Sebagai platform pencerita, KaryaKarsa memperbesar peluang kamu untuk mendapatkan uang dari menulis. Menurut salah satu kreator sukses di sini, kalau cuma mau penghasilan setara UMR mah sepele.
***
Aji Prasetyo ini jenis komikus yang tak baik ditiru. Komikus sombong.
Sejak rutin membuat komik di 2007, ia lebih sering membagi-bagikan komiknya secara gratis di media sosial. Menggambar dan bikin komik jadi hobi saja, sebab profesi utamanya adalah musisi. Ia piawai memainkan biola. Lumayan kondang lah sebagai pemain biola di Kota Malang.
Tapi seperti kata orang, manusia berencana, Tuhan menentukan. Ketika pandemi menerpa dunia pada 2020, hobi itu justru menjadi bantuan dalam hidup Aji Prasetyo. Jalannya lewat platform cerita bernama KaryaKarsa.
Ceritanya begini….
“Saya saat itu sebenarnya masih punya beberapa penghasilan yang lain. Bikin komik itu bukan penghasilan utama karena biasanya saya bagikan gratis di media sosial. Saya masih buka warung kopi dan main musik. Tapi begitu pandemi kan hilang semua, saya menutup kedai dan job musik juga berkurang drastis,” kisah Aji kepada Mojok.
“Saya masuk KaryaKarsa ya karena ditawari temanku. ‘Mbok masuk itu lho, platform KaryaKarsa,’ gitu. Nah, di tengah-tengah kondisi pandemi seperti itu, penawaran teman itu saya pertimbangkan. Yo wis, coba lah. Akhirnya aku pakai KaryaKarsa.”
KaryaKarsa adalah platform para pencerita. Cara mengaksesnya bisa lewat website KaryaKarsa.com atau aplikasi KaryaKarsa. Platform ini bisa dipakai penulis, komikus, desainer, fotografer, jurnalis, hingga developer untuk memajang karya. Kreator juga bebas menentukan apakah penikmat karyanya perlu membayar atau gratis-tis. Jika pun membayar, tarifnya terserah kreator.
Dasarnya komikus sombong, jelas butuh pemasukan tambahan, masih saja Aji tak rela memasang tarif bagi komik-komiknya. Padahal karyanya sudah memiliki penggemar tersendiri.
“Ya, awalnya kayak masih tidak ikhlas untuk memberi tarif, sehingga waktu itu saya kasih tarif yang murah, yang mana tarif per episode komikku itu tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Sampai sekarang masih saya pertahankan, meskipun tarifnya saya naikkan sedikit sedikit. (Prinsipnya) orang kalau baca komikku harus murah,” tambah Aji.
Komik pertama yang Aji unggah di KaryaKarsa adalah file digital buku komiknya yang sudah pernah dicetak. Judulnya Hidup Itu Indah (2010).
Sampai sekarang, total Aji telah mengunggah 68 karya. Semua dihargai murah sesuai prinsipnya. Di luar Hidup Itu Indah yang dibanderol Rp50 ribu, komik Aji dihargai mulai dari gratis sampai paling mahal Rp12.750 saja.
Aji termasuk kreator sukses di KaryaKarsa. Saat ini akunnya diikuti 3.300-an orang, lalu sebanyak 3.800-an orang telah menjadi pendukungnya. Pendukung adalah istilah di KaryaKarsa untuk penikmat karya yang bersedia memberi dukungan dalam bentuk uang.
“Penghasilan dari KaryaKarsa ini bisa untuk hidup layak tidak, Mas?” tanya saya.
“Kalau ingin penghasilan sekadar di atas UMR Malang atau Jogja, gampang. Asalkan produktif dan konsisten, maksudnya, minimal dalam dua minggu itu keluar satu karya,” kata Aji.
Wah, tentu saya jadi penasaran.
Berapa sih penghasilan mereka dari KaryaKarsa?
Sebelum minta bocoran penghasilan Aji Prasetyo, saya juga ngobrol dengan Mwv Mystic, penulis yang lebih sukses lagi di platform KaryaKarsa. (Maaf lho, Mas Aji, bukan bermaksud membanding-bandingkan, tapi emang iya. Haha. Tapi ini biar pembaca mendapat gambaran saja lho, Mas Aji.)
Jika Aji mengoleksi 3.800 dukungan, Mwv Mystic mendapat tiga kali lipatnya. Lebih dari 12.000 dukungan. Ia juga punya 7.000-an pengikut di KaryaKarsa. Dan semua itu ia dapatkan hanya dengan mengunggah 11 karya.
Seketika saya minder ngobrol dengan penulis luar biasa ini.
Mwv Mystic jelas nama pena. Namun, engineer development method di sebuah laboratorium kimia swasta ini tidak ingin nama aslinya dipublikasikan. Sungguh sosok yang sangat piawai mengelola popularitas.
Rasa kagum saya makin membuncah saat tahu Mwv Mystic baru bergabung di KaryaKarsa pada Desember 2021. Jadi 12 ribu dukungan itu, 7 ribuan pengikut itu, semua didapat hanya dalam empat bulan.
