Sebagai ukhti yang baik, sudah lama saya tidak percaya ramalan, apalagi ketika astrologi untuk Libra di majalah remaja langganan saya menampilkan ramalan-ramalan tidak menyenangkan seperti “keuangan tipis, jangan boros!” atau “dia tidak menyukaimu, sadar dirilah!” Makanya, saya jadi antipati pada segala bentuk ramalan.
Namun, belakangan ini saya bukan hanya kembali mendekatkan diri pada dunia ramalan, melainkan mengikutinya. Bahkan, bukan hanya saya saja melainkan ukhti-ukhti lain para pegiat fesyen muslim di seluruh dunia. Mungkin karena mempercayai ramalan ini tidak dianggap berdosa karena syirik, tapi justru mendapat pahala karena termasuk tholabul ‘ilmi. Apalagi kalau bukan ramalan tren fesyen alias fashion trend forecast. Biar nggak disangka syirik, kata ramalan biasa diganti prediksi.
Dalam meramal tren (apa pun itu), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, di antaranya kondisi politik, ekonomi, sosial, teknologi, arsitektur, bahkan perjalanan dan pariwisata. Dengan menggunakan data yang dimiliki, para penggawa di bidang fesyen kemudian menyusun ramalan mereka untuk tren busana di masa depan. Biasanya ramalan itu kemudian disebarluaskan secara masif melalui pagelaran-pagelaran fesyen besar akhir tahun agar terinternalisasi di alam bawah sadar konsumen—dan kemudian membelinya, tentu saja.
Setelah mengikuti beberapa forum fashion forecast itu, saya jadi semakin yakin kalau ramalan, sebagaimana sejarah, dibuat berdasarkan kepentingan penguasa. Ramalan tren busana ala Ria Miranda akan berbeda dengan Ivan Gunawan, misalnya. Begitu pula dengan ramalan tren busana desainer Allura dengan Etu. Nah sebagai produsen modest wear yang baik, saya akan bagikan ramalan masa depan busana muslim 2017 yang telah saya curi beli dengan mahal dari pintu langit para desainer itu.
1. Warna Bumi Multitafsir
Menurut ramalan banyak desainer atau lembaga peneliti fesyen, warna yang akan tren di tahun 2017 adalah warna-warna bumi (earth color) seperti warna tanah, air, udara. Meski begitu, jangan lantas mengira ketiganya hanya akan diwakili warna cokelat, biru, dan putih.
Mungkin kamu pernah protes pada sista olshop yang ribet banget ketika menjelaskan warna baju pesananmu. Kamu bilang, “Mbak, baju yang warna merah masih?” Lalu dia bertanya, “Merah yang mana kak? Merah marun, merah bata, merah hati, atau merah cabe?”
Masih mending ketika sista itu menjelaskan dengan istilah lokal. Akan lebih membingungkan buatmu ketika dia mulai menyebutkan nama-nama asing seperti fuschia, peach, scarlet, dan kawanannya. Dan kamu lantas menjawab, “Pokoknya yang merah, Mbak.”
Padahal “perpecahan” warna itu bukan tanpa dasar. Kami belajar dari warna-warna alam dan bagaimana manusia memiliki persepsi atasnya. Tanah, misalnya. Sebagai produsen busana, kami berusaha #merawatperbedaan dengan menampilkan ragam warna tanah apa adanya, karena tidak semua bisa diwakilkan dengan satu nama: cokelat. Tanah di Kaliurang yang subur tentu berwarna kehitaman karena humus, beda dengan tanah di Wonogiri yang kemerahan karena kering, atau di wilayah karst yang keputihan karena campuran kapur. Lantas, tanah manakah yang paling sejati? Apakah tanah Wonogiri lebih tanah dari Tawangmangu karena ialah yang lebih mewakili warna cokelat pensil warna sepuluh ribuan? Tentu tidak, kan.
Maka sebagaimana masa depan identitas umat Islam yang semakin penuh warna di 2017 nanti, warna-warna bumi dalam berpakaian pun akan memiliki banyak perbedaan representasi dan interpretasi. Jadi jangan langsung ambil pentung kalau menurutmu warna daun-daunan itu hijau, sementara dia menyebutnya biru dan orang Madura menyebutnya biru daun.
2. Hot Cotton
Sekalipun umat Islam akan semakin penuh warna di 2017, faktanya, tidak semua orang bisa woles menanggapi perbedaan itu. Akan ada lebih banyak perdebatan dunia maya yang mengeluarkan panas tubuh di tahun 2017. Maka untuk menghadapi itu semua, kita perlu pakaian yang nyaman agar lebih maksimal saat beraksi di depan layar yang panas.
