Terjerat di ‘Zona Teman’ Jogja: Kisah Cinta, Gemini, dan Dating Apps

zona teman mojok.co

Ilustrasi uneg-uneg (Mojok.co)

Sudah diketahui sejak zaman dahulu kala bahwa Jogja adalah kota yang kerap menjadi bagian dari kisah cinta banyak orang. Lagu-lagu romantis pun sering mengisahkan indahnya cinta di Jogja. Tapi, jangan biarkan pesona itu menutup mata terhadap kenyataan pahit yang sering kali tersembunyi di balik panggung romantis. Inilah kisahku, penuh dengan pertanyaan retorikal, satir, dan rahasia tak terungkap di “Zona Teman” Jogja.

Semuanya berawal ketika aku bertemu dengan sosok gemini yang menggoda hatiku sejak pandangan pertama. Entah apakah itu pertanda baik atau justru bencana? Kedua belah pihak merasakan chemistry yang kuat, namun entah mengapa kami tetap berdiam di balik pagar kehampaan. Apakah ini permainan takdir yang mengusik perasaan kami? Apakah dia juga merasakan getaran yang sama dengan yang kurasakan?

Terjebak di “zona teman”

Aku menemukan diriku berada di situasi yang rumit, bagai labirin tanpa jalan keluar. Apakah ini memang takdirku untuk terjebak di “Zona Teman” Jogja? Entahlah, semakin ku menggali, semakin kusadari bahwa mungkin inilah takdir dari setiap romansa yang tak kunjung jelas arahnya. Seperti apa yang dikatakan para penyair, “ada cinta tanpa kepastian, dan ada pertemanan tanpa batas.”

Namun, semakin lama, semakin jelas bagiku bahwa Jogja adalah kota yang cenderung “HTS” (Hubungan Tanpa Status). Bukan hanya kisahku yang serupa, banyak yang berada di situasi yang sama, di “Friendzone” Jogja yang tak terelakkan. Apakah Jogja memang lebih suka bermain-main dengan perasaan, menyimpan rahasia yang tak terungkap di balik senyum manisnya?

Di tengah kebingunganku, aku juga tak luput dari candaan teman-temanku. Mereka terhibur dengan usahaku yang sia-sia, seolah menjadi bahan lelucon karena aku terlihat “begitu dekat tapi begitu jauh.” Tapi, tahukah mereka betapa sulitnya berjalan di “Zona Teman” Jogja yang penuh kebimbangan? Apakah mereka juga menyimpan cerita serupa yang tak pernah terucap?

Tak hanya itu, Jogja juga tak luput dari pengaruh zaman modern yang kian menggila, yaitu dating apps. Semua serba cepat dan mudah, namun mengapa aku merasa kesulitan untuk menemukan arti sejati di tengah gemerlap dunia digital ini? Di antara kesibukan swipe kanan dan kiri, apakah dia akan pernah mengenaliku lebih dari sekadar profil yang tampil di layar ponselnya?

Mencoba cari jalan keluar

Aku bertanya-tanya, apakah di Sleman ini semua orang sudah memiliki PhD dalam “Zona Teman”? Sepertinya aku terjerat dalam permainan catur tanpa akhir di antara pertemanan dan romansa. Mungkin di sini, “Friendzone” bukan hanya status, tapi juga gelar kehormatan bagi para penduduknya. Bahkan burung hantu di sini harus bertanya-tanya, apakah mereka juga terjerat di “Zona Teman” saat mengobrol di pohon-pohon yang bercanda.

Kadang-kadang aku merasa seperti seekor kucing yang terperangkap dalam perangkap tikus kejam di Sleman. Setiap usaha mencari jalan keluar berakhir dengan tawa canda teman-teman yang menyaksikanku terpaku dalam zona yang tak menentu. Mungkin mereka menilai aku sebagai guru besar dalam “Zona Teman” yang hebat, tapi dalam hatiku, aku hanya ingin keluar dari labirin tanpa akhir ini.

Di tengah kekonyolan situasi ini, aku bertanya-tanya, apakah ada obat mujarab untuk keluar dari “Zona Teman”? Mungkin di Sleman, ada tempat khusus yang hanya dapat dijangkau oleh para penyihir cinta yang penuh trik. Atau mungkin aku harus mencari petunjuk di peta kota yang penuh tanda tanya dan metafora cinta yang rumit ini.

Panggih Suseno,
Babadan baru, Condong Catur, Depok, Sleman, DIY,
panggih.suseno@students.amikom.ac.id

BACA JUGA Dear Pemilik Mobil di Jalan Jawa Kota Pasuruan yang Nggak Punya Garasi dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG.

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini

 

Exit mobile version