Namun, semua bisa dijelaskan. Mwv Mystic bukan penulis kemarin sore. Spesialis cerita horor ini sudah menulis di media sosial sejak 2015. Akunnya sangat populer di medsos. Akun Twitternya diikuti 360 ribu akun, sementara di Instagram bahkan lebih dari setengah juta.
Mwv Mystic juga sudah pernah menerbitkan dua buku, yakni Mereka Ada Vol. 1 dan Vol. 2.
Ngomong-ngomong sejak tadi menyebut Mwv-Mwv melulu, saya tak bisa menahan diri untuk menanyakan arti nama pena ini.
Menurut empunya, nama ini singkatan dari frasa mystic wave. “Jadi seperti gelombang mistis. Itu juga mengapa logo Mwv seperti sinyal atau gelombang gitu,” ia menjelaskan kepada Mojok. Sebenarnya saya masih ingin bertanya, jika Mwv artinya mystic wave, berarti Mwv Mystic = Mystic Wave Mystic alias redundan dong.
Tapi pertanyaan itu saya urungkan mengingat ada pertanyaan lain yang lebih penting.
“Awalnya gabung di KaryaKarsa karena banyak kreator/penulis cerita horor yang memanfaatkan KaryaKarsa untuk mengomersilkan karya mereka. Jadi, saya coba memasang satu judul pada awalnya, dan ternyata mendapatkan respons yang positif,” tutur Mwv Mystic.
Respons positif adalah kata yang sederhana. Aktualnya, Mwv Mystic bisa mendulang belasan juta setiap 4 bulan sekali. Dan itu cuma rata-rata lho.
“Kemarin ada salah satu cerita berjudul ‘Si Jundai Lubuak Pusaro’, itu mencapai angka puluhan juta dalam sebulan tayangnya,” ujar Mwv Mystic.
Bagaimana dengan Aji? (Maaf lho, Mas Aji, bukan bermaksud membanding-bandingkan lagi.)
“Aku pernah mencairkan 9 juta di satu bulan,” Aji membocorkan. Namun, agar tidak membuat ilusi di benak pembaca, Aji segera menambahkan konteksnya. “Tapi jangan lupa, bahwa kita sudah pada bulan ke berapa, yang mana di dalam platform itu kita sudah nabung berapa karya.”
“(Dapat 9 juta) itu sekitar 2021, hampir tahun kedua, tapi kalau dihitung bulan belum dua belas bulan. Dan itu bukan hanya dari pembeli yang baca, tapi juga dari yang memberi tip. Sekali lagi aku ingatkan, bahwa pembacaku itu golongan orang mapan, kalau memberi tip kadang nggak umum.”
“Maksudnya tidak umum?” saya bertanya.
“Tip yang mereka berikan kadang berkali-kali lipat dari harga komik yang mereka beli. Jadi orang mengapresiasi karya saya lebih dari harga yang saya tawarkan. Harga yang aku tawarkan tidak lebih mahal dari sebungkus rokok, tip yang mereka berikan lebih dari harga satu slop rokok.”
Di KaryaKarsa, selain memberi dukungan (baca: membayar karya), pemirsa juga bisa memberi tip kepada kreator. Saya tak menyangka bahwa pembaca bisa royal juga memberi tip. Mungkin saking merasa konten yang ia baca berkualitas kali ya?
Platform nggak ribet, kreator dan pendukung senang
KaryaKarsa didirikan oleh Ario Tamat bersama Pribadi Prananta dan Aria Rajasa pada Oktober 2019. Artinya, platform ini belum dua tahun mengudara ketika Aji bergabung. Namun kesan yang sama selalu Aji dapatkan dari platform ini, yakni mudah digunakan.
“Saya pikir untuk segmen pembaca komik saya, yang kebanyakan usianya setara usia saya, banyak juga yang gaptek, KaryaKarsa ini cukup user-friendly,” tutur Aji. “Apalagi pembaca komik saya itu kebanyakan berada di usia mapan, sudah punya uang. Lalu yang mereka perlukan adalah kemudahan untuk membayar (bukan harga murah). Kalau untuk kreator macam aku dengan segmentasi pasar seperti ini, Karyakarsa sangat cocok.”
Mwv Mystic punya anggapan senada. “Sebenarnya platform semacam ini ada banyak, tapi secara user interface, kemudahan transaksi, dan tampilannya (KaryaKarsa) lebih asyik dan cocok untuk platform bagi penulis. Tampilannya juga menarik, seperti etalase ebook,” ujar Mwv Mystic.
Kreator juga tidak dipersulit untuk mencairkan penghasilan mereka. Jika ada kreator yang pernah trauma oleh panjangnya birokrasi mencairkan beasiswa atau bansos, tenang saja, itu tak akan terjadi. Seperti kata Mwv Mystic, “Tidak ribet. Walaupun keterangannya proses [pencairannya] 2 hari kerja, nyatanya beberapa menit setelah kita klaim dan verifikasi via email, saldo sudah masuk ke rekening.”
Tidak hanya bagi kreator, Karyakarsa juga menyuguhkan kemudahan tampilan, akses, hingga transaksi bagi para pendukung atau penikmat karya-karya kreator. Inilah yang dirasakan Maya Rahma dan Putri Naufal, dua pembaca setia di KaryaKarsa.
“Enaknya di Karyakarsa, kita tidak perlu beli keseluruhan bab dari novel yang mau kita mau baca. Kita bisa beli per babnya saja. Selain itu, transaksi pembeliannya juga mudah banget, cepat, dan tidak ribet kalau dibandingkan dengan platform lain,” tutur Maya Rahma. Di platform ini, ia adalah penggemar kreator cerita romance Moonkong dan Jongchansshi.
Putri sepakat, sebagai pembaca ia terbantu dengan cara transaksi yang mudah. “Karena KaryaKarsa punya banyak pilihan untuk pembayaran, jadi lebih dimudahkan. Soalnya kalau di platform lain, kayaknya lebih ribet. Kalau KaryaKarsa, selain banyak pilihan, pembayarannya juga cepat, jadi langsung sat set kalau mau bayar.”
Kemudahan lain yang dirasakan Aji sebagai kreator adalah kemauan platform berbenah, termasuk dalam hal paling sensitif di dunia kreatif: pencurian karya.
Ini dialami Aji suatu kali. Karyanya di KaryaKarsa di-screenshot secara utuh oleh salah satu pembaca, lalu dibagikan secara gratis di media sosial. Post itu bahkan di-share ulang hingga 7 ribu kali.
Aji antara senang dan sebal. Senang karyanya dibaca banyak orang di media sosial, sebal karena karya yang harusnya berbayar, malah tersebar secara cuma-cuma.
“Aku akhirnya curhat ke salah satu marketing Karyakarsa, dan sekarang tampilan KaryaKarsa tidak bisa di-screenshot. Bahkan pemiliknya sendiri, kreatornya sendiri, mau screenshot juga tidak bisa. Itulah salah satu alasan kenapa saya betah di KaryaKarsa, selain alasan user-friendly dan kemudahan transaksinya,” kenang Aji.
Tips untuk calon kreator KaryaKarsa
Mwv Mystic berpendapat sama dengan Aji Prasetyo: kreator sangat bisa hidup dari karya-karyanya di Karyakarsa, dengan catatan harus produktif dan konsisten.
“Sangat bisa. Bahkan saya pun sempat terpikir ingin fokus di Karyakarsa dan keluar dari pekerjaan formal. Namun, kembali lagi, harus konsisten dan mampu menarik pembaca,” ujar Mwv Mystic.
Meskipun begitu, baik Aji Prasetyo maupun Mwv Mystic juga memberikan alasan mengapa mereka bisa hidup dari KaryaKarsa. Aji Prasetyo dan Mwv Myctic sudah bertahun-tahun menjadi kreator, jauh sebelum terjun ke platform ini. Aji Prasetyo menjadi komikus sejak 2007 dan jelas punya pembaca setia, pun Mwv Mystic yang menjadi kreator cerita horor sejak 2015.
Namun, masih ada kok tips praktis yang bisa dilakukan kreator pemula, misalnya. Aji, misalnya, selalu membagikan gratis beberapa halaman awal komiknya sebagai bentuk promosi. Ia juga menjaga interaksi dengan pembaca, lewat membalas komentar.
“Strateginya, putuslah di halaman yang paling bikin penasaran kelanjutannya gimana. Misalnya komikku ada 20 halaman, maka 7 halaman pertama saya gratiskan. Pasti begitu. Akhirnya kalau orang penasaran, mereka akan ngeklik dan bayar untuk baca sisa halamannya, dan itu saya lakukan sampai sekarang. Nah, itu. Intinya jangan pelit. Kalau orang penasaran, pasti dibaca (dan dibeli) kok.”
“Saya juga selalu berkomunikasi dengan pembaca, dengan cara membalas komentar apa pun yang ada di karya saya. Kalau pun komentar itu tidak butuh jawaban, minimal saya beri jempol. Itu tradisi saya. Itu juga cara kita ngerumat (merawat) pembaca,” tambah Aji.
Sudah pasti saya akan dibilang sangat bebal jika semua obrolan ini membuat saya tetap tak membuka laman KaryaKarsa. Apalagi saat saya tahu ada banyak karya yang digratiskan di sini, misalnya cerita bersambung Kuncoro Anjani karya Agus Mulyadi (betul, maskot Mojok itu sekarang mulai menulis fiksi). Beragam karya gratis itu bisa ditemukan dengan mudah di panel Explore.
Dan mungkin, setelah membaca beberapa karya lalu memantapkan kepercayaan diri, saya akan coba-coba menjadi kreator di sini. Langkah-langkahnya toh bisa saya pelajari mandiri di Akademi Kreator KaryaKarsa ini. Ini kalau saya lho, nggak tahu kalau Anda. (Ads)
Reporter: Iqbal AR
Editor: Prima Sulistya