MOJOK.CO – Pesinden Soimah Pancawati menceritakan pengalaman buruknya terkait oknum petugas pajak. Dalam konten YouTube “Blakasuta” besutan Mojokdotco dan Butet Kartaredjasa, Soimah mengungkapkan oknum petugas pajak memperlakukannya seperti maling hingga membawa debt collector alias penagih utang.
Persona kaya raya sulit dipisahkan dari diri Soimah sebabnya predikat artis menjadi salah satu pembentuk citra tersebut. Walau kerap risih dengan sebutan artis, Soimah menyadari predikat itu akan terus melekat pada dirinya, sebab selama masih tampil di televisi nasional sebutan itu akan selalu muncul.
Karakter bergelimang harta yang kerap ia mainkan di televisi menjadi penguat persona Soimah yang kaya raya tadi. Akan tetapi, imaji kaya raya justru mempersulit kehidupannya di dunia nyata, khususnya yang berkaitan dengan oknum-oknum pegawai pajak.
Sejak 2015, dari tahun ke tahun, Soimah selalu saja ada cerita tidak menyenangkan dengan mereka. Perempuan kelahiran Pati itu menceritakan beberapa pengalaman berurusan dengan oknum pegawai pajak yang paling membekas di ingatan.
Soimah curhat merasa diperlakukan seperti koruptor
Di suatu hari pada 2015, oknum pegawai pajak mendatangi rumahnya secara tidak sopan. Tanpa kulonuwun oknum pegawai pajak itu membuka pagar dan masuk hingga tiba tepat di depan pintu rumah. Dan selama pertemuan hari itu, petugas seperti terus mencurigai Soimah. Petugas pajak yang datang bertanya persis seperti polisi menginterogasi maling.
Perempuan dengan julukan “sinden serba bisa” itu berusaha menjelaskan bahwa pekerjaannya adalah seniman. Ia juga mencoba menjelaskan, sebagai seseorang yang bekerja di industri televisi, honorarium yang ia terima sangat jelas. Apa yang ia terima sudah dipotong pajak dan tinggal melaporkan saja.
“Jadi jangan diperlakukan seperti maling, kudu ini-itu,” jelas Soimah. Soimah menyayangkan perilaku yang ia terima dari oknum itu. Padahal pegawai pajak kan juga dibayar dari pajak-pajak rakyat. Seharusnya pegawai pajak memperlakukan wajib pajak yang sudah membayar kewajibannya secara sopan.
Bantu keluarga, orang pajak minta nota
Soimah sempat tidak habis pikir. Petugas pajak pernah mencurigainya karena ia membantu keluarganya dengan nominal yang besar. Soimah bertanya-tanya, bukankah wajar membantu keluarga setelah seseorang sukses? Apakah membantu keluarga tidak boleh?
“Dijaluki nota, Mas. Lha mosok aku bantu keluarga pake nota-nota dulu? Intinya saya nggak dipercaya,” ujar Soimah kesal. Ia mengeluhkan, perlukah setiap transaksi yang dia lakukan hingga menggunakan nota seperti itu.
“Aku stress nek kudu ngurusi nota. Urip kok mung ngurusi nota nggo pajak tok. Sik tak urusi akeh e,” imbuh dia.
Petugas pajak nggak percaya beli rumah harga Rp430 juta
Suatu ketika Soimah membeli rumah. Harga yang disepakati dengan pemilik rumah adalah Rp 430 juta. Sedikit demi sedikit Soimah mengangsur rumah itu hingga akhirnya lunas. Ketika mengurus surat-menyurat di notaris, pihak perpajakan ternyata tidak sepakat. Berdasar kisaran harga rumah di wilayah itu, mereka percaya nilai rumah yang diangsur Soimah sebesar Rp650 juta.
“Dikira saya menurunkan harga kesepakatan. Padahal nota pembayaran ya ada,” jelas dia.
Kekesalannya semakin memuncak ketika ada sebuah komentar terlontar, tidak mungkin Soimah membeli rumah seharga Rp430 juta.
“Lha emang ada ukurannya soimah harus beli rumah berapa miliar gitu?” tandasnya.
Pendopo yang dipermasalahkan
Perempuan berusia 42 tahun itu bersyukur bisa membangun sebuah pendopo berukuran cukup besar yang bisa digunakan untuk berkegiatan bersama para seniman maupun untuk disewa. Namun, pendopo itu ternyata pernah dipermasalahkan oleh oknum pegawai pajak.
Di suatu hari, selama kurang lebih tujuh jam, oknum petugas pajak pernah mencoba mengukur dan mencoba menaksir harga pendopo itu. Hasilnya, keluarlah angka taksiran sekitar Rp50 miliar.
Padahal pendopo masih belum jadi pada saat itu dan Soimah bahkan belum tau total uang yang ia keluarkan karena proses pembangunan masih dalam tahap finishing.
Petuga bawa debt collector
Kejadian lain yang paling membekas adalah saat petugas pajak mendatangi rumah mertuanya dengan membawa penagih utang alias debt collector. Alamat domisili Soimah di Yogyakarta tercatat di rumah keluarga suaminya, tepatnya di alamat mertuanya. Suatu hari oknum pegawai pajak menemui kakak ipar Soimah bersama dua debt collector dan mereka datang langsung menggebrak meja.
Selidik punya selidik, kakak iparnya dianggap telah menyembunyikan Soimah. Sebelum kejadian itu, ada kiriman surat dari perpajakan yang intinya mengatakan bahwa Soimah tidak mau menemui pegawai pajak. Padahal pada saat itu posisi Soimah sedang di Jakarta untuk syuting program televisi.
“Kakak Saya dianggap menyembunyikan Saya. Sampai gitu, padahal saya live lho di TV. harusnya se-Indonesia tau, saya ada di mana,” jelas dia kesal. Surat-surat semacam itu tidak hanya satu dua kali dikirimkan. Bapak mertuanya sampai khawatir.
“Koruptor silakan diperlakukan seperti itu. Ini pekerja seni aja dipukul rata ngono,” ujarnya lagi.
Ia menekankan bagi para pegawai pajak, dirinya sadar betul bawah membayar dan lapor pajak merupakan kewajiban wajib pajak. Tenang saja, dirinya tidak akan mangkir. Hanya saja pegawai pajak perlu memperlakukan wajib pajak secara lebih manusiawi.
“Gak mlayu … gak mlayu (engga-engga kalau lari),” tutup dia.
Tayangan lengkap Blakasuta di YouTube Mojok bisa disaksikan di bawah ini.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kejahatan Mario Dandy Adalah Wajah Budaya Feodal di Indonesia dan tulisan menarik lainnya di kanal Kilas.