Menerka Kekuatan Anies-Cak Imin: Elektabilitas Muhaimin Rendah, Tapi PKB ‘Jaminan’ Kemenangan

anies-cak imin mojok.co

Ilustrasi Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (Mojok.co)

MOJOK.CO – Sejak kabar Anies-Cak Imin menyeruak sebagai pasangan capres-cawapres , sejumlah pihak pun mulai berhitung: sejauh mana Cak Imin bisa mendongkrak suara Anies?

Elektabilitas Cak Imin dalam beberapa survei tak bagus-bagus amat; angkanya terlampau rendah. Sebagian pihak menganggap  ini jadi faktor mengapa Prabowo urung meminangnya sebagai cawapres.

Terlepas dari kondisi itu, nyatanya partai Cak Imin yakni PKB, adalah ‘jaminan menang’. Besarnya suara yang  PKB sumbang menjadi pendulang dukungan bagi koalisi yang mereka dukung.

Lantas, mampukah Cak Imin menjadi kunci kemenangan bagi Anies dalam memenangkan Pilpres 2024 nanti?

Elektabilitas Cak Imin cenderung sangat rendah

Dalam kapasitasnya sebagai cawapres, elektabilitas Cak Imin memang terkesan sangat rendah. Bahkan, jika kita membandingkannya dengan nama-nama lain seperti Erick Thohir, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, ataupun AHY, ia berada di posisi paling buncit.

Rata-rata lembaga survei, mulai dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Litbang Kompas, hingga Indikator Politik, mencatat elektabilitas Ketum PKB itu tak pernah sampai 1 persen. Dalam survei LSI, elektabilitasnya hanya 0,7 persen; Litbang Kompas 0,4 persen; dan Indikator Politik 0,8 persen.

Memang, berdasarkan survei terbaru PolMark Reserach Center (PRC) elektabilitas Cak Imin membaik di wilayah Jawa Timur. Angkanya berada di 11,5 persen, meninggalkan nama kondang lain seperti Khofifah Indar Parawansa (5,8 persen). Meski demikian, untuk skala nasional, keunggulan ini rasanya belum cukup.

Bahkan, Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut duet Anies-Cak Imin ini bisa menjadi “perjudian yang ngeri-ngeri sedap”.

“Kalau membaca data-data survei tentu duet Anies-Muhaimin Iskandar ini merupakan suatu perjudian yang ngeri-ngeri sedap gitu ya,” kata Adi.

“Alih-alih mencari cawapres yang elektabilitas tinggi justru yang dipilih itu adalah Cak Imin yang suaranya tidak muncul signifikan di survei,” sambungnya.

Tapi, PKB ‘jaminan’ kemenangan

Meskipun elektabilitas Cak Imin “tak terlalu ngangkat”, tapi ia punya kekuatan lain bernama PKB. Bagaimana tidak, dukungan suara PKB disebut-sebut sebagai jaminan kemenangan bagi partai yang berkoalisi dengan mereka tiap kali pemilu. Berdasarkan rekapitulasi hasil pemilu sejak 1999-2019, rata-rata perolehan suara PKB adalah 11,07 juta atau 9,05 persen.

Pada Pilpres 2004 putaran kedua, PKB mendukung pasangan capres-cawapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla. Saat itu, SBY-JK juga didukung oleh Demokrat, PKS, PAN, PBB, dan PKPI. SBY-JK berhasil memenangkan pilpres dengan perolehan suara mutlak 69.266.350 atau 60,62 persen.

Selanjutnya, pada Pilpres 2009, PKB kembali mendukung SBY yang berpasangan dengan Boediono. Selain PKB, duet SBY-Boediono juga didukung oleh Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Sekali lagi, SBY keluar sebagai pemenang dengan mengantongi 73.874.562 atau 60,8 persen suara.

Pada Pilpres 2014, PKB berada di kubu koalisi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Koalisi tersebut beranggotakan PDIP, PKB, NasDem, Hanura, dan PKPI. Alhasil, Jokowi-JK yang mendulang 70.9 juta suara atau 53,15 persen berhasil memenangkan kontestasi atas Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Sementara yang terakhir, PKB kembali merapatkan barisan ke koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 lalu. Selain PKB, pasangan ini juga didukung oleh PDIP, Partai Golkar, NasDem, PPP, Hanura, PKPI, Perindo, PBB, dan (PSI). Sekali lagi, Jokowi-Ma’ruf menang setelah mengantongi 85.6 juta  atau 55,50 persen suara.

Namun, perlu dicatat bahwa kekuatan suara partai belum tentu sejalan dengan suara pemilih pribadi. Sehingga, suara pemilih Cak Imin bisa lebih besar atau kecil dari partainya jika maju pilpres.

Suara NU adalah kunci

Jaminan menang koalisi yang didukung PKB ini tak lepas dari militansi pendukungnya yang mayoritas dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Adi Prayitno menyebut, PKB merupakan “anak kandung” NU. Oleh sebab itu, pemilih PKB adalah mereka yang terafiliasi dengan NU.

“Jadi, muara politik kaum Nahdliyin adalah PKB. Dan partai yang bisa mengonsolidasi dukungan kalangan NU adalah PKB,” kata Adi, mengutip Kompas, Jumat (1/9/2023).

Tak hanya itu, Adi menambahkan bahwa PKB merupakan partai politik Islam paling kuat saat ini. Basis konstituen terkuat PKB tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dua provinsi yang menjadi battle-ground.

“Suara NU yang ke PKB jadi kunci kemenangan,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Anies-Cak Imin: Demokrat Terkhianati hingga Dugaan Intervensi Jokowi

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version