MOJOK.CO – Di balik tampilannya yang elegan, Samsung Galaxy S22 Ultra punya daya tahan luar biasa. Dilindas mobil saja tetap tahan!
Setelah kehadirannya di Note Edge, Galaxy S20 FE, S21 FE, serta jajaran ponsel lipat, prosesor Qualcomm Snapdragon hadir secara resmi untuk pertama kalinya di Indonesia bersama ponsel Samsung Galaxy S non-FE, yaitu Samsung Galaxy S22 Ultra. Keluarga ini juga menjadi pemboyong pertama Snapdragon 8 Gen 1 pertama di Indonesia. Apakah layak dibeli?
Hal yang paling menarik di mata tentu saja Samsung Galaxy S22 Ultra. Kotak camera bump di bagian belakang dihilangkan dan S Pen sudah disertakan lengkap dengan slot untuk menyimpan. Tampilannya jadi sangat elegan. Udah kayak pebisnis startup atau content creator yang lagi pakai Galaxy Note.
Masih ada beberapa alasan lain yang membuat Samsung Galaxy S22 Ultra layak disebut sebagai “ponsel bisnis”. Pertama, layarnya menggunakan panel Dynamic AMOLED 2X dengan jangkauan rentang color gamut mencapai 100% DCI-P3 dan kecerahan maksimum 1750 nits. Ponsel ini juga terlindungi dengan Gorilla Glass Victus Plus dan bodinya secara keseluruhan sudah tersertifikasi IP68.
Ini membuatnya cocok untuk digunakan oleh para pebisnis yang sering mengontrol di lapangan dan terpapar teriknya sinar matahari, demikian pula mereka yang banyak berhubungan dengan desain dan membutuhkan akurasi warna mumpuni. Fitur vision booster bisa dipakai untuk mengatur tingkat kecerahan layar secara otomatis dan eye comfort shield melindungi mata dari paparan cahaya biru. Ini juga penting mengingat para pebisnis zaman sekarang banyak berhadapan dengan dokumen digital di layar 6.8 inci yang jelas terasa leganya.
Kedua, Samsung Galaxy S22 Ultra memakai baterai berkapasitas 5000mAh. Jangan dibandingkan dengan ponsel low-end dan midrange yang sudah menembus 7000mAh. Saingannya adalah sesama super flagship dari brand Android premium seperti Oppo, Vivo, dan OnePlus dengan kapasitas baterai juga berada di rentang 4500-5000 mAh. Pengecasannya juga sudah cukup kencang dengan daya 45W. Memang kalah dari flagship Oppo dan Xiaomi yang sudah menembus 60W, tetapi masih lebih baik dari Apple iPhone 13 Pro Max yang menurut GSMArena mentok di 27 W.
Ketiga, susunan kamera Samsung Galaxy S22 Ultra terbilang lengkap. Saya sering mengatakan bahwa kehadiran lensa telephoto itu penting. Namun, terkadang saya bingung dengan ponsel yang langsung memberikan perbesaran tinggi tanpa memberikan versi sedang atau sebaliknya.
Nah, Samsung Galaxy S22 Ultra menghadirkan lensa telephoto beresolusi 10MP dengan perbesaran masing-masing tiga dan 10 kali. Selebihnya, ada kamera ultrawide beresolusi 12MP dan kamera utama 108MP yang ujung-ujungnya juga memberikan hasil foto 12MP karena implementasi nona-binning. Oh iya, semua lensa kamera belakang ini sudah bisa menghasilkan video beresolusi 4K dengan frame rate 60fps dan khusus lensa utama bisa mencapai resolusi 8K dengan frame rate 24 fps.
Keempat, soal software update, lagi-lagi Samsung Galaxy S22 Ultra masih terdepan dibandingkan flagship Android non-Pixel lainnya. Manuver Xiaomi dan Vivo untuk menghadirkan tiga kali upgrade OS di ponsel flagship mereka membuat Samsung kini menaikkan kelas flagship supaya bisa menerima empat kali upgrade OS dan lima tahun patch keamanan.
