Cepuri Parangkusumo, Saksi Cinta Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati 

Dua batu di dalam cepuri, di sinilah konon Senopati bertemu dengan Roro Kidul. Batu bagian belakang adalah tempat Senopati duduk, batu bagian depan adalah tempat Roro Kidul duduk.

Cepuri Parangkusumo menjadi saksi bisu pertemuan penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul dengan Raja Mataram, Panembahan Senopati. Bukan hanya pertemuan, tapi juga kisah cinta di antara keduanya.

***

Tiga wanita paruh baya memandang dengan tatapan penuh selidik sembari saling berbisik ketika saya masuk ke area itu. Sebuah area 50 meter dari tepi pantai Parangkusumo, Yogyakarta. Pagarnya putih dengan beberapa bangunan di dalamnya. Di dalam area, terdapat sebuah pagar lebih kecil berukuran sekitar 4 x 6 meter. Pintunya tertutup, di sampingnya ada kentongan kayu. Cepuri Parangkusumo, demikian tulis papan nama di dekatnya. Di depan cepuri, terdapat dua bangsal dengan cat senada

Dari area ini, saya bisa memandang gerbang di depan sana dan bibir pantai dengan leluasa. Mau bagaimanapun, ini laut selatan. Nuansanya bukan hanya soal keindahan alam tetapi juga tentang cerita-cerita gaib tentangnya. Kentongan saya pukul, sebab, begitulah cara memanggil penunggu cepuri menurut petugas pintu masuk tadi.

Hari itu suasana di pantai dan area Cepuri Parangkusumo cenderung sepi. Di parkiran hanya ada 3 mobil wisatawan. Seorang pria dengan baju peranakan muncul setelah kentongan saya pukul ketiga kalinya. Ia membukakan pintu dan menggelarkan tikar untuk saya berdoa di dalam cepuri. Nama pria itu Surakso Panut (55), salah satu juru kunci dan abdi dalem di Cepuri Parangkusumo.

Cepuri parangkusumo tempat ratu kidul dan panembahan senopati
Suasana di dalam cepuri. (Syaeful Cahyadi/Mojok.co)

Doa saya langitkan dari pinggir dua bongkah batu karang di tengah halaman berpasir. Di sekelilingnya, ada pagar tali, lengkap dengan wadah bunga serta kemenyan yang kosong. Ada pula bendera merah putih ditancapkan di sisi samping. Panut menanti di pintu masuk dan pikiran liar saya menjalar. Kenapa dua bongkah batu karang ini dikeramatkan?

***

Ini laut selatan. Sebuah tempat penting dalam kosmologi ala Yogyakarta. Di sini, konon, terdapat sosok penguasa laut bernama Kanjeng Ratu Kidul atau Ratu Pantai Selatan. Versi cerita rakyat menggambarkannya sebagai perempuan berparas ayu. Lukisan-lukisan sosok ini, biasanya, berlatar ombak pantai. Ia disebut sebagai penjaga laut dan punya kerajaan gaib di kedalaman samudera. Keberadaannya juga menurunkan larangan tertentu. Misal, larangan menggunakan pakaian warna hijau di laut selatan karena dipercaya akan mengundang amarahnya.

Di samping itu, dalam semesta Mataram Islam, Kanjeng Ratu Kidul punya peran dalam masa awal pendirian kerajaan. Sosok Kanjeng Ratu Kidul ini ada yang menyamakannya dengan Nyi Roro Kidul, namun dua sosok ini disebut-sebut sebagai dua sosok yang berbeda. Di laman resmi Keraton Yogyakarta, yang merupakan kerajaan penerus Mataram Islam, sosoknya disebut sebagai Kanjeng Ratu Kidul. 

Konon, Panembahan Senopati, raja pertama Mataram, menghanyutkan diri di Sungai Opak dalam suatu kegamangannya dalam memerintah kerajaan. Babad Tanah Jawi menyebut, akibat dari tindakan itu, huru-hara terjadi di kerajaan gaib Laut Selatan dan membuat Ratu Kidul naik ke daratan. Ia kaget ketika melihat seorang sakti mandraguna berada di pantai seorang diri. Pada pertemuan itu, Senopati mendapatkan peneguhan hati dan pengakuan kekuasaan dari sang ratu laut.

Betapa pentingnya sosok ini, hingga, para sejarawan luar negeri ikut menyebut namanya dalam masa awal Mataram Islam. De Graaf dalan Awal Kebangkitan Mataram menyebut pertemuan keduanya terjadi di daerah bernama Lipura yang kini dipercaya berada di sekitar Kecamatan Bambanglipura, Bantul. Di daerah tersebut, dikenal adanya pesanggrahan sejak masa sebelum Senopati. Sementara Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java menulis nama sosok ratu laut dalam masa awal Mataram sebagai Kiai Gede Laut Kidul.