Salah satu faktor kenyamanan terpenting sebuah busana adalah bahan dasar atau material pakaian itu. Oleh karenanya, cotton alias katun masih akan menjadi tren material yang paling banyak digunakan di tahun 2017. Sebagai bahan pembuatan pakaian dengan komposisi kapas paling banyak, katun memberikan sensasi adem bagi penggunanya. Setidaknya dengan pakaian berbahan katun tubuh kita bisa tetap adem ketika debat di medsos, yang lalu syukur-syukur bisa merangsang otak dan hati agar juga ikut adem.
3. Batik Kurma
Sebenarnya tren ini adalah oleh-oleh dari New York Fashion Week, yang mana corak bunga berukuran kecil menjadi ramalan tren 2017. Tetapi, tentu saja kita tahu kalau banyak umat Islam di Indonesia yang sangat menyukai arabic sense. Maka sebagai produsen busana muslim yang peka permintaan pasar, alih-alih memakai corak bunga tulip yang khas negara kafir penjajah, akan lebih syar’i jika menggunakan corak bernuansa timur tengah. Misalnya, bunga kurma atau buah kismis. Motif ini sangat potensial untuk dijadikan corak batik kontemporer karena selain bercita rasa syar’i, ada unsur cinta tanah air yang melengkapi.
4. Senjakala Baju Koko
Sebenarnya saya sedih ketika menuliskan poin ini, sebab akhir tahun ini saya baru saja mengeluarkan koleksi baju koko perdana kami. Tapi sebagai penulis yang objektif, saya tetap harus menyampaikan ramalan ini. Tahu sendiri, kan, salah satu materi debat tahun 2016 adalah perihal gelombang masuk para pekerja Tiongkok skala besar yang konon mengancam akidah bahkan ideologi negara. Dalam banyak broadcast yang saya terima, kabarnya orang-orang ini bermaksud merebut kekuasaan umat muslim di Indonesia. Kalau berita itu benar, bukan tidak mungkin para koko dan cici itu akan merebut kembali legitimasi baju “koko” milik mereka—yang selama ini “diambil alih” sebagai pakaian khas umat Islam. Jika sudah begitu, permintaan baju koko umat muslim tentu akan menurun drastis sebab menggunakannya berarti menyerupai orang China kafir. Padahal menyerupai suatu kaum akan dianggap menjadi bagiannya, hiiiy.
5. Fashionable Mukena
Jenis busana yang akan menjadi tren di tahun 2017 adalah baju multifungsi alias one piece for all looks. Di luar negeri, tren ini diterjemahkan melalui jumpsuit atau shirt yang bisa digunakan dalam casual look maupun dress look. Namun, sering kali muslimah di Indonesia belum bisa totalitas soal tren baju multifungsi ini, tepatnya ketika memasuki prayer look. Sudah heboh-heboh ber-HOTD-an ketika mau ke kampus, main ke mal, pengajian sosialita … eh, tapi harus membungkus diri pakai mukena ketika salat. Dari tampilan Dian Pelangi tiba-tiba berganti menjadi Surti. Perubahan tampilan yang begitu drastis inilah yang membuat banyak sista tidak pede untuk mengunggah pose #HOTD mereka ketika salat, padahal aktivitas ini justru paling penting.
Untuk mengatasi masalah itu sekaligus mengikuti ramalan tren 2017, fashionable mukena menjadi solusinya. Selain pas digunakan untuk prayer look, mukena ini juga bisa menjadi daily look dengan tetap bergaya. Dengan pilihan warna-warna bumi, bahan katun, dan corak batik kurma, fashionable mukena akan menjadi fashion item yang bisa mengangkat Indonesia ke mata dunia. Dengan begitu, bukan tidak mungkin cita-cita Indonesia menjadi kiblat fesyen muslim dunia di tahun 2020 bisa mengalami akselerasi.
Nah, itu tadi lima ramalan tren busana muslim 2017 yang telah saya telaah dari berbagai seminar, forum, dan penelitian. Tetapi, karena para Mojokers adalah pribadi-pribadi progresif yang menolak dogma termasuk pada fesyen, ramalan yang saya sampaikan ini belum final dan tidak mengikat apalagi memerlukan komitmen. Apalagi saya sangat paham, zaman sekarang mencari lelaki yang berani berkomitmen itu susah ….