Seperti Cristiano Ronaldo, Elon Musk Itu Megalomania Sinting! RIP Twitter!

Yang dilakukan Elon Musk justru sebaliknya karena dia mengambil jalan memusuhi semua orang, termasuk mereka yang membangun Twitter hingga ada di titik ini.

Seperti Cristiano Ronaldo, Elon Musk Itu Megalomania Sinting! RIP Twitter!

Ilustrasi Seperti Cristiano Ronaldo, Elon Musk Itu Megalomania Sinting! RIP Twitter!

MOJOK.COElon Musk, pemilik Twitter, memang problematik, persis seperti Cristiano Ronaldo belakangan ini. Benar adanya kalau mereka berdua megalomania sinting!

Jagat maya heboh! Utamanya datang dari aplikasi pertubiran paling mantap: Twitter. Sejak resmi diakuisisi oleh Elon Musk, gonjang-ganjing media sosial berbasis microblogging ini jadi isu panas hampir tiap hari! Kalau nggak berita resign, ya pemecatan. Selain dua hal itu, biasanya ada juga berita kelakuan absurd pria narsistik dari Afrika Selatan yang kayaknya benar-benar percaya kalau dia itu beneran Tony Stark, deh.

Tapi, Twitter nggak akan mati, setidaknya tidak dalam tiga atau empat hari ke depan. Sebanyak 238 orang, yang diklaim beberapa media Amerika Serikat sebagai jumlah karyawan tersisa di kantor pusat Twitter, akan jadi angka yang sangat krusial. Elon Musk bilang, tentu saja melalui twit-nya, kalau the best person stays, tapi saya, sih, mau bilang, “Halah! Nggak percaya!”

Elon Musk memang gila

Permasalahan Elon Musk dan Twitter ini sejatinya bukan hanya perkara uang dan utang, tapi perkara absurditas karakter bos Tesla itu yang memang di luar nalar. Elon Musk kaya, itu fakta. Tapi Elon gila, itu fakta yang sejatinya susah dibuktikan secara empiris, tapi nyaris benar adanya. 

Mana ada coba orang yang sudi beli Twitter dengan niat awal sebagai jokes belaka? Perkara utama Twitter bukan perkara menghapus bot, seperti yang sering diocehkan Elon, tapi bagaimana dia bisa profit seperti layaknya produk media sosial lain.

Maka bisa dimaklumi, langkah awal yang dilakukan Elon Musk adalah ide konyol tapi masuk akal berupa biaya berlangganan dan pengajuan blue tick alias centang biru yang dipatok di harga $8 per bulan. Apakah ini masuk akal? Tentu saja. Tapi kalau ditanyakan apakah ini ide bagus? Ya jelas nggak!

Centang biru di media sosial, mustahil Elon Musk tidak paham hal ini, adalah perkara distribusi kuasa atau power. Verified di media sosial bikin kamu punya bargaining power. Akui saja, iya kan? 

Masalahnya, distribusi kuasa ini harus sangat strict karena kita semua tahu, beberapa orang memang tidak ditakdirkan punya kekuatan simply karena dia bodoh dan berbahaya. Apa coba kombinasi yang lebih mengerikan dari orang bodoh dan berbahaya yang punya kekuatan?

Sosok megalomania, mirip Cristiano Ronaldo

Permasalahan kedua, Elon Musk ini problematik, persis seperti Cristiano Ronaldo belakangan ini. Kalau bahas soal megalomania hingga sifat ke-aku-an, sulit buat nggak inget akan Cristiano Ronaldo. Wawancara bermasalahnya tentang Manchester United dan Erik ten Hag menyiratkan bahwa di balik usianya yang sudah 37 tahun, Cristiano Ronaldo ternyata bukan makin matang secara personal, tapi malah makin merasa bahwa dunia harus tentang aku, aku, dan aku.

Hal senada ada di Elon Musk. Beragam tuntutan dan desakan yang nggak masuk akal dia keluarkan kepada current employee di Twitter. Di TikTok, ada mantan karyawan Twitter yang cerita bahwa dia dipecat menggunakan sebuah meme yang dikirim melalui email. Di situasi berbeda, Elon memecat salah satu karyawan terbaik Twitter hanya karena kritikan yang kebetulan juga disampaikan melalui… Twitter.

Permasalahan ketiga, Elon Musk ini punya masalah sangat serius tentang respectful. Saya nggak tahu apakah semua orang kaya memang sama brengseknya kayak Elon Musk dan Cristiano Ronaldo. Tapi, tiap kali melihat pria ini tersenyum dan ngomong, saya selalu teringat hal-hal menyebalkan yang ingin sekali saya lupakan tapi muncul kembali hanya dengan melihat senyumnya.

Pengaruh buruk

Bahwa Elon Musk itu sosok influential, tentu saja iya dan sulit dibantah. Masalahnya, terkadang influential bukan hanya perkara pengaruh baik, tapi juga pengaruh buruk.

Elon adalah media darling, dia membawa banyak click and traffic. Tapi ingat, Twitter bukan perkara click and traffic karena perusahaan ini ternyata terus merugi tiap tahun dan justru menanggung beban utang selangit sejak dibeli Elon!

Lalu, apakah Twitter akan benar-benar tutup, bahkan bangkrut?

Bisa iya, bisa tidak. Saya juga merasa semua masih gelap. Benar, Twitter itu tidak pernah mendapat keuntungan yang signifikan. Adalah sebuah kebenaran bahwa orang bermain Twitter bukan untuk mencari uang, tapi mencari keributan, juga open BO. Mari jujur saja, jika disandingkan dengan Instagram, TikTok, hingga YouTube, ada berapa banyak agency hingga brand yang mau menganggarkan banyak budget untuk bikin campaign di Twitter?

Buat saya, Twitter sejatinya masuk dalam senjakala jauh sebelum Elon masuk dan makin terperosok menuju jurang ketika pria gila ini resmi jadi bos barunya. Saya suka salah satu utas yang saya baca di Twitter terkait senjakala Twitter ini. Dia bilang, kekuatan Twitter bukan di teknologinya, tapi di orang. Dan saya sepakat, 1000%.

Memusuhi kekuatan utama media sosial

Kekuatan utama media sosial, apa pun produknya, apa pun algoritmanya, adalah people. Atau juga disebut users dalam bahasa yang lebih metrics. Mustahil media sosial bisa sustain dalam waktu lama tanpa ada orang di dalamnya. 

Fitur boleh beragam, UI boleh dimodifikasi agar estetik, sistem monetisasi boleh diutak-atik sedemikian rupa, tapi at the end of the day, semua media sosial adalah tentang manusia. Dan yang dilakukan Elon Musk justru sebaliknya karena dia mengambil jalan memusuhi semua orang, termasuk mereka yang membangun Twitter hingga ada di titik ini.

Dasar sinting!

BACA JUGA Ini Bukan Tentang Twitter, Ini Tentang Muka Bantal Elon Musk! Dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version