Upaya-upaya Mencegah Ramalan “Selat Muria Muncul Lagi” Setelah Menghilang 300 Tahun, Banjir Demak dan Bencana Lain pun akan Berkurang di Masa Mendatang

Selat Muria Mustahil Muncul Lagi MOJOK.CO

Ilustrasi - Banjir Demak mustahil sebabkan kemunculan Selat Muria. (Mojok.co)

Banjir dahsyat yang nyaris menenggelamkan Demak, Jawa Tengah dan sekitarnya dalam dua pekan terakhir di Maret 2024 ini memang menjadi momok tersendiri. Lebih-lebih ketika ada yang menghubung-hubungkannya dengan kembalinya Selat Muria.

Merinding, ngeri, dan putus asa adalah perasaan-perasaan yang menyeruak pada orang-orang Demak dan sekitarnya. Pasalnya, jika memang Selat Muria kelak akan muncul lagi, maka otomatis mereka akan “terusir” dari rumah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.

Ketakutan tersebut tentu beralasan. Sebab, banjir Demak pada Maret 2024 ini memang terbilang dahsyat. Tercatat sebanyak 13.027 jiwa yang terdampak banjir Demak, 230 rumah ibadah, tiga pasar, 143 fasilitas pendidikan, 15 sarana kesehatan, dan masih banyak lagi kerugian lainnya. Data tersebut sebagaimana merujuk pada laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 24 Maret 2024.

Selat Muria sendiri konon merupakan selat yang memisahkan antara daratan utara Jawa Tengah dengan Gunung Muria pada masa 300 tahun silam. Selat Muria disebut-sebut muncul lagi menyusul potret satelit banjir Demak 2024 yang polanya menyerupai citra satelit Selat Muria pada abad 7 M dan abad 16 M.

Belum lagi narasi-narasi mistik yang mengaitkan antara banjir Demak, Selat Muria, dan Ramalan Jayabaya. Bertambah ngeri lah korban banjir Demak membayangkan hari depan.  Namun, sejumlah pakar dan akademisi membantah prediksi bahwa Selat Muria bakal muncul lagi di masa mendatang.

Selat Muria kecil kemungkinan muncul lagi

Pengamat lingkungan sekaligus dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Wahid Dianbudiyanto menyebut bahwa banjir Demak terjadi lantaran dua masalah utama.

Pertama, jelas karena curah hujan yang tinggi, Kemudian yang kedua adalah masalah drainase yang membuat tanggul Sungai Wulan jebol. Jika dilihat dari kacamata tersebut (tidak dari kacamata mistis), tentu ada solusi logis untuk mencegahnya agar tak terulang di masa mendatang.

“Kemungkinan Selat Muria muncul lagi itu sangat kecil. Sebab, proses geologi yang masih berlangsung hingga saat ini,” jelas Wahid mengutip dari website resmi UNAIR Surabaya, Rabu (27/3/2024).

“Seperti erosi dari lajur Perbukitan Kendeng dan Perbukitan Rembang yang membawa sedimen yang tinggi,” imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Salahuddin Husein.

Melengkapi penjelasan Wahid, Husein menyebut bahwa banjir yang berulang di Demak dan sekitarnya malah akan menjadikannya sebagai wilayah dataran rendah. Hal tersebut tidak lepas dari proses sedimentasi yang pada umumnya berlangsung saat banjir.

Hasil sedimentasi tersebut menghasilkan endapan sedimen yang kemudian mengumpul sebagai dataran limpasan banjir.

Wilayah Demak dan sekitarnya, kata Husein, pada dasarnya merupakan dataran rendah hasil dari sedimentasi banjir dari Sungai Tuntang, Sungai Serang, dan Sungai Juwana. Dengan kata lain, Selat Muria menghilang dan menjadi dataran rendah seperti saat ini karena banjir di ketiga sungai tersebut.

“Secara geologis tidak usah khawatir Demak dan sekitarnya akan jadi laut lagi karena banjir yang berulang ini membawa sedimen yang membentuk dataran rendah,” beber Husein melalui keterangan tertulis di website resmi UGM.

Upaya mencegah munculnya “Selat Muria”

Seperti yang Wahid singgung sebelumnya, setidaknya ada dua faktor yang ia soroti terkait penyebab banjir Demak. Yakni curah hujan tinggi dan buruknya sistem drainase, di samping faktor-faktor penyebab banjir Demak yang lain.

“Untuk mencegah banjir terus terjadi ada beberapa langkah yang perlu diperbaiki. Langkah tersebut utamanya adalah perbaikan sistem drainase, pengelolaan sampah, pertimbangan pembangunan berkelanjutan, dan upaya penghijauan,” jelas Wahid.

Selain itu, yang tak kalah penting dalam upaya mencegah terulangnya banjir Demak menurut Wahid adalah pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Bagian ini, kata Wahid, harus menjadi komitmen utama para pemangku kebijakan dan juga masyarakat.

Sebab, jika pengelolaan lingkungan berjalan dengan baik dan memperhatikan aspek keberlanjutan. maka tak hanya banjir, bencana-bencana lain seperti tanah longsor, erosi, hingga kekeringan pun akan sangat berkurang. Dengan begitu, masyarakat Demak dan sekitarnya tak perlu khawatir soal spekulasi munculnya “Selat Muria” lagi.

Mendesain ulang tanggul sungai Demak

Curah hujan yang tinggi dan terus-menerus berpotensi meningkatkan debit air di wilayah hulu sungai. Hal tersebut sudah barangtentu akan menimbulkan banjir ekstrem dan butuh waktu berhari-hari untuk surut. Ini adalah bagian yang, kata Husein, harus dipahami lebih dulu.

Untuk mengatasinya, Husein memandang pemerintah perlu mengkaji ulang kapasitas tanggul sungai di Demak dan sekitarnya. Menurut Husein, harus ada penyesuaian kapasitas tanggul dengan asumsi terjadinya banjir ekstrem seperti di Demak.

Dengan begitu, harapannya sungai-sungai tersebut mampu membawa lebih banyak lagi debit air hujan tanpa harus menyebabkan banjir.

“Upaya normalisasi sungai memang sudah dilakukan, tetapi kedepan perlu dilakukan redesain dengan menyesuaikan kondisi saat ini,” ujar Husein.

Dan yang tak kalah penting, lanjut Husein, adalah adanya upaya pengawasan dan perawatan secara berkala terhadap tanggul. Langkah ini bertujuan untuk mencegah tanggul longsor di sejumlah titik yang bisa menyebabkan pendangkalan sungai. Sebab, pendangkalan sungai akan mengakibatkan kapsitas tanggul menjadi berkurang.

Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Kos di Surabaya Mengerikan, Maling Motor “Dipersilakan” Nyolong Begitu Saja

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version