Masih menurut De Graaf, pertemuan Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul menjadi salah satu pencapaian politis sang raja. Sebab, dalam pertemuan itu Panembahan Senopati mendapatkan penahbisan dari Sang Ratu Laut Selatan beserta jaminan bahwa ia akan turut membantu Mataram. 

Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa Ratu Kidul juga menjamin semua makhluk gaib di laut selatan akan ikut tunduk di bawah Mataram. Masalah bantuan ini, salah satunya, disebut dalam pertempuran Mataram VS Pajang di daerah Prambanan. Dikatakan bahwa sebelum perang, Senopati kembali menemui Ratu Kidul demi meminta pengerahan bala tentara sang ratu laut.

Lantas, apakah pertemuan Ratu Kidul dan Senopati berakhir begitu saja setelah sang raja mendapatkan pengakuan kekuasaan? Sayangnya, tidak. Baik Babad Tanah Jawi maupun Awal Kebangkitan Mataram menyebut satu aktivitas yang keduanya lakukan setelah pertemuan itu: bercinta selama 3 hari.

***

Selesai berdoa, saya berbincang dengan Panut di depan cepuri sambil melihat laut. Bangunan di tepi Parangkusumo ini sejatinya adalah petilasan, sebab dahulu Panembahan Senopati pernah berada di sini. Dua batu di dalam cepuri tadi adalah saksi pertemuan dan kisah cinta Senopati dan Ratu Kidul ratusan tahun silam. Bongkahan batu di sebelah utara menurut Panut adalah tempat Senopati bertapa dan menunggu Ratu Kidul. Lalu, saat sang ratu laut muncul, ia duduk di bongkahan batu sebelah selatan yang secara fisik lebih kecil.

Seorang peziarah sedang berdoa di cepuri. (Syaeful Cahyadi/Mojok.co)

Pertemuan Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul diabadikan dalam bentuk tarian atau bedhaya oleh Keraton Yogyakarta yaitu Bedhaya Lambangsari. Tarian yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII yang kemudian dikembangkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII ini memiliki bertukarnya cinta kasih.

Menurut Panut, Panembahan Senopati datang ke tempat ini setelah menghanyutkan diri di Opak. Sementara berbagai buku sejarah menyebutkan ia datang terlebih dahulu ke tempat yang disebut watu gilang lalu tertidur. Senopati kemudian dibangunkan dan dicemooh oleh Ki Juru Martani. “Masa mau jadi raja tidur terus,” katanya.

Kedua orang itu lalu berbagi peran demi kejayaan Mataram. Juru Martani menuju Merapi dan Senopati menghanyutkan diri hingga di muara Opak. Muara ini menurut Panut dan warga sekitar Parangkusumo berada di sebelah barat pantai dan sekarang masuk ke wilayah Pantai Samas, Bantul.

Panut membenarkan mitos bahwa di atas dua batu inilah Senopati dan Ratu Kidul bercinta setelah pertemuan mereka. Agaknya, ini adalah versi lain dari percintaan mereka. Babad Tanah Jawi punya versi lebih dramatis dari kisah ini: dua sosok beda dunia itu bercinta di dalam kerajaan gaib Laut Selatan!

Panut juga masih punya versi cerita lain. Cepuri ini dulunya berada di tengah laut. “Dulu kan lautnya sampai mepet ke gunung itu,” terang Panut sambil mengacungi pegunungan di sebelah utara pantai. Bahkan, ia mengatakan bahwa di masa ia kecil, bibir pantai berada tepat di depan gapura cepuri. Bangunan itu disebut beberapa sumber sebagai gapura laut selatan dan dipercaya sebagai gerbang gaib.

Sampai saat ini, Cepuri Parangkusumo adalah tempat yang cukup disakralkan. Pada hari-hari tertentu, para peziarah akan mengunjungi tempat ini. Panut menyebutkan, biasanya, keramaian akan terjadi pada malam Selasa Kliwon dan malam Satu Sura. Sementara untuk acara dari pihak Keraton Jogja, ada labuhan laut yang rutin digelar setiap tahun bersamaan dengan labuhan di Merapi.

Tentang kedatangan tokoh besar ke cepuri, Panut menyebut nama mantan presiden Abdurrahman Wahid. Ada pula cerita bahwa pelukis Basuki Abdullah pernah sengaja bertapa di tempat ini saat hendak melukis sosok Ratu Kidul. Sayang, Panut tidak ingat soal kedatangan pelukis tersebut. “Mungkin waktu itu sama abdi dalem lain. Soalnya di sini ada 34 abdi dalem,” ujar Panut.

