Di akun tersebut, tersebar unggahan foto-foto perempuan yang dipotret tanpa adanya consent.
“Asal jepret aja, lalu diunggah. Dikasih caption; hasil buruan hari ini. Astaga,” katanya. Hal-hal yang mulai aneh seperti itu yang membuat Dama menjadi muak. Baginya, dulu video porno itu seperti industri. Ada proses di dalamnya. Sekarang, baginya, dunia video porno ini seperti rantai setan yang menyeret orang-orang tidak bersalah dan justru merugikan.
Ia tidak membayangkan semisal orang yang ia kenal yang akan menjadi korban. Apalagi, dunia internet itu menyebar lebih cepat ketimbang api membakar minyak. Bagi Dama, video porno kini seperti api yang membakar sekam, bahaya yang dapat terjadi di setiap waktu. Apalagi ia sudah berkeluarga.
Lepas dari jerat nonton video porno menahun
Lucu memang jika membicarakan sejarah video porno hanya berpaku pada penyebaran internet dan film “American Pie” sebagai film-semi yang digandrungi anak muda. Banyak situs di internet mengatakan bahwa video porno merupakan perlawanan sebagai karya satir pada masa Revolusi Perancis.
Pada zaman modern begini, video porno juga dijadikan sebagai perlawanan. Setidaknya, fungsi dan gunanya saja yang berbeda. Di masa kini, video porno juga membuat orang-orang kiwari untuk “melawan”. Ya, benar sekali, melawan dari hasrat untuk menonton dan menonton terus. Melawan untuk berhenti.
Dama menyatakan sudah lepas dari dunia video porno karena muncul kesadaran, hari ini mungkin ia penikmat, namun suatu hari bisa menjadi korban. Karena pikirannya ini, ia menyatakan sudah. “Kalau misal tidak bisa membendung pornografi secara massif, setidaknya aku turut berhenti untuk membendung walau kecil (upaya yang ia lakukan, red).”
Dama tidak sampai tahap kecanduan merancap seperti Tomo. Namun, koleksi demi koleksi JAV yang ia kumpulkan di perangkat penyimpanan, mengganggu aktivitas kesehariannya. Seperti apa yang dilaporkan oleh verywellmind.com, dalam artikel How to Stop Watching Porn, candu video porno memang bisa mengganggu kegiatan sehari-hari.
Selain itu, disebutkan pula ciri-ciri kecanduan lainnya, yakni rasa ingin terus menonton padahal sudah ada keinginan berhenti, muncul rasa menyesal setelah menonton, mengabaikan keadaan di dunia yang nyata, sulit menikmati seks, hingga kegiatan sehari-hari menjadi terganggu.
Selain merasa kesadaran dalam diri seperti apa yang dilakukan oleh Dama, Tomo juga membagikan tips untuk berhenti. “Walau klasik, aku harus ingat Tuhan,” katanya. Ajaran-ajaran yang ia dapat ketika kecil, kadang hilir-mudik muncul di kepala Dama. Ia menganggap kecanduannya ini sudah tidak bisa diselamatkan karena ia sudah nonton video porno sejak kecil. Namun, sejak ia kenali lagi Tuhan-nya, ia bisa berhenti sedikit demi sedikit.
Tomo juga memperbanyak nonton film. “Aspek penting dari American Pie itu ceritanya. Aku yang waktu itu masih bocah, malah terfokus sama bodi Nadia (diperankan Shannon Elizabeth, red) yang bugil di film itu,” katanya. Dari banyak film yang ia tonton, memunculkan perasaan bahwa video porno atau film porno itu tidak ada keren-kerennya sama sekali. Dari sinilah ia menganggap video porno itu bukan seni.
Mulai dari berformat VCD, lantas masuk ponsel, pada 2007 muncul format 3GP, muncul warnet mesum, kemudian situs web berisi koleksi video porno, sampai saat ini muncul layanan streaming porno berbasis premium, sudah Tomo hadapi. Mulai dari Bandung Lautan Asmara sampai para host yang meminta gift juga ia lalui. Namun, ada satu hal lagi yang membuat Tomo ingin berhenti, yakni kesehatan alat kelamin.
Akibat menonton video porno, selain merancap, ia juga ingin jajan di luar. Ia banyak meminta gaya seperti apa yang ada di video tersebut. Karena satu dan lain hal, ia menyatakan sudah dengan aktivitas penuh lendir tersebut. Kalau Tomo dan Dama sudah selesai, bagaimana dengan Anda?
*)Nama yang disebut adalah nama samaran untuk menjaga identitas narasumber.
Reporter: Gusti Aditya
Editor: Agung Purwandono