Aliansi Santri Jalanan Gelar Aksi Dukungan, Mengapa Masih Ada Pihak yang Menormalisasi Sikap Arogan Miftah Maulana?

Ilustrasi - Aliansi Santri Jalanan Gelar Aksi Dukungan, Mengapa Masih Ada Pihak yang Menormalisasi Sikap Arogan Miftah Maulana? (Ega Fansuri/Mojok.co)

Ratusan demonstran menggelar aksi penolakan mundurnya Miftah Maulana dari Utusan Khusus Presiden. Mereka memberi dukungan sepenuhnya kepada Miftah untuk tetap duduk sebagai tangan kanan pemerintah. Di tengah gelombang kecaman kepada pendakwah tersebut, mengapa masih ada pihak, terutama santri, yang masih mau memberi dukungan?

***

Berdasarkan pantauan Mojok, massa aksi yang mengatasnamakan Aliansi Santri Jalanan sudah mulai memadati Titik Nol Kilometer Jogja sejak pukul 10.00 WIB. Mereka datang dengan mengenakan pakaian serba hitam.

Para demonstran juga banyak yang membawa poster bertuliskan narasi dukungan kepada Miftah. Seperti “Gus Miftah Ksatria Sesungguhnya”, “Kami di Belakang Gus Miftah”, dan lain sebagainya.

Sejak pukul 10.30 WIB, satu per satu perwakilan demonstran juga mulai naik ke atas mimbar untuk menyampaikan orasinya.

“Kami sepenuhnya berada di belakang abah [Miftah Maulana] untuk berada di kursi pemerintahan. Takbir! Allahuakbar, Allahuakbar,” seru salah satu orator yang mengaku perwakilan santri salah satu pesantren, Senin (9/12/2024).

Anggap Miftah adalah “jembatan” santri duduk di pemerintahan

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Miftah Maulana mengumumkan mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan pada Jumat (6/12/2024) lalu. Publik menilai, pengunduran diri ini imbas dari video viral “menggoblok-goblokkan pedagang es teh” yang menuai banyak kecaman.

Pengasuh Ponpes Ora Aji, Sleman, ini mengaku telah mempertimbangkan keputusannya secara mendalam. Namun, Dia memastikan bahwa keputusan ini bukan karena tekanan atau permintaan pihak tertentu.

“Setelah berdoa, bermuhasabah, dan istikharah, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari tugas saya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan,” ujarnya kala itu.

Sementara itu, Koordinator Aksi Aliansi Santri Jalanan, Indra Ika Putra, mengaku bakal melakukan berbagai upaya agar Miftah Maulana tidak mundur dari jabatannya. Termasuk jika harus menyurati Presiden RI Prabowo Subianto.

“Kami Insya Allah akan memberi surat tembusan kepada Bapak Presiden, Bapak Prabowo Subianto, agar menolak penurunan Gus Miftah dari jabatannya,” ujar Indra kepada Mojok di sela-sela aksi.

Demo Miftah Maulana.MOJOK.CO
Mulut Miftah Maulana dianggap jahat. Sikapnya juga arogan. Ini alasan mengapa masih banyak santri mendukungnya di tengah kontrovesi tersebut. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

“Kami menyuarakan agar abah kami, guru kami, pembina kami, ksatria kami, agar tidak turun dari jabatan khusus utusan presiden, agar kami binaannya ada jembatan untuk ke pemerintahan,” bebernya.

Bahkan, Indra menegaskan kalau kontroversi Miftah dengan penjual es teh di Magelang, Sunhaji, sudah selesai. Pun, guyonan yang dianggap kontroversi itu bagi dia dan banyak santri asuhnya sebagai hal yang lumrah.

“Kalau boleh jujur, setiap hari saya diolok-olok. Tapi saya nggak pernah sakit hati karena itu memang watak beliau. Malah saya ini diumrahkan,” tegasnya.

Mengapa sikap Miftah Maulana masih didukung?

Lebih lanjut, Indra menyebut bahwa Aliansi Santri Jalanan berasal dari berbagai kelompok yang merupakan binaan dari Miftah Maulana. Berdasarkan hitungan Mojok, ada lebih dari 300 orang yang ikut aksi siang tadi.

Indra juga menegaskan pihaknya bakal menggelar aksi lanjutan sampai pengunduran diri Miftah Maulana sebagai Utusan Khusus Presiden ditolak.

Spanduk dukungan untuk Miftah Maulan (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Dihubungi Mojok, Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Suryana memahami mengapa masih ada pihak tertentu, khususnya dari kelompok santri masih memberi dukungan kepada Miftah Maulana. Padahal, sikapnya baru-baru ini dianggap sangat tidak mengejawantahkan sikap sebagai seorang pendakwah.

Menurut Asep, kata-kata kasar dan kontroversial Miftah tak mereka permasalahkan karena memang dianggap wajar bagi segmen peserta pengajiannya.

“Dalam tradisi kiai, ada dua kecenderungan: kiai-kiai yang agak agak sufi, soleh, jaga etika, jaga bahasa; tapi ada juga kiai yang cenderung agak preman-preman,” jelas Asep.

Dia menambahkan, Miftah berada pada tipe yang kedua, yakni pendakwah yang cenderung “agak preman-preman”. Bahasa yang dipakai dalam berdakwah pun cenderung kasar. Namun, ini menjadi maklum mengingat audiensnya yang memang kelompok abangan, mantan preman, sampai masyarakat subkultur nonsantri.

Punya kemampuan mengorganisir akar rumput

Asep juga tak kaget mengapa Miftah Maulana punya banyak loyalis. Sebab, dengan gaya bahasa yang “ugal-ugalan” tapi menyesuaikan audiens, ia jadi lebih mudah diterima.

Poin plusnya, cara itu jadi mudah untuk mengorganisir akar rumput. Apalagi kalau sasarannya memang kelompok masyarakat marginal dalam konteks Islam. Namun, bahasa yang keras ini memang tak bisa “masuk” ke semua kalangan.

“Apalagi kalau di kalangan NU kan kebanyakan audiensnya adalah wong cilik, mereka yang marjinal secara ekonomi. Nah, melihat label Gus-Gus itu, mereka akan mudah percaya [apa yang dikatakan],” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Alasan Ceramah Miftah Maulana Lucu Bagi Orang yang Duduk di Belakangnya, tapi Pahit Bagi Seluruh Warga Dunia

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version