Surakso Panut, salah satu abdi dalem dan juru kunci Cepuri Parangkusumo. (Syaeful Cahyadi/Mojok.co)

Namun, sekalipun cepuri adalah tempat sakral, ia tetap tidak terlepas dari salah satu masalah klasik di Parangkusumo: dunia esek-esek. Menyoal masalah ini, Panut membenarkan bahwa dulu banyak sekali PSK di area cepuri. Keberadaan mereka mulai berkurang beberapa tahun belakangan. Di saat acara tertentu, para abdi dalem harus menjaga 4 gerbang cepuri supaya para PSK tidak masuk ke dalam dan menganggu acara yang sedang berlangsung.

Hal serupa juga dibenarkan oleh seorang pedagang angkringan sebelum saya ke cepuri. Katanya, walau sudah sering didatangi satpol PP, di hari tertentu akan ramai dengan kemunculan para PSK. “Kalau soal itu, dari dulu memang sudah ada. Mereka datang dari luar kota. Cuma, ya, beberapa tahun ini sepi. Kalau siang juga ada, tapi ya cuma sedikit,” terang si ibu.

Kembali ke Panut, saya bertanya soal sumbu filosofi Jogja dengan laut selatan sebagai salah satu bagiannya. Di bagian laut selatan mana sebenarnya sumbu itu punya hubungan kuat. Pria itu mengatakan bahwa tempat kami berbincanglah masih punya hubungan dengan hal tersebut. Sebabnya, tidak lain karena di cepuri ini Panembahan Senopati bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul saat masa awal pendirian kerajaan. Saya mencoba membuktikannya dengan bantuan Google Maps. Nyatanya, baik dari Kraton maupun dari Gunung Merapi, ada garis lurus mengarah ke selatan menuju Cepuri Parangkusumo.

 ***

Di sisi lain, kisah tentang Ratu Kidul tidak selalu tentang mistisme luar nalar. Sastrawan Pramoedya Ananta Toer misalnya, punya versi sejarah tentang sosok ini.

Menurut Pram dalam naskah berjudul Sastra, Sensor, dan Negara: Seberapa Jauh Bahaya Bacaan? yang dibacakan dalam penerimaan penghargaan Ramon Magsaysay 1998, Ratu Kidul adalah contoh cara pujangga Jawa memitoskan kekalahan Sultan Agung atas Belanda. Ini berkaitan dengan kegagalan penguasaan Mataram atas pesisir utara Jawa. Maka, Ratu Kidul diciptakan sebagai cerita bahwa Mataram masih menguasai laut selatan Jawa.

Mitos Ratu Kidul juga menurunkan anak mitos lain. Misalnya, cerita bahwa setiap raja Mataram beristrikan dewi laut tersebut dan larangan memakai pakaian warna hijau di pantai. Perihal pakaian ini menurutnya adalah cara untuk memutuskan asosiasi orang Jawa pada pakaian warna hijau yang identik dengan kompeni Belanda.

Walaupun demikian, diakui atau tidak, Ratu Kidul dan Roro Kidul adalah salah satu sosok gaib yang kondang dalam cerita-cerita lokal di Yogyakarta dan sebagian Jawa Barat. Ia akan dihubungkan dari berbagai ragam peristiwa di kota ini. Kepercayaan terhadap wujudnya juga ada dalam benak banyak orang. Sekeras apapun logika melawan, saya tetap saja takut jika tiba-tiba sosok itu muncul di tempat di mana dulu ia pernah bercinta.

Gerbang laut selatan yang disebut-sebut sebagai gerbang gaib. (Syaeful Cahyadi/Mojok.co)

Saat saya pamit pada Panut, saya berjalan ke arah selatan menuju gerbang laut selatan. Pikiran liar kembali mengular. Bagaimana jika tiba-tiba sosok cantik berbaju Jawa muncul dari riak ombak? Bagaimana jika nanti saya berada di antah berantah selepas melewati gerbang itu? Tanpa sadar, itulah akibat dari cerita tentang Sang Ratu Laut dan Pram mungkin akan tertawa membaca ini.

Sebab, menurut sang sastrawan, kisah tentang Ratu Kidul tanpa sengaja telah mengukuhkan kekuasaan para raja Mataram atas rakyatnya. Ia bahkan menjadi polisi batin bagi rakyat Mataram sendiri. Bahwa, laut selatan punya penunggu gaib dan Parangkusumo adalah salah satu bukti penting dalam cerita itu. Di pantai ini, Jauh sebelum Satpol PP sibuk menertibkan para PSK, seorang raja Jawa disebut bertemu sosok dari lain dunia demi menerima pengakuan kekuasaan dan kemudian bercinta.

 

Reporter: Syaeful Cahyadi

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Cerita dari Mereka yang Memilih Bus ALS untuk Membelah Jawa dan Sumatera dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version