Riang dan Haru Penonton dalam Panggung Pertama dan Terakhir SUM 41 di Jogja

Riang dan Haru Penonton dalam Panggung Pertama dan Terakhir SUM 41 di Jogja.mojok.co

Riang dan Haru Penonton dalam Panggung Pertama dan Terakhir SUM 41 di Jogja (dok. WildGroundFest)

SUM 41 menuntaskan aksi panggung mereka di Kota Jogja. Konser yang dihadiri ribuan penonton itu penuh dengan keriangan, para fans hanyut dalam beat kencang ikon pop punk ini. Namun, tak sedikit juga yang merasa sedih. Sebab konser SUM 41 ini menjadi show terakhir yang bisa mereka saksikan secara langsung.

Pukul sembilan malam, di tanah Stadion Kridosono yang becek bekas hujan deras, Alvianto (30) berlari menggapai kerumunan. Sementara di atas panggung, gebukan drum langsung kencang terdengar. Nomor “The Hell Song” jadi lagu pertama yang SUM 41 bawakan dalam konser bertajuk “Tour of the Setting SUM” malam tadi, Sabtu (2/2/2024).

Setelah sebelumnya Rocket Rockers dan Endank Soekamti tampil sebagai pembuka, kini Deryck Whibley (vokal), Dave Baksh (gitar), Jason McCaslin (bass), Tom Thacker (gitar, kibor), dan Frank Zummo (drum) gantian memanaskan panggung. Alvianto, yang begitu semangat, langsung berinisiatif membuat circle pit di area penonton Festival B.

Panggung pertama dan terakhir 

Selama lebih dari sejam tampil, sekitar 20 repertoar mereka bawakan. SUM 41 memainkan materi lama dari EP Half Hour of Power (2000), yang jadi andalan mereka, hingga album Heaven :x: Hell (2024), yang akan rilis akhir Maret ini sekaligus jadi karya terakhir mereka sebelum bubar.

Band pop-punk asal Kanada ini memang memutuskan untuk bubar setelah menggelar tour dunianya tahun ini. Skumfuks–panggilan untuk fans SUM 41–di Indonesia bakal kejatah dua kota. Selain di Jogja, SUM 41 juga manggung di Jakarta sehari sebelumnya.

Penampilan enerjik SUM 41 dalam konser “Tour of the Setting SUM” di Jogja, Sabtu (2/2/2024) (dok. WildGroundFest)

Ini pun jadi panggung pertama dan terakhir band yang besar di awal 2000an itu di Jogja. “Kita akan mengeluarkan lagu baru, sebentar lagi, Maret ini. Tapi ini akan menjadi rekaman terakhir kami,” ujar Deryck di pertengahan aksi bandnya. 

“Fuck you, fuck you, ojo bubar sik, Mas,” teriak Alvianto, kecewa. Penonton lain juga tampak tidak setuju jika SUM 41 harus berhenti bermusik.

Setelah memainkan lagu-lagu andalan, termasuk “Walking Disaster” dan “Pieces”, favorit Alvianto, sampailah mereka di ujung show. “Selamat tinggal semuanya. Terima kasih, terima kasih,” jadi ucapan terakhir Deryck dari atas panggung.

Alvianto, yang sebelumnya begitu semangat dan tampak enerjik di circle pit, berubah air mukanya. Perasaan sedih tak biasa ia sembunyikan. Band yang menghidupkan masa remajanya, akhirnya menuntaskan show mereka malam itu.

SUM 41 menghidupkan masa remaja

Kesedihan juga menyelimuti Bernard (32). Padahal, beberapa saat sebelumnya, dia hanyut bersama saya dan Alvianto dalam circle pit. Saat konser tuntas, ia masih memandangi panggung yang kosong, berharap SUM 41 masih melanjutkan show mereka.

“Yah, udah selesai,” serunya kecewa.

SUM 41 memang menjadi band idola Bernard sejak remaja. Masa mudanya hidup berkat video musik Deryck dan kolega yang terus diputar secara masif di acara MTV. Bahkan, lagu-lagu SUM 41 juga menjadi soundtrack di beberapa film. Beberapa di antaranya amat membekas di hati Bernard.

“Rasanya baru kemarin mulai seneng sama lagu-lagunya. Tiba-tiba sekarang udah bubar aja,” sambungnya, sambil menyusuri rerumputan basah, membelah ribuan penonton lain yang pulang konser dengan perasaan campur aduk.

Perasaan campur aduk Bernard setelah menyaksikan konser band idolanya secara langsung, untuk pertama dan terakhir (Effendi/Mojok.co)

Album pertama SUM 41, All Killer No Filler (2001), memang bukan karya favorit Bernard. Tapi album ini menjadi yang paling membekas baginya. Lagu “Fat Lip”, yang pernah mencapai nomor satu di tangga lagu Billboard Modern Rock Tracks–dan masih jadi single band yang tersukses hingga sekarang–adalah yang memperkenalkannya pada skena pop punk.

“Enggak cuma pop punk, sih. Aku tahu musik pertama kali juga dari mereka. Influence buat bikin band asyik-asyikan semasa sekolah dulu,” tuturnya.

Sementara album SUM 41 terbaik menurut Bernard adalah Does This Look Infected (2002), album kedua mereka. Pantas saja, ketika dua lagu andalan di album ini, “The Hell Song” dan “Still Waiting” dibawakan, ia begitu hanyut. Kamera ponselnya tak henti-hentinya mengabadikan momen itu.

“Masih belum percaya ini pertama dan terakhir nonton mereka.”

Akhir 27 tahun perjalanan bermusik

Pada 8 Mei 2023 kemarin, SUM 41 mengumumkan akan bubar setelah tur dunia terakhir mereka. Artinya, itu akan menutup hampir tiga dekade perjalanan karier band yang berdiri 1996 tersebut.

“Berada di Sum 41 sejak 1996 memberi kami beberapa momen terbaik dalam hidup kami,” kata SUM 41, dalam pengumuman resminya. “Kami selamanya berterima kasih kepada penggemar kami baik lama maupun baru, yang telah mendukung kami dalam segala hal. Sulit untuk mengartikulasikan cinta dan rasa hormat yang kami miliki untuk Anda semua dan kami ingin Anda mendengarnya dari kami terlebih dahulu.”

SUM 41 memang akan dibubarkan. Namun, mereka masih akan menyelesaikan semua tanggal turnya sepanjang 2024 ini. Termasuk merilis album terakhir, Heaven :x: Hell. Setelah Jogja, SUM 41 bakal langsung melawat ke Singapura, Jepang, dan sejumlah negara di Eropa.

“Untuk saat ini, kami berharap dapat melihat kalian semua skumfuks di jalan dan bersemangat untuk apa yang akan terjadi di masa depan bagi kita masing-masing. Terima kasih untuk 27 tahun terakhir Sum 41.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Pengalaman Ngirit Demi Nonton Konser Band Idola, 5 Bulan Hidup Kelaparan tapi Malah Dapat Uang Kaget di Hari H

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version