Ini penting untuk para pebisnis yang pastinya kerepotan jika harus mengganti ponsel karena OS sudah jadul sehingga tidak kompatibel terhadap software tertentu dengan alasan tidak memenuhi standar keamanan. Ditambah lagi masih ada tambahan Samsung Knox, mantap deh.
Samsung Galaxy S22 Ultra cocok sekali buat gamers. Layarnya beresolusi QHD+ dengan refresh rate 120 Hz dan touch sampling 240 Hz. Kalau dibandingkan sama ponsel lain yang punya layar AMOLED, ponsel ini cuma kalah dari ASUS ROG Phone 5 (refresh rate 144 Hz dan touch sampling rate 300 Hz).
Nilai tambah bagi Samsung Galaxy S22 Ultra adalah built-nya yang tetap elegan bagi gamers. ROG Phone memang menawarkan tampilan yang garang. Namun, untuk daily driver, ia kehilangan sisi elegannya. Selain itu, untuk aktivitas sehari-hari, penggunaan baterai Samsung Galaxy S22 akan tetap terjaga karena refresh rate bakal disesuaikan secara dinamis sesuai keperluan dan bisa turun sampai 1 Hz. Performanya jelas tidak perlu diragukan lagi, Snapdragon 8 Gen 1 dengan RAM 12GB!
Bagi Anda yang menjajal peruntungan dengan membuat konten media sosial (misalnya saja TikTok) atau mungkin NFT (berusaha mengikuti jejak Ghozali Everyday) dari kamera selfie, S22 Ultra dipersenjatai satu lensa beresolusi 40MP yang mendukung autofokus dan perekaman videonya juga sudah mencapai 4K dengan frame rate 60fps.
Samsung Galaxy S22 Ultra dijual dalam tiga varian storage, yaitu 128GB seharga Rp18 juta, 256GB seharga Rp19 juta, dan 512GB seharga Rp21 juta.
Ada dua hal yang tidak bisa saya mengerti. Pertama, masih memasangkan RAM 12GB dengan storage 128GB di ponsel seharga hampir Rp20 juta yang sayangnya hadir tanpa slot MicroSD ini? Bayangkan, Galaxy M32 saya yang baru dipasangi aplikasi standar sehari-hari saja sudah mengonsumsi space sekitar 42GB. Untuk ponsel yang akan menerima update keamanan lima tahun, menurut saya pasnya minimal 256GB, deh.
Kedua, tidak adanya varian 1TB membuat ponsel yang di atas kertas sudah setara dengan iPhone 13 Pro Max ini jadi kurang terasa lengkap variannya. Meskipun memang penjualannya pasti tidak terlalu banyak, jangan remehkan uang crazy rich kita ini.
Jika saya disodorkan pilihan antara Samsung Galaxy S22 Ultra atau iPhone 13 Pro Max, saya memilih si S22 Ultra sih. Alasannya jelas, harganya lebih murah Rp2 juta (untuk varian 128GB), Rp4 juta (untuk varian 256GB), dan Rp6 juta (untuk varian 512GB). Penghematan ini sudah cukup untuk memboyong pulang adaptor 45W yang jelas tidak ada di paket penjualan alias harus menambah pengeluaran sebesar Rp500 ribu.
Bagaimana jika Samsung Galaxy S22 Ultra terlalu mahal? Samsung sudah menyiapkan S22 dan S22 Plus dengan desain yang sama seperti pendahulunya, alias membawa camera bump memanjang yang kurang saya sukai itu.
Jeroannya sama, tapi RAM dipotong menjadi 8GB. Lensa kamera belakangnya ada tiga, yaitu kamera utama beresolusi 50MP yang mengandalkan quad-binning, lensa ultrawide beresolusi 12MP, dan lensa telephoto beresolusi 10MP dengan tiga kali optical zoom, sedangkan lensa depannya hanya ada satu dengan resolusi 10MP. Resolusi layar mereka masih Full HD+ dan untuk S22 dia memiliki maksimum tingkat kecerahan yang lebih rendah di 1300 nits. Jangan berharap dimensi yang sangat compact, S22 dan S22+ mengusung ukuran layar masing-masing 6.1 inch dan 6.6 inch.
