Android Semakin Berkembang ketika iPhone Cuma Menang Awet Saja: Mari Menyudahi Debat Abadi yang Tidak Berguna Ini

Saya sudah berhenti menggunakan iOs sejak iPhone 13 Pro. Alasannya karena Apple masih saja menggunakan port lightning ketika semua device saya yang lain sudah pakai port USB-C. Daripada repot mending pakai Android saja.

Android Semakin Berkembang, iPhone Cuma Menang Awet Saja MOJOK.CO

Ilustrasi Android Semakin Berkembang, iPhone Cuma Menang Awet Saja. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.CODemi menyudahi debat abadi mana yang lebih baik, Android vs iPhone, saya menyusun analisis komprehensif berdasarkan pengalaman. Selamat membaca.

Selain persoalan bumi datar atau bulat, salah satu perdebatan paling abadi adalah mana yang lebih baik: Android atau iPhone? Padahal, sama seperti perdebatan lainnya, membandingkan dua hal ini sudah tak lagi relevan dan harusnya segera disudahi. 

Mendebat mana yang lebih baik antara dua jenis ponsel berbeda sistem operasi ini mungkin masih relevan jika kamu melakukannya 5 tahun yang lalu. Ketika kamu melakukannya di masa Samsung belum punya OneUI, dan pengalaman penggunaan serta konfigurasi antarmuka Android masih begitu-begitu saja. Namun kini, banyak inovasi justru lahir dari Android. Dan iPhone serta iOs, justru kian hari kian tidak menarik dan begitu-begitu saja. 

Inovasi, kunci Android berkembang pesat

Jika membandingkan keduanya sekarang, ketika Android sudah amat jauh berkembang, kamu akan menemukan sebuah fakta. Ketahuilah, bahwa di beberapa aspek, ponsel Android justru menang telak dari iPhone yang selalu dibanggakan itu. 

Misalnya, teknologi layar lipat yang dihadirkan beberapa merek ponsel Android, seperti Samsung misalnya. Ini adalah satu dari sekian hal yang belum mampu dilakukan Apple dan iPhone tatkala Suga BTS sudah hadir di peluncuran Galaxy Z Fold generasi ke-5. 

Inovasi, menjadi hal yang sangat. Aduh, gimana bilangnya ya. Sangat langka inovasi adalah pikiran yang muncul ketika melihat beberapa generasi iPhone terbaru. Kini, iPhone lebih sering menghadirkan gimmick yang nggak prinsipil dari sisi inovasi teknologi. Meski memang, tetap menarik minat bagi banyak penyukanya. 

Beberapa hal yang tidak prinsipil, misalnya, tidak ada pemindai sidik jari dalam layar dan tak ada upaya memutakhirkan kamera depan di dalam layar. Yang ada hanya menghadirkan ponsel dengan warna kuning yang di-branding dengan sebegitu rupa. 

Saya kira, satu-satunya inovasi terbaik Apple dalam beberapa tahun terakhir adalah kehadiran chipset Apple M1 yang hadir di Macbook dan iMac. SoC berbasis arsitektur ARM ini adalah sebuah langkah revolusioner Apple bagi dunia teknologi yang memberikan laptop kekuatan komputasi dahsyat, tapi sangat efisien. Namun, yang perlu diingat, inovasi ini hadir di Macbook ya, bukan iPhone.

Baca halaman selanjutnya: Kok iPhone malah mengekor Android? Sudah kalah terlalu telak?

iPhone malah mengekor Android

Di luar persoalan inovasi teknologi yang begitu-begitu saja, mendebat mana yang lebih lebih baik antara Android dan iPhone juga sudah tidak relevan. Apalagi di kala penyempurnaan antarmuka yang diberikan Samsung lewat OneUI. Serius, OneUI boleh diadu dengan iOs dalam urusan pengalaman penggunaan. Mungkin akan sedikit kalah dalam urusan efisiensi penggunaan data sistem. Namun, berdasarkan pengalaman saya menggunakan OneUI, teknologi ini sudah bisa mengimbangi kehebatan iOs.

Bahkan, kini, untuk urusan antarmuka, iPhone pada akhirnya mengikuti kemampuan Android. Khususnya dalam urusan konfigurasi tampilan seperti menghadirkan widget di layar utama. Langkah ini sudah dilakukan Android bahkan ketika Susilo Bambang Yudhoyono masih menjadi Presiden. 

