MOJOK.CO – Kasus kematian gajah yang sedang bunting (hamil) di wilayah Bengkalis, Riau, akhirnya terungkap. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan gajah terbut mati karena racun.
Keterangan ini disampaikan oleh Kepala BBKSDA Riau Genman S. Hasibuan di Pekanbaru, Rabu (24/8/2022). Ia mengemukakan bahwa racun yang menyebabkan kematian gajah itu diduga berasal dari buah nanas. Gajah yang mati diperkirakan berusia 25 tahun dan sedang hamil. Kini, penanganan kasus kematian gajah tersebut telah diserahkan kepada pihak kepolisian.
Genman menjelaskan bahwa Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Sumber Daya Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia bersama tim BBKSDA Riau, Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah III Pekanbaru, Kepolisian Sektor Pinggir, dan perwakilan PT Arara Abadi sudah meninjau lokasi kematian gajah itu pada 23 Juli 2022.
Bangkai gajah bunting ditemukan di area konsesi PT Arara Abadi di Desa Koto Pait Beringin, Kecamatan Talang Muandau, Kabupaten Bengkalis. Dalam kunjungan tersebut, semua sepakat untuk mendukung upaya terintegrasi untuk melindungi populasi gajah Sumatera.
“Perlu membangun pola komunikasi yang terintegrasi antara pemangku kepentingan. Selain itu juga perlu pendataan kondisi pada areal ruang gerak gajah atau kantong, sehingga bisa dipetakan semua permasalahan yang ditemukan,” kata Genman.
“Selain itu, perlu internalisasi terhadap langkah langkah yang akan dilakukan, terutama dalam mitigasi konflik,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Sektor Pinggir Bengkalis Kompol Maitertika mengatakan bahwa sebelumnya seorang pekerja menemukan bangkai gajah bunting itu dalam keadaan tubuh sudah berbau busuk dan mulut mengeluarkan darah pada 24 Mei 2022.
Lahan habitat gajah terus berkurang
Kematian tragis gajah bunting di Bengkalis semakin menambah kekhawatiran imbas habitat gajah yang semakin berkurang. Data lembaga riset bentukan China dalam jurnal akademik Science Bulletin menyebutkan bahwa kawasan hutan yang menjadi habitat gajah di Asia berkurang 67.635 kilometer selama periode 2001-2018.
Lembaga riset tersebut memaparkan bahwa 73,7 persen area hutan, atau sekitar 50.000 kilometer persegi, yang menyusut terjadi di 19 wilayah jelajah gajah Asia. Meskipun 13 negara di Asia yang memiliki habitat gajah telah memformulasikan program perlindungan dan restorasi dalam beberapa dekade yang lalu, namun penyusutan habitat gajah tidak mampu dihentikan.
China disebut kehilangan hutan habitat gajah sekitar 285 kilometer persegi atau sekitar 0,4 persen dari total kehilangan habitat gajah Asia. Semenanjung Indochina kehilangan 36.025 kilometer persegi (53,3 persen) dan Kepulauan Malaya, termasuk Indonesia, 22.724 kilometer persegi (33,6 persen). Sekitar 12,7 persen sisanya terjadi di subbenua India, meliputi negara-negara di Asia Selatan.
Luo Lei, penulis utama dalam jurnal tersebut mengungkap faktor pemicu hilangnya hutan habitat gajah di Asia. Menurutnya, 87 persen hutan habitat gajah yang menyusut tersebut merupakan dampak langsung dari kegiatan penebangan hutan dan deforestrasi untuk keperluan perluasan lahan pertanian dan perkebunan.
Sementara, sekitar 13 persen sisanya, disebabkan oleh fragmentasi untuk keperluan pertambangan, permukiman warga, dan pembangunan infrastruktur seperti waduk, dam, jalan, rel kereta api, dan jaringan pasokan energi.
Sumber: Antara
Editor: Purnawan Setyo Adi