Jasa animal communicator mirip-mirip jasa pawang hujan. Tidak bisa dipandang benar atau salah. Ada yang merasa terbantu, ada yang tidak. Bagi pencinta kucing, anjing atau hewan piaraan lainnya, jasa ini dibutuhkan untuk mengetahui isi hati atau mencari keberadaan hewan kesayangannya yang hilang.
***
Pikiran Ferlynda Putri (30) kalang kabut. Pasalnya, hampir seharian dia tidak melihat kucing betina kesayangannya, Ketrin, di seluruh penjuru rumahnya. Padahal biasanya saat malam hari, Ketrin sudah pulang keluyuran. Ketrin selalu tidur di rumah Lynda.
Lynda, begitu dia disapa, makin panik ketika teringat perkataannya pada Ketrin sebelum kucing itu menghilang. Tepatnya saat beberapa kucing jantan berkali-kali mampir ke rumahnya dan mencumbu Ketrin. Lynda selalu membuyarkan momen indah itu dengan teriakan kencang.
“Heh Ketrin! Kamu jangan hamil, ya! Nanti tetekmu copot kayak punya Lela!”
Lela adalah kucing liar yang pernah melahirkan di rumah Lynda. Menurut Lynda, Lela menyusui terlalu banyak anak. Makanya, puting susunya sampai lecet seperti nyaris lepas dari tubuhnya. Lynda cuma tidak mau Ketrin bernasib sama seperti Lela.
Namun, setelah diomeli dengan penuh kasih sayang, Ketrin langsung menghilang. Lynda sudah mencari Ketrin keliling kompleks perumahan termasuk di unit-unit rumah yang kosong. Namun hasilnya nihil. Kondisi psikis Lynda makin tak karuan. Dia sampai menangis seharian penuh.
Saat scrolling timeline Twitter, Lynda lalu menemukan thread soal jasa animal communicator. Informasi yang dia tangkap saat itu, para animal communicator bisa membantu orang menemukan kucing hilang. Langsung saja Lynda mencari jasa animal communicator tanpa berpikir apakah hasilnya akurat atau tidak. Sebab dia sudah kepalang panik.
“Ancom [Animal Communicator] tanya kucingku pergi kapan, kira-kira kenapa. Lalu aku disuruh kasih nama kucingku, fotonya, foto rumah, shareloc. Terus Ancomnya langsung komunikasi sama Ketrin,” kata Lynda.
Ancom memberitahu Lynda bahwa Ketrin merasa marah pada Lynda. Sebab sebenarnya Ketrin ingin kawin dengan kucing jantan, hamil, lalu menjadi ibu. Apa daya, Lynda tidak pernah mengizinkannya. Oleh karena itu, Ketrin kabur untuk menenangkan diri. Ancom berkata pada Lynda Ketrin akan pulang setelah dia tenang.
“Eh ternyata enggak balik kucingku. Tapi aku cukup merasa terbantu secara psikis soalnya aku tenang karena tau Ketrin baik-baik aja. Jadi bisa dibilang pengalaman pertamaku sama Ancom tuh kurang cocok,” kata Lynda.
Sejak saat itu, Lynda sempat meragukan hasil pembacaan Ancom. Akan tetapi, Lynda seakan dipaksa untuk kembali menggunakan jasa Ancom. Tepatnya saat kucing jantannya, Camat, kabur dari rumah. Lynda menduga camat kabur karena kaget mendengar suara petasan tetangganya. Lynda sudah mencari Camat keliling kompleks, namun hasilnya nihil.
“Aku pakai jasa Ancom lagi buat cari Camat. Tapi aku ganti Ancom. Nah, Ancom yang kedua ini aku lebih percaya. Soalnya, dia nggak minta aku menarasikan informasi awal soal gimana Camat ilang. Tapi dia bisa tahu sendiri dan dia juga tahu gimana hubunganku dengan Camat,” kata Lynda.
Animal communicator kemudian memberitahu Lynda bahwa Camat ada di area padat penduduk yang terletak di samping kompleks perumahannya. Ancom itu juga memberitahu jalan sekitar untuk menuju ke lokasi Camat.
Pada usaha pencarian pertama, Lynda tidak menemukan Camat di area padat penduduk. Baru pada usaha pencarian kedua, Lynda menemukan Camat di jalan setapak menuju area yang disebutkan oleh Ancom.