Nasib anak tiri Samsung Galaxy S22 sekali lagi terasa soal baterai dan pengecasan. S22 Plus masih mengusung kapasitas baterai di atas 4000mAh, tepatnya 4500mAh dan mendukung daya pengisian hingga 45W. Sedangkan S22 terbatas pada kapasitas baterai 3700mAh dan daya pengisiannya mentok 25W. Kalau begini, saya jadi ingat pada Huawei Nova 5T ya?
S22 dan S22 Plus dijual dalam dua varian storage. Varian 128GB dijual seharga Rp12 juta untuk S22 dan Rp15 juta untuk S22 Plus, sedangkan varian 256GB dijual seharga Rp13 juta untuk S22 dan Rp16 juta untuk S22 Plus. Mereka terlihat lebih menarik dibandingkan iPhone 13 yang masih mengusung kamera ganda dan refresh rate layar 60Hz itu, ditambah harga iPhone 13 yang sama seperti S22 Plus untuk varian 128GB dan lebih mahal Rp1.5 juta untuk varian 256GB.
Kemudian, apakah kita layak bersyukur atau justru sedih gagal mendapatkan Exynos 2200? Prosesor baru ini terdengar menarik dengan GPU-nya yang didesain oleh AMD dan menjadi GPU mobile perdana yang mendukung teknologi ray tracing.
Ya, kita semua tahu kalau AMD itu adalah salah satu raja kartu grafis untuk PC selain NVIDIA dan dipercaya di game console sekelas XBox One atau PS5. Sayangnya, informasi yang beredar saat ini menunjukkan bahwa keunggulan tersebut tidak terbawa dengan mulus ke performa dunia nyata dan menjadikan Exynos 2200 lebih unggul di titik tertentu serta lebih lemah di titik lainnya dari Snapdragon 8 Gen 1.
Daripada mendapatkan sesuatu yang tidak pasti, mending yang pasti-pasti saja kan untuk ponsel semahal Samsung Galaxy S22 Ultra? Nanti setelah GPU AMD bekerja lebih sempurna di prosesor Exynos berikutnya dan bisa unggul dari Snapdragon di segala titik, ya kita mau dong pulang kampung ke Exynos?
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah saya tertarik untuk menjadikan salah satu dari mereka bertiga sebagai ponsel ke-21 sepanjang hidup saya? Untuk S22 dan S22+ jelas tidak, dari desainnya pun saya kurang suka dan mereka berdua tidak dipersenjatai S-Pen.
Apalagi si S22 yang baterainya jelas di bawah 4000mAh itu, mending saya membeli S21 FE. Prosesornya boleh ketinggalan satu generasi dan masih dari keluarga Exynos, tetapi tetap saja kelas flagship dan sudah support jaringan 5G. Baterai S21 FE lebih besar dengan kapasitas 4500mAh alias setara S22+.
S21 FE juga akan mendapatkan empat kali OS upgrade dari Samsung dan menjadi satu-satunya keluarga S21 yang memiliki titik start versi Android setara keluarga S22, jadi ending-nya harusnya sama. Lebih rendahnya resolusi kamera, jenis kaca Gorilla Glass yang digunakan, resolusi video maksimal yang bisa dihasilkan oleh lensa utama (ya, S21 FE masih 4K), bagi saya tidak masalah dan harganya lebih murah pas Rp2 juta dari S22.
Sejujurnya saya ngiler dengan Samsung Galaxy S22 Ultra warna burgundy, tampil beda dari kebanyakan pengguna ponsel flagship yang pilihan warnanya berkisar antara hitam, putih, emas, atau silver. Samsung Galaxy S22 Ultra burgundy juga mengingatkan saya kepada Nokia 7100 Supernova warna pink yang pernah menjadi second phone selama kurang lebih dua tahun itu.
BACA JUGA Samsung Galaxy A50: Hape Terbaik yang Samsung Berikan di Level Menengah dan ulasan menarik lainnya di rubrik KONTER.
Penulis: Christian Evan Chandra
Editor: Yamadipati Seno