Alasan di Balik Pengusiran Biksu Mulyanto dari Desanya Sendiri di Tangerang

[MOJOK.CO] “Biksu dari Tangerang bernama Mulyanto Nurhalim diusir karena warga takut jadi murtad.”

Sabtu, 10 Februari 2018, sebuah video tersebar luas di dunia maya menampilkan seorang biksu yang membaca sebuah surat perjanjian di hadapan warga yang mayoritas mengenakan peci. Bukan surat perjanjian biasa, isi surat ini cukup menyita perhatian para penontonnya.

Melalui akun Facebook Niluh Djelantik, video ini dibagikan pula dalam cuitan akun Twitter @MProjo2019.

Transkrip audio dari video tersebut adalah,

“… sembilan belas tujuh lima. Alamat, Kebon Baru, RT 01 RW 01, Kecamatan Legok, Tangerang, Banten. Pekerjaan, pemuka agama. Pada hari ini, tanggal 4 Februari 2018, (di) tempat: Babat, Desa Babat, RT 01 RW 001, menyatakan untuk meninggalkan Kampung Babat, Desa Babat, Kecamatan Legok, dalam kurun waktu 1 minggu, dari tanggal 4 Februari 2018 sampai hari Sabtu, tanggal 10 Februari 2018. Dan saya pun berjanji untuk tidak melakukan ritual atau ibadah dan melakukan kegiatan yang bersifat melibatkan warga umat Buddha yang menimbulkan keresahan warga Desa Babat. Apabila di kemudian hari saya melanggar surat pernyataan ini, maka saya bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku. Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan tidak ada tekanan dari pihak manapun dan dalam keadaan sehat jasmani rohani. Yang menyatakan, Mulyanto Nurhalim. Gitu ya, Pak?

“Tanda tangan dulu, tanda tangan dulu (suara dari arah depan kamera).”

Adalah Mulyanto Nurhalim, seorang biksu yang menjadi sosok sorotan dalam video. Meski Indonesia telah mengakui secara resmi 6 agama, termasuk Buddha, Biksu Mulyanto harus menerima kenyataan bahwa dirinya mesti membuat surat pernyataan yang menegaskan bahwa ia tidak akan lagi melakukan kegiatan ibadah keagamaannya di desanya sendiri.

Cerita bermula dari adanya rencana kebaktian umat Buddha dengan melakukan tebar ikan di Kampung Kebon Baru, Desa Babat, yang disambut penolakan oleh warga. Tak hanya itu, Biksu Mulyanto sendiri tidak diterima warga karena dianggap akan mengajak para warga untuk memeluk agama Buddha. Maka, ia pun sempat diminta angkat kaki.

Perlu diketahui, Mulyanto Nurhalim adalah warga asli Desa Babat yang telah memiliki KTP resmi dan sesungguhnya berhak tinggal di Desa Babat tadi.

Berangkat dari penolakan-penolakan tadi, keresahan warga semakin berkembang. Puncaknya, hari Rabu (7/2/2018), sebuah pertemuan antartokoh agama pun dilakukan, bersama dengan Kapolsek Legok, Camat Legok, dan Kepala Desa Babat.

Dalam pertemuan, warga menyebutkan bahwa mereka mencurigai penggunaan rumah Biksu Mulyanto sebagai tempat ibadah, bukan rumah tinggal, karena adanya umat Buddha yang datang ke rumah Biksu Mulyanto. Namun ternyata, kedatangan mereka hanya bertujuan memberi makan biksu, bukan beribadah.

Dengan demikian, kasus ini kabarnya telah diselesaikan secara kekeluargaan karena merupakan sebuah kesalahpahaman.

Pada akhirnya, mereka meminta Biksu Mulyanto untuk tidak memasang ornamen kegiatan ibadah umat Buddha yang tampak mencolok karena menimbulkan kecurigaan warga, contohnya patung.

Yha, you read it right: tidak boleh memasang ornamen ibadah agama Buddha yang mencolok (?) dan harus disingkarkan ke dalam rumah. Nga boleh keliatan warga pokoknya mah~

Pada pemberitaan yang sesungguhnya mengiris-iris hati, video ini mendapat sekian banyak tanggapan dari netizen. Kebanyakan dari mereka menyayangkan aksi persekusi yang dilakukan warga kepada Biksu Mulyanto.

@jokoanwar:

Saya sudah tidak mampu berkata-kata. Ini bukan Indonesia yang saya kenal. Marah, sedih. Apakah sudah pantas putus asa?

@ASapardan:

Gak ada paksaan gimana. Persekusi, pastilah kalian memaksanya. Pak Polisi segera tangkap semua orang” koplax ini. Usut tuntas.

@msmoody99:

Terkoyak hati melihat ini. Seginikah susahnya utk jadi minoritas di negara yg katanya berlandaskan Pancasila dan UUD, yg Katanya negara yg punya banyak keberagaman tp tetap satu, beribadah saja sulit. Giliran minoritas salah dikit lgsg dipenjara :'(

@natanbudiman:

Indonesia ini cuma punya satu agama saja ya?

@EtsasBrema:

Kita semua warga negara berhak atas kesempatan utk beribadah dan dilindungi oleh undang-undang untuk melakukannya, sedih sekali melihat yg satu ini. Inikah Tirani Mayoritas?

@Yessyumma:

Gimana sama pengajian rutin RT RW nya ibuk2 coba. Bergiliran rumah tiap bulan. Keyakinan pribadi segala pake diatur2.

Sedihkah kamu membaca kabar ini? Yha, sama.

Ternyata, yang berat itu bukan rindu, seperti kata Dilan.

Sungguh, bagi beberapa orang, yang berat itu toleransi.

Exit mobile version