Dulu, iPhone menjadi begitu superior karena beragam crash yang sering terjadi ketika ponsel Android digunakan secara berlebihan. Kini, mau multitasking banyak aplikasi di Galaxy S23 Ultra, tetap lancar jaya. Aplikasi game berat tidak akan mengulang kembali ke tampilan awal meski digunakan secara bergantian. Ini menjadi satu hal lagi yang tak lagi menjadi keunggulan iOs. 

iPhone mungkin tetap menjadi ponsel terbaik yang bisa kamu gunakan. Tapi jika kamu membandingkannya dengan Android di level harga yang berbeda. Karena iPhone jelas adalah ponsel premium. Jadi jika mau dibandingkan, maka bandingkanlah dengan ponsel flagship dari Android juga. Kalau yang dibandingkan adalah iPhone dengan Redmi, ya kalah telak. Namun, jika dibandingkan dengan Galaxy S23 Ultra seperti yang saya gunakan, boleh kita adu dulu.

Mengadu ponsel level flagship dari sisi kamera

Misalnya dari segi kamera, mungkin dulu iPhone begitu superior hingga nggak punya lawan. Namun kini, sudah ada Android dengan kemampuan kamera yang juga super bagus seperti Samsung, Huawei, dan Google Pixel. Bahkan, untuk Pixel, aplikasi Google untuk kamera yang sekarang hanya dikhususkan untuk punya Google saja, sudah dibuat mod-nya untuk ponsel android lain. 

Ada beberapa kondisi di mana kamera iPhone terlihat begitu cupu dibandingkan kamera ponsel Android yang saya gunakan itu. Tengah pekan kemarin, saat menghadiri konser Rimpang, saya melihat banyak orang menggunakan iPhone merekam Efek Rumah Kaca dengan zoom yang tentu saja pecah. Sementara ketika saya, yang berada di kerumunan belakang, merekam menggunakan S23 Ultra, kemampuan zoom 10x membuat saya bisa mendapatkan gambar Cholil dkk. dengan lebih jelas dan baik. 

Terjadi lagi ketika mengambil gambar (foto) dalam kondisi ruangan yang gelap. S23 Ultra saya bisa tampil dengan lebih superior dengan optimalisasi gambar yang lebih terlihat baik. Kalau pengguna iPhone mau membandingkan hasil foto kamera utamanya pun, hape saya tetap bisa diadu dan tetap bisa mengimbangi kemampuan kamera utama iPhone 14 series. Barulah jika dalam urusan merekam video dengan kamera utama, di keadaan terang dan tanpa zoom, iPhone tetap menjadi yang terbaik. Walau S23 ultra ya tidak kalah-kalah amat.

Kriteria chipset, siapa yang menang?

Di sisi performa, chipset besutan Apple memang boleh dibilang superior. Namun, perusahaan pembuat chipset seperti Qualcomm atau MediaTek juga telah menghadirkan prosesor yang superior. Bahkan irit daya, yang bisa disandingkan dengan kepunyaan Apple. 

Bahkan, misal harus menggunakan parameter berbasis skor AnTuTu Benchmark, berdasar pengujian iPhone 14 Pro Max hanya mendapatkan nilai 970 ribuan di AnTuTu versi 9. Sementara itu, Samsung Galaxy S23 Ultra mendapatkan skor 1,2 jutaan. 

Saya tidak bilang performa iPhone jelek. Hanya, jika membandingkan dengan ponsel Android dengan harga yang sama, boleh jadi yang kedua malah menang. Pun, ketika kamu membandingkan hape Android kelas menengah seperti Poco F5 atau Galaxy A54 dengan iPhone 11. Saya tetap memilih dua hape Android tersebut. Apalagi kalau dibandingkan dengan Poco F5 yang harga barunya Cuma Rp5 jutaan. Aduh itu sudah powerful banget.

iPhone hanya unggul di aspek keawetan barang

Saya kira, satu-satunya aspek yang iPhone masih jauh lebih unggul dari Android ada di sisi durabilitas atau keawetan barangnya. Bukti paling nyata, jelas penjualan iPhone bekas seperti iPhone XR atau iPhone 11 yang sekarang masih kenceng banget di toko macam PS Store. Bahkan saya punya beberapa teman yang masih menggunakan iPhone 7 atau 8 sebagai ponsel utama hingga sekarang. Walau ya, mereka udah mulai mengeluhkan performanya sih. 

Padahal ya, iPhone 11 saja rilis pada 2019. Ponsel Android yang rilis di tahun itu gimana kabarnya ya sekarang? Galaxy Note 9 yang dulu saya pakai saja sudah nggak ketahuan kabarnya. Bisa jadi masih ada yang menggunakannya, tapi ya performanya sudah turun jauh. Mungkin di sisi ini, Apple unggul telak.

Satu kabar baik dari Android, sejak tahun lalu, Samsung telah memberikan jaminan update OS hingga 4 tahun penggunaan dan 5 tahun security update. Tidak hanya untuk flagship mereka, tapi juga untuk ponsel menengah seperti Galaxy seri A. Hal baik itu juga kini diikuti Oppo yang memberikan dukungan sama, walau masih terbatas di ponsel flagship.  

Dukungan software update ini jadi alasan saya nggak menjual S22 Ultra yang saya pakai. Yah, walau sudah beli seri S23 Ultra karena pengin lihat performanya di tahun 2026 nanti. Meskipun, saya yakin untuk harga jual kembali, pasti bakal anjlok atau jatuh. Ya, hampir semua ponsel flagship harja jualnya anjlok, termasuk iPhone. Namun, ketahanan Apple membuat harganya lebih stabil dan nggak anjlok-anjlok banget di tahun ke-3 atau ke-4 setelah mereka rilis.

Preferensi menentukan prestasi 

Terakhir nih, buat kalian yang masih suka berdebat, memilih hape itu memiliki preferensinya masing-masing. Buat sebagian orang, kelebihan ponsel Redmi atau Xiaomi yang price to performance-nya bagus itu menjadi pertimbangan utama bagi mereka untuk membeli hape Poco. Apalagi, MiUI memberikan keleluasaan bagi penggunanya untuk menggandakan aplikasi andalan mereka.  

Misalnya, saya selalu menggunakan 2 sampai 3 ponsel untuk pekerjaan sehari-hari. Dan setidaknya, selalu ada 1 hape berbasis MiUI seperti Poco F5 yang saya gunakan saat ini. 

Di Poco F5, saya bisa menggunakan setidaknya 4 nomor WhatsApp, 2 BCA Mobile untuk 2 rekening dengan atas nama berbeda, 3 aplikasi Instagram untuk mengelola 30 akun, 2 aplikasi TikTok, 2 aplikasi Tokopedia Aeller, serta masih banyak lainnya. Ini adalah satu hal yang nggak mungkin bisa kamu lakukan dengan iPhone. Mau semahal apapun harganya ya tetap nggak bisa. 

Lalu, Samsung juga selalu menjadi satu hape yang saya miliki setidaknya sejak 2018. Mulai dari Galaxy S9, Galaxy Note 9, Note 10, S20, S21 Plus, S22 Ultra, dan kini S23 Ultra. Kenyamanan penggunaan, terutama setelah kehadiran One UI, menjadi alasan utama saya masih setia menggunakan perangkat Samsung termasuk wearable device-nya. Bahkan untuk urusan tablet, saya menggunakan produk Samsung sejak Galaxy Tab S4, Tab S6, Tab S7+, dan kini masih menggunakan Tab S8+. Mungkin, saya mau ganti juga ke Tab S9+. 

Apalagi, kini saya menggunakan laptop ROG M16 yang berbasis Windows sebagai alat kerja utama. Menghubungkan laptop ROG dengan S23 Ultra dan Tab S8+ tentu menjadi lebih mudah ketimbang jika saya menggunakan iPhone. Apalagi kini sudah ada nearby share untuk transfer data mudah ala airdrop dan link to Windows yang membuatmu bisa mengoperasikan ponsel lewat laptop. Jadi ya sudah seenak itu menggunakan Android dan Windows.

Alasan saya berhenti menggunakan produk Apple

Lagipula, saya sudah berhenti menggunakan iOs sejak iPhone 13 Pro. Alasannya karena Apple masih saja menggunakan port lightning ketika semua device saya yang lain sudah pakai port USB-C. Daripada repot pakai banyak kabel, ya mending nggak usah pake iPhone sampai mereka menggunakan USB-C, lah. 

Dulu, setiap bulan saya selalu ganti ponsel. Kebiasaan ini berjalan sampai 3 tahun dan membuat saya paham bahwa setiap ponsel memiliki nilainya tersendiri. Karena itu, pilihan mana yang layak dibeli tentu perlu disesuaikan dengan preferensi masing-masing. 

Dan yang paling penting, beli ponsel sesuai kebutuhanmu. Jika memang cuma buat WhatsApp, medsos, dan nonton Netflix, ponsel Android 3 jutaan atau ya iPhone second jadul sudah cukup. Kalau untuk produktivitas, misal buat konten atau kerja media sosial, boleh beli yang lebih mahal. Jangan sampai kamu beli hape mahal, tapi ujungnya nggak ada produktivitas yang dihasilkan. Kan, sayang uangnya. 

Kalau memang kamu itu “sultan” dan punya uang, ya nggak masalah membeli iPhone 14 Pro Max buma buat sekadar punya. Atau kamu mau beli Galaxy Z Fold 5 cuma buat pamer hape lipat ya nggak masalah. Selama itu tidak membebani finansialmu, orang sugih mah bebas.

Penulis: Aditia Purnomo

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Saya Menyesal Setelah Pindah dari Android ke iOS dan pengalaman menarik lainnya di rubrik KONTER.

Exit mobile version