“Camat diem di pinggir jalan. Seperti nungguin aku. Waktu itu Camat udah linglung banget tuh. Akhirnya langsung aku bawa pulang. Terus pas di rumah, Camat disembuhin psikisnya oleh Ancom dari jarak jauh,” kata Lynda. Untuk jasa animal communicator, Lynda merogoh kocek antara Rp150 ribu hingga Rp250 ribu.
Hasil dari animal communicator tidak bisa dipandang hitam atau putih
Beberapa hari lalu, jasa animal communicator ramai diperbincangkan oleh netizen Twitter. Mereka berbagi pengalamannya saat menggunakan jasa animal communicator. Mayoritas kasusnya adalah pencarian kucing peliharaan yang hilang. Persis dengan yang diceritakan Lynda kepada saya.
Saya membaca lima cerita netizen soal jasa animal communicator. Ada yang merasa tertolong, ada juga yang merasa tidak tertolong. Sebab pembacaan Ancom untuk lokasi kucing yang hilang sama sekali tidak akurat. Misalnya, hewan peliharaan terpantau sedang berjalan di pinggir jalan raya. Tapi ternyata, tak lama setelah sesi pembacaan lokasi, si pemilik menemukan hewan kesayangannya di kolong mobil.
Saya mewawancarai dua animal communicator untuk menanggapi fenomena tersebut. Pertama, saya mewawancarai Yuniart Sudarjo yang berprofesi sebagai animal communicator sejak 2020.
Selama menjalankan profesinya, Yuniart menggunakan metode linking awareness untuk berkomunikasi dengan hewan. Dia mempelajari metode tersebut dari drh Rajanti, seorang dokter hewan yang memulai profesi sebagai animal communicator sejak tahun 1990-an.
Yuniart menjelaskan bagaimana cara berkomunikasi dengan hewan melalui metode linking awareness. Dia hanya perlu duduk, memejamkan mata beberapa menit, merelaksasi diri, lalu berbincang pada hewan melalui medium foto.
Komunikasi tersebut bisa terjadi karena adanya gelombang alpha pada otak saat kondisi tubuhnya relaks. Jadi, agar komunikasinya jernih, dia butuh konsentrasi dan fokus penuh. Tidak boleh terganggu oleh pikiran negatif tentang kehidupannya sendiri.
Biasanya, Yuniart akan bertanya, “kamu di mana? Apa yang kamu rasakan?” kepada hewan peliharaan yang hilang. Hewan peliharaan kemudian merespon pertanyaannya dalam berbagai bentuk. Bisa suara, bisa juga potongan gambar seperti film lawas. Misalnya, si hewan akan menjawab “aku di ruangan gelap”. Yuniart bisa mendengar suara itu di dalam hatinya.
“Respon mereka tidak selalu dalam bentuk suara. Terkadang mereka menunjukkan potongan gambar. Misalnya, saya ditunjukkan kalau dia lagi ada di dalam ruangan dengan lantai putih, perabot di dalamnya ada ini dan itu. Bisa juga saya ditunjukkan jalan yang dia lalui itu bentuknya seperti apa, ada apa saja di jalan itu,” kata Yuniart.
Menurut Yuniart, kasus hewan peliharaan hilang itu termasuk kasus berat. Sebab hewan selalu bergerak setiap detik. Jadi para animal communicator harus terus memantau perubahan titik lokasi untuk dilaporkan kepada klien. Proses itu kerap menguras habis energinya.
“Makanya, saya selalu bilang sama klien, akurasi lokasinya 40 persen. Saya nggak mau bilang akurasinya 80 atau 100 persen. Soalnya hewan itu berpindah terus dan nggak bisa disuruh menetap di satu lokasi. Pasti di jalan mereka ketemu rintangan yang bikin mereka ingin lari terus. Jadi hasil pembacaan siang hari belum tentu sama dengan hasil malam hari.”
Tak jarang, Yuniart mendapat protes dari para klien yang tidak menemukan hewannya di lokasi yang telah disebutkan. Biasanya klien yang protes itu hanya mencari hewan peliharaan mereka di satu titik lokasi. Padahal, proses pencarian tidak semudah itu. Butuh kesabaran dan ketekunan untuk menyisir pandang ke sekitar titik lokasi atau mencari gambaran lokasi yang mirip.
