MOJOK.CO – Ada sosok-sosok menarik di balik pengelolaan sampah di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul. Mantan begal sampai ODGJ berperan penting untuk membuat desa ini mandiri dari TPST Piyungan yang belakangan penuh.
Orang-orang yang kerap mendapat stigma di masyarakat ini tampak semangat mengerjakan berbagai hal di area Bumdes Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah (Kupas) Panggungharjo. Salah satunya sosok lelaki berbadan gempal bernama Ahmad Yulianto (52) yang sedang sibuk mengolah pupuk kompos.
Amat sapaan akrabnya, sudah bergabung di Kupas Panggungharjo sejak 2017 silam. Baginya, pekerjaan ini menjadi anugerah yang membuatnya berubah dan memberi manfaat bagi masyarakat.
“Saya itu dulunya manusia yang nggak tentu arah,” kata Amat.
“Dalam arti kata, saya biasa di jalanan. Melakukan hal di luar batas kemanusiaan,” imbuhnya lirih.
Pada 2017 silam, nasib sial membuatnya terciduk oleh Satpol PP di jalanan Karanganyar. Ia kemudian dibawa ke Dinas Sosial Sewon, Bantul. Di sana, Amat mendapat pertanyaan, “Apakah kamu mau kerja supaya bisa berubah?”
Dengan yakin, ia menyatakan niatnya untuk bekerja dengan cara yang halal. Beruntung, ada peluang menjadi karyawan pengelola sampah di Bumdes Kupas Panggungharjo.
Saat awal bergabung, Amat mengaku beruntung karena manajemen bumdes memberikan kepercayaan. Bahkan Amat yang awalnya tidak memiliki KTP akhirnya membuat kartu identitas beralamatkan desa tersebut.
“Saya cuma mengucapkan terima kasih. Anak jalanan seperti saya, orang yang enggak jelas alamatnya, diterima dan diajarkan cara hidup yang normal hingga bergaul dengan masyarakat,” katanya saat Mojok jumpai Februari 2023 lalu.
Di Kupas Panggungharjo, Amat mengerjakan beragam tugas. Mulai di divisi sampah organik, pemilahan rongsok, hingga di bagian thermoplast. Ia mengerjakan berbagai peran yang bisa ia lakukan dan menjadi salah satu dari 35 warga yang aktif terlibat sebagai karyawan.
Beragam latar belakang SDM Kupas Panggungharjo
Manajer Kupas Panggungharjo, Sekar Mirah Satriani mengungkap bahwa unit usaha ini memberdayakan karyawan dari beragam latar belakang. Ada yang bisu tuli, ODGJ, hingga mantan orang jalanan.
“Pak Amat itu pernah mendekam di penjara. Mantan begal dulu katanya,” ujarnya. Namun, latar belakang itu tak membuat Amat terkendala saat bekerja.
Sejak 2013 Desa Panggungharjo menjadikan pengelolaan sampah sebagai salah satu pilar ekonomi desa. Sampah bisa menjadi sesuatu yang bernilai.
“Pengelolaan sampah sejak awal memang jadi visi jangka panjang Pak Lurah Wahyudi Anggoro. Jadi pertama kali menjabat, langsung menginisiasi ini,” kata Sekar saat Mojok jumpai Februari 2023.
Sekar mengakui bahwa salah satu pendorong pengelolaan sampah di desa lantaran kondisi TPST Piyungan yang sudah memprihatinkan. Saat sedang penuh, sampah yang tidak terambil berserakan di sudut-sudut desa.
“Kita sudah mulai mikir kalau TPST Piyungan tidak bisa kami harapkan. Kalau tutup bagaimana? Akhirnya sistemnya mulai kami optimalkan,” jelasnya.
Desa Panggungharjo kemudian punya komitmen lewat slogan “Desa bersih Tanpa TPA”. Bumdes Kupas menjadi ujung tombak untuk membuat sampah dari masyarakat terkelola tanpa terpengaruh kondisi TPA.
Kupas mengelola tiga kategori sampah menjadi bernilai ekonomi. Pertama, sampah organik yang berupa sisa makanan dan sampah dapur. Kedua, sampah residu yakni sampah anorganik seperti sobekan plastik yang tidak memiliki nilai ekonomi. Ketiga, sampah anorganik rongsok yang masih bisa dijual kembali.
Saat ini, sekitar 35 persen warga desa sudah bergabung dengan pengelolaan sampah terpadu. Saat TPST Piyungan penuh, Panggungharjo bisa jauh lebih siap ketimbang daerah-daerah lain di DIY.
Baru-baru ini, TPST Piyungan memang mengalami penutupan sementara akibat penuhnya volume sampah. Tempat ini tutup sementara selama 45 hari sejak 23 Juli 2023.
Penulis: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi