MOJOK.CO – Masalah sampah di DIY belum juga usai. Meski sudah ada TPST Tamanmartani di Sleman, tapi sampah-sampah masih saja berserakan di sejumlah wilayah.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X sudah memberikan izin pemanfaatan sejumlah Tanah Kas Desa (TKD) untuk pengolahan sampah sejak dua tahun terakhir. Namun kabupaten/kota belum juga melakukan pengolahan sampah secara mandiri.
“Kami sudah memberikan izin tanah desa untuk membuang sampah tapi tidak digawe (dibuat-red). Sudah dua tahun yang lalu [izinnya]. Baru empat bulan yang lalu (saat diperingati TPST Piyungan penuh) begitu kami kasih surat tak tutup [TPSTt Piyungan] grobyakan [kebingungan-red],” papar Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (31/07/2023).
Harus urus mandiri
Sultan meminta kabupaten/kota untuk mengurangi produksi sampah di level hulu sesegera mungkin. Bantul dan Sleman pun harus mengelola sampah secara mandiri.
Apalagi berdasarkan regulasi, pemerintah kabupaten/kota memiliki tugas di wilayahnya dalam menangani sampah. Provinsi hanya memfasilitasi.
“Mereka [kabupaten] sudah punya [tempat pengolahan sampah] sendiri-sendiri. Akhirnya kan mau begerak, kalau nggak dipaksa rodok (agak-red) otoriter ternyata tidak mau juga. Masalahnya hanya di situ saja,” tandasnya.
TPST Piyungan kelebihan kapasitas
Sultan menambahkan, usia TPST Piyungan saat ini sudah semakin singkat. Sebab alih-alih pengurangan volume sampah, kabupaten/kota justrus terus menerus mengirim sampah ke kawasan tersebut yang akhirnya membuat Pemda DIY terpaksa melakukan penutupan hingga 45 hari lamanya.
Meski akhirnya dibuka secara terbatas, TSPT Piyungan hanya mampu menampung sampah dari wilayah Kota Yogyakarta. Pembuangan sampah ke kawasan tersebut pun saat ini dibatasi 100 hingga 200 ton sehari.
Kare kabupaten diminta mandiri mengolah sampah agar bisa mengurangi beban TPST Piyungan. Sultan berharap kebijakan penutupan tersebut dapat menggerakkan kabupaten/kota untuk aktif mengolah sampah di wilayahnya.
“Kalau sekarang ini kan masalahnya kalau tidak dipaksa kabupaten itu kan tidak jalan. Jadi memang ditutup, dipaksa,” imbuhnya.
Penulis: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi