Bedanya Dia dan Ia: Kenapa Bilang “Aku Cinta Dia”, Bukan “Aku Cinta Ia”?

MOJOK.CO – Apa, sih, perbedaan sesungguhnya pada kata ganti orang ketiga, yaitu dia dan ia? Benarkah mereka selalu bisa saling menggantikan?

Sekitar tahun 2016, musisi Anji merilis lagu baru yang dengan cepat menjadi populer di kalangan penggemar—lagu berjudul Dia. Secara konsisten, dalam liriknya, Anji menuliskan dia sebagai sosok utama yang disorot dalam lagi ini, seperti pada kalimat: ‘O, Tuhan, kucinta dia, kusayang dia, rindu dia, inginkan dia’.

Baiklah, sebelum kita semua baper, mending dilanjutin dulu, ya, bahasannya, mylov~

Dari lirik tadi, bisa kita amati satu hal mencolok: Anji hanya menggunakan kata ganti dia dan tidak pernah memakai kata ganti ia, meski keduanya sama-sama dipakai sebagai kata ganti orang ketiga tunggal. Lantas, apa bedanya dia dan ia?

Pada sejarahnya, beberapa bahasawan pernah menyarankan perbedaan kata dia dan ia berdasarkan gender. Artinya, kata ia dipakai untuk laki-laki, sedangkan dia untuk perempuan—sekilas mengingatkan kita pada pemakaian kata he dan she dalam bahasa Inggris. Sayangnya, usul ini tak langsung diterima masyarakat luas.

Praktiknya, kata dia dan ia tetap bisa digunakan bergantian sebagai subjek. Namun, kedua kata ini memiliki sedikit perbedaan yang bisa kita gali dari guru kita semua: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Menurut KBBI, inilah arti kedua kata ganti tersebut:

dia:

persona tunggal yang dibicarakan, di luar pembicara dan kawan bicara; ia

ia:

1. orang yang dibicarakan, tidak termasuk pembicara dan kawan bicara; dia

2. benda yang dibicarakan

Nah, nah, nah, terlihat bedanya, kan, gaes-gaesku??? Ternyata, kata ia dimaknai juga dengan keterangan “benda yang dibicarakan”.

(((BENDA)))

Jadi, kira-kira beginilah alasan Anji menggunakan kata ganti dia, alih-alih ia:

1. kata ia memiliki makna yang lebih luas, yaitu dapat digunakan untuk merujuk pada manusia maupun nonmanusia (benda atau hewan), sedangkan kata dia tidak (hanya dipakai untuk merujuk pada manusia saja)

2. kata ia ternyata tidak dapat dijadikan objek atau diletakkan di sebelah kanan yang diterangkan. Jika dipaksakan, bentuk kalimatnya tidak berterima dalam ragam bahasa baku, misalnya: ‘O, Tuhan, kucinta ia, kusayang ia, rindu ia, inginkan ia’.

Mengingat fungsinya yang bisa digunakan untuk merujuk nonmanusia, kata ia bisa dipakai dengan cara yang mirip dengan it dalam bahasa Inggris, yaitu sebagai kata yang merujuk kata tunggal lainnya (bukan manusia) yang telah dinyatakan sebelumnya (biasa ditemui dalam tulisan ilmiah).

Contohnya gini, mylov:

Asam sorbat adalah sebuah senyawa organik yang digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Berupa bentuk padatan tak berwarna, ia memiliki kemampuan untuk menyublim dengan cepat.

Yah, dari uraian di atas soal bedanya dia dan ia, setidaknya kita bisa mengambil sebuah simpulan penting: sesuatu yang tampaknya sama, ternyata tak melulu selalu sama. Artinya, kalau kita dengar ungkapan “Semua cowok sama aja!” atau “Semua cewek sama aja!”, ya kita nggak perlulah menjawabnya dengan, “Di situlah saya merasa mirip dengan Iko Uwais (atau Dian Sastro).”

Hadeeeeeh, nggak mashooook blas!

Exit mobile version