Sebagai seorang warga asli Purbalingga, aku merasa perlu mengungkapkan keluh kesah yang selama ini terpendam. Purbalingga, sebuah kabupaten kecil yang terletak di Jawa Tengah, mungkin tidak sering terdengar namanya di telinga banyak orang. Tersembunyi di balik bayang-bayang kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya.
Purbalingga adalah salah satu wilayah yang jarang sekali orang tahu keberadaannya. Namun, di balik kesunyian dan tidak kepopuleran itu, ada sejuta cerita dan keluh kesah hidup yang tersembunyi di antara warganya. Sering kali, ketika orang bertanya, “Di mana Purbalingga?” jawabannya adalah hanya sebuah pandangan kosong. Di balik keheningan ini, ada kisah-kisah hidup kami yang tersembunyi, yang perlu didengar dan diakui keberadaannya.
Purbalingga adalah lebih dari sekadar “suatu tempat di Jawa Tengah.” Purbalingga memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang kaya. Tetapi sayangnya, tradisi dan identitas lokal sering kali terpinggirkan. Hal ini terjadi karena dominasi budaya populer dari kota-kota besar yang menutupi keberadaan kearifan lokal. Akibatnya, generasi muda sering kehilangan hubungan dengan akar budaya mereka dan lebih tertarik pada tren-tren modern.
Kesenjangan pembangunan
Ketika berbicara tentang pembangunan, Purbalingga sering kali tidak mendapatkan perhatian yang pantas. Proyek-proyek infrastruktur dan pengembangan ekonomi cenderung berpusat di kota-kota besar, meninggalkan kami dalam keadaan terpinggirkan. Akibatnya, kesenjangan pembangunan antara kami dan daerah-daerah lain semakin melebar, menyulitkan akses pada layanan publik dan lapangan kerja yang layak. Kesenjangan ini semakin memperumit masalah ketimpangan sosial di antara masyarakat setempat.
Sebagai warga Purbalingga, kami sering merasa terbatas dalam akses pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Meskipun ada sekolah dan fasilitas kesehatan di sini, namun kualitasnya sering kali jauh dari standar yang diharapkan. Banyak dari kami harus berjuang untuk bergerilya di kota-kota tetangga untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan harus berpergian jauh untuk mendapatkan perawatan medis yang memadai.
Lapangan kerja terbatas
Peluang kerja di Purbalingga sangat terbatas, terutama untuk para lulusan sekolah dan perguruan tinggi. Industri yang berkembang belum cukup untuk menyerap tenaga kerja lokal, sehingga banyak dari kami terpaksa meninggalkan keluarga dan kampung halaman untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar. Ini tidak hanya menjauhkan kami dari keluarga, tetapi juga merusak ikatan sosial dan budaya yang kuat di antara kami.
Dalam keadaan sosial dan ekonomi yang sulit, banyak warga Purbalingga merasa kehilangan harga diri dan optimisme terhadap masa depan. Perasaan bahwa mereka “tertinggal” dari perkembangan zaman dan kota-kota besar sering menghantui pikiran mereka, menyebabkan rendahnya rasa percaya diri dalam menjalani hidup.
Salah satu keluh kesah terbesar kami adalah merasa tidak diakui dan diabaikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Kami adalah bagian dari bangsa ini, dan kami juga memiliki hak untuk mendapatkan perhatian dan kesempatan yang sama untuk berkembang. Namun, kami sering merasa seperti “suara yang hilang” di tengah-tengah kebisingan dari daerah-daerah yang lebih besar dan terkenal.
Purbalingga layak diberi perhatian
Purbalingga adalah contoh nyata dari kabupaten yang tersembunyi dalam diam dan kesunyiannya. Keluh kesah hidup di sana menceritakan kisah tentang identitas yang terpinggirkan, kesenjangan pembangunan, lapangan kerja yang terbatas, dan akses terbatas pada pendidikan serta kesehatan. Meskipun tidak sering terdengar di berita atau media, tantangan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat Purbalingga layak untuk diperhatikan dan diberikan perhatian lebih.
Mungkin sudah waktunya bagi kita untuk menggali dan memahami realitas kehidupan di daerah-daerah terpencil seperti Purbalingga. Dengan cara ini, kita dapat menciptakan kesadaran lebih luas dan mendorong partisipasi aktif dalam membangun dan mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat di sana. Sebagai negara dengan keanekaragaman budaya dan geografis, kehidupan di setiap wilayah harus diakui dan diberdayakan sehingga potensi yang ada dapat berkembang dan berkontribusi bagi kebaikan bersama.
Irfan Nurkholis,
Sirau, Kec. Karangmoncol, Kab Purbalingga,
irfannurkholis581@gmail.com