“Misalnya titik A, jangan cuma cari di titik A. Tapi cari di sekitar situ, atau cari di lokasi yang ciri-cirinya mirip dengan titik A. Memang harus sabar dan teliti. Saya selalu bilang begitu ke semua klien saya yang hewan peliharaannya hilang,” kata Yuniart.
Sama saja dengan bahasa nonverbal pada manusia
Saya juga mewawancarai dokter Anggie, seorang dokter umum sekaligus animal communicator untuk mendapatkan gambaran soal jasa animal communication dari sisi sains. Menurut Anggie, jasa animal communicator sudah diakui di berbagai negara. Misalnya, Amerika Serikat dan Taiwan.
Anggie mengatakan praktik animal communication di Amerika Serikat sudah ada sejak 1980-an. Salah seorang yang mempraktikannya adalah Penelope Smith yang menuliskan pengalamannya bicara dengan berbagai hewan dalam sebuah buku.
View this post on Instagram
Sutradara film, Gina S. Noer berbagi pengalaman di Instagram bagaimana ia menemukan kembali kucingnya yang sempat hilang.
Bukan hanya di Amerika, di Taiwan bahkan profesi animal communicator populer. Setiap bulan, Taiwan Animal Communication Center, meluluskan setikdanya 80 ancom tersertifikasi.
Menurut Anggie, di Indonesia, banyak animal communicator dengan berbagai metode. Mulai dari linking awareness, soul connection hingga telepati. Namun masih banyak pro-kontra soal jasa animal communicator.
“Di Indonesia masih dianggap klenik. Tapi sebenarnya, jika mau dibawa ke ranah saintifik juga bisa,” kata Anggie.
Anggie mempelajari metode soul connection untuk berbicara dengan hewan. Anggie mempelajari metode tersebut sejak tahun 2018. Dengan metode soul connection, Anggie berkomunikasi dengan hewan melalui gelombang alpha yang ada di alam bawah sadar. Kondisi ini bisa tercapai ketika kondisi mentalnya dalam fokus dan tenang yang penuh.
“Cara berkomunikasi seperti itu sebenarnya termasuk jenis komunikasi nonverbal. Kita pun sebagai manusia juga pernah menggunakan bahasa itu ketika barusan lahir. Di mana saat itu yang bisa memahami apa maunya kita ya ibu kita, melalui kekuatan batin si ibu. Nah hewan juga sama, bahasanya nonverbal, bisa dipahami dengan mempertajam intuisi,” kata Anggie.
Melalui komunikasi nonverbal tersebut, hewan akan memberi berbagai tanda kepada manusia. Bentuknya bisa berupa potongan simbol, gambar, atau bahkan suara. Seorang animal communicator membutuhkan waktu untuk menerjemahkan maksud dari tanda-tanda tersebut. Penerjemahan pun tak bisa dianggap seratus persen akurat. Sebab terkadang tanda-tanda yang dikirimkan hewan kepada animal communicator juga terbatas.
Anggie membenarkan bahwa untuk mencapai akurasi tinggi, seorang animal communicator harus terus berlatih mengasah kepekaan intuisinya. Kepekaan ini bisa didapatkan saat seorang animal communicator terlatih untuk memfokuskan pikiran dan menjaga kesegaran fisiknya saat berkomunikasi nonverbal dengan hewan. Menurut Anggie, makin fokus kondisi pikiran si animal communicator, maka dia akan makin cepat menerjemahkan maksud si hewan.
“Jadi tidak bisa dianggap salah dan benar. Ini zona abu-abu. Keyakinan orang terhadap jasa animal communicator juga tidak bisa dipaksakan. Sebab keyakinan itu berdasarkan pengalaman mereka masing-masing. Tiap pengalaman tentu berbeda-beda,” kata Anggie.
Pendapat dr Anggie ternyata sama dengan Lynda. Melalui pengalamannya, Lynda jadi paham bahwa mencari animal communicator itu perkara cocok atau tidak cocok. Hasilnya pun tidak bisa 100 persen selalu benar.
Terkadang animal communicator bisa salah, terkadang juga bisa akurat. Menurut Lynda, hasil pemaparan animal communicator abu-abu. Tidak bisa disalahkan dan tidak bisa sepenuhnya dibenarkan. Semua itu juga tergantung pada kesabaran dan usaha pemilik saat mencari anabul yang hilang.
Reporter: Salsabila Annisa Azmi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Jalan Berliku Perajin Perabot Rumah Tangga di Kalibaru dan liputan menarik lainnya di Susul.