Penyesalan Saya Setelah Menggunakan MacBook Pro M1 dan iPhone 6s

Yang saya sesalkan, kenapa nggak dari dulu saya lakukan ini! Persis ketika saya pakai iPhone 6s dulu.

Penyesalan Saya Setelah Menggunakan MacBook Pro M1 dan iPhone 6s MOJOK.CO

Ilustrasi Penyesalan Saya Setelah Menggunakan MacBook Pro M1 dan iPhone 6s. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSebuah penyesalan memang muncul belakangan. Persis ketika saya “menyesal” memakai MacBook Pro M1 dan iPhone 6s. Sungguh!

Judul di atas bukan clickbait karena saya beneran menyesal. Setelah hampir 2,5 tahun memakai MacBook Pro 2018 versi touch bar, berpindah ke MacBook Pro M1 adalah keputusan yang saya sesali. Yang saya sesalkan, kenapa nggak dari dulu saya lakukan ini! Persis ketika saya pakai iPhone 6s dulu.

Soal laptop, seri yang saya pakai adalah MacBook Pro M1 2020. Kalau soal desain mah, MacBook ya ngono-ngono wae. Pilihan warna terbatas dan bentukannya stagnan seperti itu. Cuma, buat saya, warna tidak pernah jadi masalah. Sebab, yang paling utama adalah gaharnya chipset Apple M1 yang tersohor itu.

Produk Apple memang ringkih

Kalau soal ringkih, ya produk Apple jelas ringkih. Sudah tersohor itu. Kalau mau adu banting-bantingan sama produk Xiaomi, Apple pasti kalah. Ini saya punya contoh nyatanya dan barusan terjadi bulan lalu. HP Xiaomi saya yang Redmi 9T, secara nggak sengaja jatuh dari lantai dua rumah dan suaranya kayak suara orang dibanting ke lantai: mak prak! Tahu yang terjadi kemudian? Redmi 9T cuma lecet. Pecah sedikit saja nggak dan masih bisa dipakai secara nyaman sampai hari ini.

Bandingkan dengan iPhone 8 yang pernah saya punya tahun lalu. Hanya karena kesenggol sedikit dan jatuh dari atas meja makan, yang jaraknya cuma sekitar 20 sentimeter dari lantai, layarnya langsung pecah dan touch screen-nya rusak hahahaha! (Ketawa tapi nangis)

MacBook Pro M1 memang sempurna

Oke, balik ke MacBook Pro M1 ini. Seperti yang saya singgung di awal, chipset baru Apple M1 ini adalah pembuktian sesungguhnya bahwa perusahaan ini benar-benar top! 

Ketimbang betah memakai prosesor buatan Intel, demi implementasi ekosistem yang lebih mumpuni untuk hardware-nya, Apple M1 mampu menaikkan kemampuan laptop berkali-kali lipat lebih baik dalam aktivitas harian. Bahkan di kanal Tom’s Guide, kemampuan M1 memang sudah diakui secara data lebih unggul dari prosesor Intel lewat uji benchmark. Ini alasan pertama.

Yang kedua, MacBook Pro M1 bikin laptop lebih hemat energi karena dibekali empat core Icestorm yang bisa melakukan aktivitas harian dengan daya lebih sedikit. Ini krusial buat generasi WFA (Work from Anywhere) seperti saya yang terbiasa bekerja tak hanya di rumah, tapi juga di kafe. Soalnya tas saya nggak perlu ditambahkan beban harus bawa charger karena sekali isi penuh daya baterainya, saya bisa kerja nine to five dengan nyaman. Itu saja baterai kadang masih sisa 15%!

Yang ketiga dan ini kayaknya cocok sama saya banget karena termasuk orang yang malas membersihkan sela-sela keyboard. MacBook Pro M1 punya bentuk papan ketik yang bisa mengurangi masalah kemasukan debu. Sela-sela di antara tuts papan ketiknya bisa cukup krusial menahan debu mendominasi area tersebut. Ya seenggaknya kalau dibawa kerja ke luar rumah, pas laptop dibuka, nggak kayak buka peti Firaun gitu lho saking berdebunya itu keyboard.

Yang terakhir dan paling krusial adalah MacBook Pro M1 tidak memiliki kipas yang bersifat mekanis. Jadi, tidak akan ada suara bising dari putaran kipas yang seolah-olah laptop kita kayak mesin pesawat yang lagi dipanasin! 

Karena saya terbiasa buka banyak tab ketika bekerja sehari-hari, beberapa kali kipas laptop terdahulu mengeluarkan suara kencang. Sudah pasti laptop lawas itu bekerja terlalu keras. Saking kerasnya itu suara putaran kipas internalnya, saya sampai was-was itu laptop bisa terbang!

Baca halaman selanjutnya….

iPhone 6s kesayangan

Nah, laptop sudah, sekarang bergeser ke hape. Kalau di sini, sih, jagoan saya masih iPhone 6s. Hape yang saking awet dan nyamannya, saya beneran nggak tertarik sama sekali dengan iPhone generasi terbaru yang kameranya boba-boba itu.

Dari tampilan fisik, iPhone 6s ini sangat amat basic. Tipikal saya banget, yang kebetulan berasal dari kampung; sederhana, apa adanya, tapi tetap berkelas ahzeeek! Karena secara fisik, iPhone 6s kan memang apa adanya. Masih ada tombol Home, nggak punya poni di atasnya, dan tentu saja kameranya cuma satu biji wkwkwk! 

Tapi, di tahun 2023, dengan harga beli kisaran Rp1 jutaan saja, iPhone 6s masih lebih dari layak buat dipakai sebagai daily driver. Performanya itu oke banget.

Dari sisi kamera aja, kalau head to head sama Google Pixel yang sama-sama harga sejutaan, iPhone 6s masih unggul. Kameranya cukup minim noise dan kontras warnanya juga masih oke banget dengan harga segitu. Buat merekam video, kualitas video hasil rekaman iPhone 6s juga tergolong lumayan, kalau nggak boleh dibilang bagus, sih, kalau dibandingkan sama hape belasan juta.

Masih sangat layak dipakai

Buat ukuran hape yang lahir pada 2015, Apple iPhone 6s masih sangat worth it dipakai di 2023. Meski, ya secara gengsi akan kalah mentereng kalau ditenteng-tenteng buat jalan. Tapi persetan gengsi bosku, yang penting berkelas! Meski sudah ditinggalkan untuk upgrade ke iOS 16, tapi iOS 15 cukuplah buat bikin iPhone 6s saya kelihatan up to date dan smooth secara penggunaan sehari-hari.

Ketika iPhone 8 saya rusak, saya nggak berminat sama sekali meng-upgrade si 6s ini ke generasi yang lebih baru dan mahal. Dan kalau ada bujet lebih, alangkah baiknya jika itu diinvestasikan saja ke driver lain di produk Apple seperti iPad terbaru yang bisa bikin ekosistem Apple kamu makin meriah. Buat produk Apple mah, buat saya ya, yang penting fungsionalnya dan tentu saja, umurnya yang panjang!

Kalau urusan gengsi mah, asal kita pede-pede aja, semua nggak akan jadi masalah. Dengan MacBook Pro M1 di dalam tas, iPhone 6s di kantong celana, dan menenteng iPad 6th Gen di tangan, tiap kali berangkat kerja ke kafe atau luar rumah, saya masih merasa kayak mas-mas Silicon Valley yang fancy dan geek banget. 

Mungkin ketolong muka juga kali, ya? HEHEHE

BACA JUGA Saya Menyesal Setelah Pindah dari Android ke iOS dan pengalaman menarik lainnya di rubrik KONTER.

Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version