MOJOK.CO – Keraton Yogyakarta enggan melepas status hak kepemilikan atas lahan Sultan Ground atau lahan milik kerajaan tersebut yang terdampak proyek jalan tol.
Hal itu disampaikan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi selaku Penghageng Tepas Panitikismo atau kepala lembaga Keraton Yogyakarta yang mengurusi Sultan Ground (SG), kepada jurnalis di kompleks Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (14/4).
Mangkubumi menyatakan belum mengetahui secara detail jumlah dan luasan SG yang terdampak proyek jalan tol. “Satu sisi kita belum tahu jumlahnya berapa banyak, tapi yang utama kami tidak mau ada pelepasan,” kata dia.
Kendati enggan melepaskan, pihak Keraton Yogyakarta tak akan memungut biaya untuk hak pakai atas lahan tersebut. “Gratis ya oleh kok,” ujar putri sulung Sultan Hamengku Buwono X, raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY.
Ketiadaan biaya sewa tersebut berbeda dengan mekanisme penggunaan SG selama ini di mana warga harus mengurus surat izin alias kekancingan ke Panitikismo. Dari izin ini, pihak pengguna akan dikenai biaya tertentu sesuai jangka waktu penggunaan SG.
“Sistemnya hak pakai dengan tidak menyewa. Yang penting tanah kami tidak hilang,” ujar Mangkubumi, menegaskan.
Menurutnya, pihak Keraton Yogyakarta belum tahu soal jumlah titik lokasi dan luasan SG terdampak tol karena tahapan prosesnya belum usai. Yang jelas, kata dia, semua proyek tol di DIY mengenai sejumlah lahan SG.
“Titiknya belum tahu, seberapa luas. Karena masih ada tahap pembebasan—ada yang belum. Ya dipakai aja. Asal tanahnya enggak hilang,” kata dia.
Mengkubumi menyatakan sistem hak pakai atas SG itu telah menjadi prinsip Keraton Yogyakarta. “Monggo. (kami) Mau sistem seperti itu. Kalau enggak, kita enggak perlu jalan tol,” katanya.
Menurutnya, pihak Keraton telah berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selaku pelaksana proyek tol. “Kami sudah menyampaikan itu. Kami tidak mau tanah kami hilang,” tandasnya.
Hingga akhir 2020, data Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, menunjukkan sebanyak 7.214 bidang SG dan 262 Paku Alam Ground (PAG) telah tersertifikasi. Total jumlah luasannya mencapai 170 hektar. Di luar itu, lahan SG tengah terus dalam proses pendataan untuk disertifikasi.
Proyek jalan tol terbesar di DIY saat ini yang dipastikan bakal berdampak pada SG adalah jalan tol Yogyakarta-Bawen. Peletakan batu pertama (groundbreaking) digelar di Kalurahan Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Sleman, Rabu (30/3) lalu.
Jalan tol Yogyakarta-Bawen memiliki panjang 75,82 kilometer. Dari keseluruhan, 67,5 kilometer berada di wilayah Jawa Tengah dan sisanya 8,77 kilometer di DIY. Periode konsesi tol ini 40 tahun dengan nilai investasi Rp14,26 triliun.
Direktur Utama PT Jasamarga Jogja Bawen (JJB), Oemi Vierta Moerdika, saat groundbreaking menjelaskan, tol ini dibagi enam seksi. “Proses konstruksi akan dimulai di Seksi 1 Yogyakarta-Banyurejo yang ditargetkan rampung pada kuartal IV tahun 2023 dan mulai beroperasi pada awal 2024,” katanya.
Saat ini pembebasan lahan yang nyaris rampung baru untuk seksi 1, yakni ruas Yogyakarta-Banyurejo, sepanjang 8,25 kilometer. Progres pembebasan lahan untuk keseluruhan seksi baru mencapai 10,45 persen.
Adapun ruas lain meliputi seksi 2 banyurejo – Borobudur, seksi 3 Borobudur –Magelang, seksi 4 Magelang- Temanggung, seksi 5 Temanggung – Ambarawa dan seksi 6 Ambarawa – Bawen. Di DIY, tol ini akan terhubung dengan tol lain yakni tol Solo- Yogyakarta dan tol ke arah Yogyakarta International Airport (YIA). Titik pertemuannya berada di Junction Sleman.
“Jika tol ini beroperasi penuh, perjalanan dari Semarang menuju Yogyakarta atau sebaliknya akan menjadi lebih cepat, dari sebelumnya 3 jam menjadi hanya 1,5 jam,” ujarnya.
Reporter: Arif Hernawan
Editor: Purnawan Setyo Adi